JAKARTA, KOMPAS — Jembatan penyeberangan orang Tosari, Jakarta Pusat, tengah dibongkar dan digantikan dengan pelican crossing atau penyeberangan swakendali. Namun, cara penyeberangan ini masih butuh evaluasi untuk keamanan dan kenyamanan pedestrian serta pengendara.
Penggunaan pelican crossing di Tosari menambah jumlah pelican crossing di ruas Thamrin-Sudirman. Sebelumnya telah ada pelican crossing di Bank Indonesia, Sarinah, dan Bundaran Hotel Indonesia/Wisma Nusantara (Kompas.id, 5/12/2018).
Penggunaan pelican crossing masih menuai pro-kontra terkait kenyamanan dan keamanan pedestrian. Meskipun pelican crossing membuat penyeberang menghemat tenaga karena tidak perlu naik turun tangga, cara menyeberang ini membutuhkan kesadaran lebih dari pengendara.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, Senin (17/12/2018), saat lampu lalu lintas berubah merah untuk pengendara, masih ada yang tidak menghiraukan atau bahkan justru menambah kecepatan agar segera melalui pelican crossing. Keadaan ini menimbulkan risiko bahaya bagi pedestrian.
Selain itu, pelican crossing dari sisi timur Tosari ke tengah jalan tidak ada tombol untuk menyeberang. Sementara lampu hijau untuk pedestrian akan menyala setiap 45 detik dan berhenti selama 45 detik juga. Keadaan ini membuat banyak pengendara melanggar lampu merah karena melihat sudah tidak ada penyeberang.
Meskipun demikian, keadaan ini masih terkendali karena petugas dari dinas perhubungan menjaga jalur ini dari pukul 07.00 sampai pukul 21.00. Namun, saat petugas beristirahat, tampak beberapa pengendara kembali melanggar.
”Tingkat kepatuhan pengendara harus diakui masih sangat rendah, apalagi terhadap pelican crossing. Pada tahap awal perlu ditempatkan petugas, baik dari dishub ataupun polisi, agar pengendara dapat tertib dan patuh serta yang terpenting adalah belajar menghargai penyeberang,” kata pengamat tata kota Nirwono Joga, Senin.
Sebaliknya, di sisi barat Tosari terdapat tombol lampu. Namun, setelah pedestrian menunggu selama 45 detik sebelum lampu hijau bagi pejalan kaki menyala, pelican crossing hanya memberikan waktu 20 detik untuk menyeberang untuk satu ruas jalan.
Hal yang sama berlaku pada pelican crossing di Jalan MH Thamrin. Dari pantauan, rata-rata penyeberang perempuan membutuhkan waktu 15 detik saat berjalan normal. Menurut Nirwono, waktu ini tentunya masih perlu dievaluasi, khususnya bagi penyandang disabilitas yang membutuhkan waktu lebih lama dari pedestrian pada umumnya.
Hal ini juga yang perlu dipertimbangkan antara penempatan JPO dan pelican crossing. Nirwono menjelaskan, tidak semua JPO harus diganti menjadi pelican crossing. Pelican crossing lebih tepat ditempatkan pada titik-titik persimpangan jalan di mana kendaraan dapat berjalan pelan.
Sementara itu, jalan yang lurus dan cukup lebar serta arus lalu lintas padat sebaiknya tetap membutuhkan JPO. Jembatan ini juga harus memperhatikan akses pedestrian, terutama bagi penyandang disabilitas.
Hingga berita ini diturunkan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko belum bisa dikonfirmasi. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)