Pastikan Hak Pilih Warga
KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan kedua. Warga yang berhak memilih tapi belum masuk daftar, tetap punya hak pilih dengan menunjukkan KTP elektronik.
JAKARTA, KOMPAS - Setelah tiga kali diperbaiki, daftar pemilih untuk Pemilu 2019 ditetapkan. Jumlah pemilih tercatat 192.828.520 orang. Meskipun sudah ditetapkan, bagi yang berhak memilih tetapi belum masuk dalam daftar pemilih, diperkenankan menggunakan haknya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk elektronik.
Untuk itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta pemerintah segera menyelesaikan perekaman dan pencetakan KTP elektronik. Hal ini untuk memastikan warga, baik yang masuk Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan kedua atau tak masuk DPTHP II, bisa mendapatkan KTP-el sebelum 17 April 2019.
Pada rapat pleno terbuka rekapitulasi nasional yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum, Sabtu (15/12/2018), di Jakarta, dari total jumlah pemilih 192.828.520 orang, pemilih perempuan 96.557.044 orang, sedangkan pemilih laki-laki, 96.271.476. Adapun jumlah pemilih terbanyak berada di Jawa Barat, yakni 33.270.845 orang, disusul Jawa Timur 30.912.994 orang, sertadan Jawa Tengah 27.896.902 orang. Rapat pleno dihadiri Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, wakil pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pemerhati pemilu, dan peserta Pemilu 2019.
Pada DPTHP II, jumlah pemilih yang ditetapkan lebih banyak dari jumlah sebelumnya pada 5 September 2018, yakni 187.781.884 pemilih.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, DPTHP II menindaklanjuti masukan publik, lembaga swadaya masyarakat, peserta Pemilu 2019, dan pemerintah. Masukan ini meliputi data pemilih ganda dan tidak sah di Daftar Pemilih Tetap sebelumnya, serta nama-nama pemilih yang dilaporkan belum masuk DPT.
Masukan yang ditindaklanjuti meliputi data sekitar 31 juta pemilih hasil analisis Kementerian Dalam Negeri terhadap DPT sebelumnya. Dari jumlah itu, menurut Komisioner KPU Viryan Azis, sekitar enam juta pemilih dimasukkan ke DPTHP II. Sisanya tak dimasukkan karena tak ada di DP4 (daftar penduduk potensial pemilu), selain tak memenuhi syarat, dan meninggal.
Arief menyatakan, jika kelak masih ditemukan pemilih ganda atau tak sah di DPTHP II, KPU akan mencoretnya. “Prinsipnya, KPU menjamin setiap orang di DPT bisa memilih, dan setiap orang yang punya hak pilih hanya bisa sekali menggunakan haknya,” tambahnya.
Dia memastikan mereka yang memiliki hak pilih tetapi tak tercantum di DPT, masih bisa memilih. Hal ini dimungkinkan dengan syarat pemilih menunjukkan KTP-el saat memberikan suara. Selain itu, si pemilih harus memilih di tempat pemungutan suara (TPS) di tempat tinggalnya pada satu jam terakhir sebelum pemungutan suara berakhir.
Terkait hal itu, Ketua Bawaslu Abhan meminta Kemendagri mempercepat perekaman KTP-el. Bawaslu mengingatkan, ada lima daerah yang proses perekaman untuk kepentingan KTP-el masih tak mencapai 80 persen dari total warga yang berhak memilikinya. Wilayah itu ialah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Barat. “Percepatan pemenuhan dokumen KTP-el penting untuk menjamin hak pilih warga yang namanya tak ada di DPTHP-2,” katanya.
Selain itu, Bawaslu meminta KPU merekrut petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) untuk menjadi petugas kelompok pemungutan dan penghitungan suara (KPPS). Mengingat tugas PPDP ialah memerifikasi data pemilih, maka petugas itu diyakini mengetahui pemilih di TPS sehingga penyalahgunaan KTP-el dapat dicegah.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, hingga kini, 97,39 persen penduduk yang berhak punya KTP-el telah menjalani perekaman. Dari jumlah itu, mayoritas di antaranya sudah menerima dokumen KTP-el. “Tinggal 0,8 persen yang belum. Masih menunggu proses,” tambahnya.
Terhadap warga yang belum menjalani perekaman data, Zudan berharap mereka pro aktif. Jika hingga akhir 2018 mereka masih tak aktif, pemerintah akan menonaktifkan sementara nomor induk kependudukan (NIK) orang tersebut. “Hal ini dilakukan agar mereka peduli untuk mempunyai dokumen kependudukan. Kalau sudah direkam, NIK mereka diaktifkan lagi,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah perwakilan partai politik yang menghadiri rapat pelno mengaku menerima DPTHP II. Namun, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Berkarya, mengingatkan, jika kelak ditemukan data pemilih ganda atau tak sah di DPTHP II, KPU harus segera mencoretnya. Hal ini dilakukan agar data pemilih tak disalahgunakan.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini melihat ikhtiar KPU, Bawaslu, pemerintah, peserta pemilu, dan publik untuk membenahi DPT menjadi bukti tingginya kesadaran terhadap pemilu sekaligus kian berkualitasnya pemilu.
“Memang lebih baik persoalan di DPT diselesaikan sejak awal daripada muncul di ujung atau pasca pemilu yang bisa dijadikan alat mendelegitimasi pemilu,” katanya. Setelah DPT ditetapkan, semua pihak hendaknya tetap mencermati daftar itu.