Kunjungan Naik di Balik Gimik Nama
Hari menjelang malam, pukul 18.30. Ratri Mahanani (18) dan Nanda Risda (18) masih di dalam Perpustakaan Kota Jogja. Berseragam putih dan abu-abu, keduanya mencermati kertas buram soal-soal ujian akhir nasional SMA.
”Biasanya sampai malam di sini. Tempatnya enak dan tenang. Biarpun sering ramai, masih sangat kondusif untuk belajar. Kebetulan tempat bimbingan belajar dekat dari sini,” kata Ratri, Senin (10/12/2018).
Mereka berdua pemustaka, pengunjung yang memanfaatkan fasilitas Perpustakaan Kota Jogja. Tiap hari, gedung di lahan seluas 1.200 meter persegi di Jalan Suroto itu dipenuhi sekitar 900 pemustaka.
Pada 2013, jumlah pengunjung per hari berkisar 300-400 orang. ”Kemudian terus meningkat menjadi 1.300 hingga 1.600, lalu pernah sampai 2.000. Stabil di kisaran angka itu,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta Wahyu Hendratmoko.
Itu karena apa? Wahyu merujuk pada inovasi layanan. Selain itu, konsistensi layanan mereka.
Jumlah pengunjung merupakan gabungan dua sistem layanan. Pertama, layanan tak bergerak di Jalan Suroto itu. Kedua, perpustakaan keliling dengan delapan armada kendaraan bermotor yang diakses 600-700 pemustaka.
Sebagai pengelola perpustakaan, Wahyu sangat senang. Ia percaya, bangsa yang besar terwujud bukan karena bangsa itu mewarisi sumber daya alam melimpah, melainkan karena sumber daya manusia yang pintar.
”Kepintaran itu salah satunya dari kualitas pendidikan yang bagus, juga kualitas perpustakaannya. Karena ilmu pengetahuan tidak hanya didapat dari sekolah, perguruan tinggi, internet, tetapi juga dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Jadi, perpustakaan itu juga harus sumbut (sepadan) seandainya bangsa ini ingin maju,” ujarnya.
Melalui filosofi itu, Wahyu bersama staf-staf di sana mencoba menerapkan ilmu pemasaran untuk perpustakaan. ”Barang yang bagus belum tentu laku di pasaran kalau packaging, wrapping, bungkusnya tidak menarik. Nah, kami mencoba supaya perpustakaan dilirik. Dari lirikan, mereka berkunjung dan mendapat manfaat, merasakan enaknya, lalu kami memberikan efek nagih,” papar Wahyu.
Puluhan inovasi
Menurut Kepala Seksi Pengembangan Perpustakaan dan Budaya Gemar Membaca Triyanta, sampai tahun ini, perpustakaan dan pengarsipan itu sudah melakukan lebih dari 20 inovasi layanan. Secara unik, hampir semua inovasi layanan diberi singkatan mirip nama perempuan selebritas. Semua layanan juga digratiskan.
Upaya mengenalkan perpustakaan ke pelosok kota juga dilakukan dengan berbagai layanan.
Dalam rapat koordinasi nasional bidang perpustakaan beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengusulkan agar perpustakaan-perpustakaan mempermudah peminjaman buku dengan ojek daring. Di Perpustakan Kota Jogja, sudah ada inovasi layanan pinjam buku dengan pengantaran gratis sampai rumah.
Awalnya, layanan itu dinamai persis selebritas penyanyi Mulan Jamila. Namun, singkatan nama itu dikoreksi menjadi ”Jamila”, kepanjangan dari jaminan layanan prima mengantar buku andalan ke rumah pemustaka.
Upaya mengenalkan perpustakaan ke pelosok kota juga dilakukan dengan berbagai layanan. Lalu, hadirlah sejumlah program.
Ada ”Puspita”, perpustakaan alternatif Kota Jogja alias perpustakaan keliling dengan armada sepeda motor roda tiga. Lalu, ”Moli”, motor perpustakaan keliling yang difokuskan untuk anak-anak usia dini dan penyandang disabilitas.
”Monika”, mobil internet dan perpustakaan kewilayahan yang memberikan layanan buku bacaan, majalah, koran, dan perangkat komputer jinjing lengkap dengan internet. ”Bili”, mobil keliling yang dikhususkan untuk mengunjungi sekolah tingkat SD.
Inovasi layanan yang ada di kantor perpustakaan antara lain ”Raisa”, kepanjangan dari ruang diskusi istimewa. Satu ruang khusus, sebelumnya ruang kerja Wahyu, disediakan bagi pemustaka yang perlu ruang diskusi ataupun belajar bersama.
Ruangan berpenyejuk udara itu dapat dipinjam gratis, yang sudah dilengkapi meja dan kursi untuk kapasitas delapan orang. Bahkan, ruangan itu juga bisa digunakan les privat bagi siswa yang mengundang guru.
Secara lokasi, di sekitar perpustakaan ada sejumlah sekolah, masing-masing SMA Negeri 3, SMA Bopkri 1 dan Bopkri 2, SMP Negeri 1, SMP Negeri 5, SMA Stella Duce, Universitas Gadjah Mada, dan lainnya. ”Peminat ’Raisa’ sekarang harus pesan dulu karena pemustaka yang hendak memakai banyak sekali,” ujar Wahyu.
Untuk disabilitas netra dan low vision, disediakan ”Belinda” alias blind corner untuk anda. Layanan ini menyediakan komputer dengan program JAWS, aplikasi yang mampu mengubah media cetak menjadi media dengar. Disediakan juga buku-buku berhuruf Braille.
Ada pula ”Diana”, digital library andalan, layanan perpustakaan digital yang memungkinkan pemustaka dapat membaca secara daring buku-buku digital fiksi ataupun nonfiksi.
Tentu saja, jangan dilupakan ”Tamara”, taman masyarakat sambung rasa berupa layanan jaringan internet nirkabel gratis berkecepatan sampai 35 Mbs di halaman perpustakaan yang dipenuhi gazebo.
Untuk menampung keluhan, usulan, dan kritikan dari pemustaka disediakan ”Siska”, sistem informasi pemustaka, sarana komunikasi interaktif antara pemustaka dan Perpustakaan Kota Yogya. Masih ada lagi.
Awal Agustus lalu, diluncurkan ”Aleksa”, singkatan dari ada koleksi lokal konten Yogyakarta. Layanan ini memudahkan pemustaka mencari buku atau referensi tentang Yogyakarta dari segala sisi, baik budaya, sejarah, informasi populer, arsitektur, maupun pariwisata, sampai dengan pembangunan kota.
Membuahkan hasil
Nama-nama unik itu adalah gimik atau strategi. Singkatan dan kepanjangannya agak dipaksakan. Itu disadari Wahyu. ”Tapi, itu tidak apa-apa, yang penting kita tahu makna dan konsepsi dasarnya,” katanya.
Menurut Triyanta yang sekarang menjadi pustakawan paling senior, banyak peminjam buku yang tidak sesuai bidang studinya. ”Mahasiswa teknik, misalnya, tidak pinjam buku soal teknik. Di sini yang paling sering dipinjam buku fiksi, kedua buku sospol dan keagamaan. Buku keterampilan dan teknik di urutan paling belakang,” katanya.
Entah ada hubungannya atau tidak dengan predikat Yogyakarta sebagai kota pelajar, inovasi layanan dan penamaan di perpustakaan itu berbuah hasil positif. Niat dan inisiatif adalah kunci.