Sampah Bakal Diolah di Sunter Menjadi Tenaga Listrik
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan tempat pengolahan sampah pembangkit tenaga listrik di Sunter, Jakarta Utara, dilanjutkan kembali. Dengan fasilitas ini, sampah di Jakarta nantinya akan diubah menjadi tenaga listrik.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun Kompas, Senin (17/12/2018), sejumlah perizinan dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) telah dituntaskan pihak pengelola.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sedang bekerja intensif membersihkan area guna menyambut peletakan batu pertama pembangunan tempat pengolahan sampah untuk pembangkit listrik atau intermediate treatment facility (ITF) tersebut pada 20 Desember 2018.
Proses pembangunan ITF di kawasan Sunter itu mandek sejak 2012. Dengan adanya ITF seluas 3,05 hektar, sejumlah sampah di DKI Jakarta nantinya akan diubah menjadi tenaga listrik.
Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Daroto mengatakan, peletakan batu pertama di lahan ITF Sunter akan dilakukan pada 20 Desember 2018. Artinya, sejumlah proses, antara lain sewa lahan, izin, dan amdal, telah selesai diurus.
”Termasuk proses selanjutnya, misalnya pelelangan untuk konstruksinya,” kata Dwi saat ditemui di Jakarta, Senin.
Kepala Unit Pelaksana Teknis TPST Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto membenarkan adanya rencana peletakan batu pertama ITF tersebut. Menurut dia, amdal akan terbit pada 19 Desember 2018.
Selain itu, surat izin peletakan batu pertama dan keputusan gubernur menyangkut sewa lahan juga sudah diteken oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
”Uang sewa senilai lebih dari Rp 20 miliar per lima tahun juga akan dituntaskan oleh Jakpro besok,” ucap Asep.
ITF Sunter berada di Jalan Sunter Barat, Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Lokasinya berada di sebelah utara Taman BMW.
Ada dua pintu yang bisa digunakan sebagai akses masuk truk sampah, yakni di sebelah timur dan barat. Pintu sebelah barat berbatasan dengan Kali Sunter. Adapun permukiman warga terdekat berada di seberangnya. Pro dan kontra terkait pencemaran lingkungan sempat menguat.
Sebelumnya, Direktur Proyek ITF Jakpro Aditya Bakti Laksana mengatakan, proses pengolahan sampah ITF Sunter akan menghasilkan emisi yang ramah lingkungan. Sebab, ITF akan khusus mengolah limbah non-B3 (bahan berbahaya dan beracun) (Kompas, 10/12/2018).
Menurut Dwi, proses pengolahan sampah menjadi tenaga listrik nantinya tanpa melalui proses pembakaran, melainkan hanya pemanasan.
”Intinya, sampah yang telah dipilih akan dimasukkan ke dalam boiler. Setelah itu, sampah akan dipanaskan sehingga menghasilkan kalori yang akan diubah menjadi listrik,” ujarnya.
Dwi menambahkan, sejak tiga tahun lalu, Jakpro sudah menunjuk perusahaan asal Finlandia, Fortum Power dan Heat Oy, untuk membangun ITF tersebut. Total investasi yang digelontorkan dalam pembangunan ITF tersebut berkisar 300 juta-400 juta dollar AS. Menurut rencana, pengerjaan akan memakan waktu tiga tahun.
”Kemarin kami juga sudah tanda tangani kerja sama dengan International Finance Corporation dari World Bank (Bank Dunia) di Bali untuk pendanaan dari proyek ini,” kata Dwi.
Pembersihan
Sejumlah proses pembersihan area tampak dilakukan sejumlah petugas, baik di dalam maupun luar lahan. Kendaraan alat berat juga dikerahkan untuk mengangkut puing-puing bangunan di dalam lahan. Proses kerja bakti menurut rencana juga akan dilaksanakan secara besar-besaran, Selasa (18/12/2018) pagi.
”Kerja bakti akan diikuti oleh petugas dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Unit Pengelola Sampah Terpadu, Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air, serta Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara,” kata Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara Slamet Riyadi.
Asep menambahkan, volume sampah yang bisa diolah di ITF Sunter sekitar 2.200 ton per hari. Jumlah tersebut dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar 35 megawatt.
Selain itu, ITF Sunter juga diharapkan bisa mengurangi jumlah pengiriman sampah menuju Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang berkurang. Selama ini, pengiriman sampah ke TPST Bantargebang mencapai 7.000 ton per hari.
”Kami masih membuka kemungkinan untuk mengembangkan teknologi yang lain. ITF ini hanyalah salah satunya,” ujar Asep.
Menurut Slamet, lokasi ITF sebelumnya difungsikan sebagai tempat transit untuk pemadatan sampah atau disebut Stasiun Pengisi Antara. Prosesnya, sampah dari truk-truk dimasukkan ke dalam kapsul hingga padat, kemudian diangkut menuju TPST Bantargebang di Bekasi.
”Pemadatan itu memungkinkan sampah yang tadinya diangkut empat truk menjadi hanya satu truk,” ucap Slamet. (FAJAR RAMADHAN)