Seluruh Bidang Tanah Ditargetkan Sudah Terdaftar pada 2025
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Pemerintah pusat menargetkan seluruh bidang tanah di penjuru Indonesia sudah terdaftar semuanya pada 2025. Sejak kemerdekaan bangsa ini, baru 46 juta dari 126 juta bidang tanah yang terdaftar dan diperkirakan sedikitnya masih ada 80 juta bidang tanah yang belum terdaftar.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil dalam kuliah umum di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Senin (17/12/2018), menyampaikan, jumlah tanah yang belum terdaftar dapat saja bertambah mengingat ada potensi bahwa Indonesia sebenarnya memiliki total 150 juta bidang tanah.
”Pemerintah mendorong pendaftaran tanah sistematik lengkap,” ujar Sofyan. Pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL) adalah pendaftaran tanah untuk pertama kali obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan.
PTSL diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan PTSL dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan PTSL di Seluruh Wilayah RI.
Menurut Sofyan, PTSL dibutuhkan karena kisaran pendaftaran baru sebanyak 500.000-800.000 bidang tanah per tahun. Jika tidak ada langkah revolusioner, bidang tanah di Indonesia baru akan selesai terdata setelah 100 tahun.
Data Kementerian ATR menyebutkan, sejak 2015 hingga 26 November 2016, BPN telah menerima pendaftaran 13,93 juta bidang tanah. Sebanyak 9,34 juta sertifikat telah diserahkan kepada pemilik. Adapun pemerintah menargetkan agar seluruh lahan di Provinsi DKI Jakarta telah terdaftar pada 2019.
Tantangan yang ada dalam mencapai target sertifikasi tanah adalah keberadaan dari mafia tanah dan pungutan liar.
Ia tidak menampik, tantangan yang ada dalam mencapai target sertifikasi tanah adalah keberadaan dari mafia tanah dan pungutan liar (pungli). PTSL tidak memungut biaya. Pemerintah telah berkoordinasi dengan Polri dalam mengatasi hal tersebut.
Di Jakarta, misalnya, pungli terjadi di Kelurahan Gandaria Utara, Jakarta Selatan; Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Selatan; dan Kelurahan Cengkareng Barat, Jakarta Barat (Kompas, 24/7/2018).
Sofyan melanjutkan, pendaftaran memberi banyak manfaat, seperti pendataan yang valid. Dengan demikian, pemerintah dapat membangun tata ruang yang lebih baik dan strategis bagi perekonomian bangsa. Tanah yang telah terdaftar juga dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi pemerintah berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Namun, manfaat yang paling utama adalah memberikan kepastian hukum bagi pemilik, mendorong inklusi keuangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ”Tanah yang bersertifikat akan menjadi aset yang hidup bagi masyarakat sebagai jaminan untuk berusaha,” ucapnya.
Tanah yang bersertifikat akan menjadi aset yang hidup bagi masyarakat sebagai jaminan untuk berusaha.
Rektor UI Muhammad Anis mengatakan, tidak hanya pemerintah melalui kementerian terkait, tetapi juga media massa, masyarakat, dan akademisi harus menjadi pelaku aktif dalam menciptakan kesejahteraan dan kemandirian bangsa.
Satu peta
Menanggapi masih ada lahan konservasi yang disalahgunakan, Sofyan menyatakan, masalah tersebut akan dapat diatasi dengan Kebijakan Satu Peta. Dengan demikian, peruntukan lahan akan menjadi lebih jelas sehingga tidak lagi tumpang tindih.
”Sekarang dapat diketahui, ini bidang tanah apa dan digunakan dengan izin apa,” ujarnya. Pemerintah baru saja meluncurkan Geoportal Kebijakan Satu Peta pada 11 Desember 2018. Peta acuan nasional tersebut berskala 1:50.000.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Virgo Eresta Jaya berharap, peta skala menengah 1:50.000 tersebut dapat didorong menjadi peta skala besar. Hal itu diperlukan untuk merencanakan 1.800 rencana detail tata ruang (Kompas, 13/3/2018).