Kepala Sekolah Berada di Garda Depan untuk Lawan Korupsi di Sekolah
Kepala sekolah berperan penting sebagai penjaga mutu pendidikan di sekolah. Karena itu, kepala sekolah haruslah berkualitas dan terbebas dari intervensi politik di daerah.
JAKARTA, KOMPAS - Kualitas kepala sekolah sangat menentukan kemajuan suatu sekolah. Sebab, kepala sekolah berperan penting sebagai penjaga mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu seleksi terbuka dalam pemilihan jabatan kepala sekolah.
Selama ini, ada sejumlah masalah dalam jabatan kepala sekolah yang terjadi hampir di seluruh Indonesia. Karena berada di bawah naungan pemerintah daerah, kepala sekolah seringkali tidak luput dari intervensi kepentingan politik kepala daerah.
Salah satu contoh nyata adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar atas dugaan pemangkasan dana alokasi khusus untuk SMP yang melibatkan kepala dinas pendidikan dan sejumlah kepala sekolah dalam naungan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMP di Kabupaten Cianjur.
Mekanisme pengangkatan kepala sekolah di berbagai daerah selama ini juga dituding tidak mempertimbangkan kualitas, tetapi lebih mempertimbangkan kedekatan (nepotisme). Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi peserta didik dan kualitas pendidikan di daerah tersebut.
“Seharusnya, untuk menghindari KKN, kepala-kepala daerah sejatinya memilih kepala sekolah secara transparan melalui seleksi terbuka lelang jabatan kepala sekolah, seperti pernah dilakukan Pemprov DKI Jakarta di era Gubenur Joko Widodo pada 2013. Kebijakan seperti ini memperbesar peluang daerah untuk mendapatkan kepala sekolah yang berkualitas,” ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan Retno Listyarti di Jakarta, Minggu (16/12/2018).
Menurut Retno, perlu perbaikan dalam tata cara pengangkatan kepala sekolah. Selama ini prosedurnya tidak melibatkan pihak luar atau lembaga yang diperkirakan independen, semisal dewan pendidikan. Kepala sekolah dapat dicopot sewenang-wenang oleh kepala daerah terkait ikut atau tidaknya menjadi tim sukses pemilihan kepala daerah.
Ada juga masalah antre calon kepala sekolah yang terlalu panjang. Kondisi ini membuka peluang jual jabatan atau menyogok untuk dipilih. Retno mengatakan perlu dievaluasi pula tentang penempatan kepala sekolah. Publik tidak tahu dasar dan kriteria seorang calon kepala sekolah ditempatkan di suatu sekolah.
Hal lainnya terkait masalah mutasi kepala sekolah. Dinas-dinas Pendidikan diduga tidak memiliki dasar, kriteria, dan peta acuan memutasi kepala sekolah. Banyak kepala sekolah dimutasi ke sekolah lain di saat akan memasuki masa pensiun setahun lagi. Pertimbangan mutasi seperti ini sungguh tidak mempertimbangkan efektivitas serta hasil pencampaian program pengelolaan sekolah.
Retno menegaskan, korupsi pendidikan adalah kejahatan luar biasa karena berdampak signifikan dan dasyat terhadap keselamatan peserta didik, kualitas pendidikan, dan masa depan bangsa. "Bagaimana mau mendidik anak berkarakter jujur, sementara kepala sekolah, kepala dinas, dan kepala daerahnya mencontohkan korupsi,” ujar Retno.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Supriano, mengatakan pembenahan dalam pengangkatan guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah sedang disiapkan. Ada kebijakan pola karir guru yang harus mengacu pada kualitas dan profesionalisme yang sedang disusun Kemdikbud.
"Nanti, guru bagus yang bisa jadi kepala sekolah. Lalu kepala sekolah bagus yang jadi pengawas. Kebijakan ini akan meminimalkan pemilihan kepala sekolah dan pengawas yang bernuansa KKN," ujar Supriano.
Pendidikan antikorupsi
Sekolah saat ini masih belum sepenuhnya bebas dari praktik korupsi. Untuk menumbuhkan sikap antikorupsi pada generasi muda, maka pendidikan antikorupsi harus dimulai sejak dini.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, Kemdikbud mempunyai program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang salah satu poinnya adalah integritas. Nilai integritas yang dibangun di sekolah menjadi pintu masuk penerapan nilai dan budaya antikorupsi di sekolah.
Sementara itu, untuk mewujudkan wilayah bebas dari korupsi di satuan pendidikan dan membangun budaya antikorupsi bagi peserta didik mulai jenjang Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan Pendidikan Menengah, Kemdikbud meluncurkan program Saya Anak Antikorupsi (SAAK). Inspektur Jenderal Kemdikbud, Muchlis Rantoni Luddin mengemukakan, program SAAK merupakan salah satu program PPK dengan membangun budaya antikorupsi, khususnya di lingkungan satuan pendidikan.
“Program ini dimaksudkan untuk membangun budaya antikorupsi. Kemdikbud bersama-sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mulai memasyarakatkan secara massal, terutama dibantu oleh para siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk bersama-sama membangun budaya antikorupsi di satuan pendidikan,” kata Muchlis.
Muchlis mengatakan, visi program SAAK adalah menciptakan generasi muda cerdas, berintergritas, dan berkarakter. Adapun misinya adalah untuk memperkuat ketakwaan generasi muda kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kecintaan terhadap tanah air, menanamkan nilai antikorupsi kepada generasi muda dengan menekankan pada kesederhanaan, kegigihan, keberanian, kerja sama, kedisiplinan, keadilan, kejujuran, bertanggung jawab, dan kepedulian. Selain itu, untuk menumbuhkembangkan kebiasaan baik sebagai bentuk pendidikan karakter.
Melalui program SAAK, Muchlis mengharapkan, sekolah dapat membentuk agen “Saya Anak Antikorupsi”. Selain itu, melakukan sosialisasi pencegahan korupsi di lingkungan satuan pendidikan; membentuk budaya komunitas antikorupsi di lingkungan satuan pendidikan; membentuk komunitas antikorupsi di kelompok peserta didik, dan; mendukung gerakan “Saya Anak Antikorupsi” melalui kegiatan ekstrakurikuler.
“Mudah-mudahan program ini bisa berjalan dengan baik, dan anak-anak beserta seluruh warga sekolah bisa bahu membahu dengan kami untuk memulai berkontribusi membangun budaya anti korupsi,” harap Muchlis.