Kebutuhan Keamanan Digital Diprediksi Meningkat
JAKARTA, KOMPAS - Transformasi digital diprediksi terus berkembang pada 2019, terutama dalam dunia bisnis. Penggunaan teknologi akan semakin terintegrasi pada beragam objek dalam kegiatan manusia. Keamanan digital pun menjadi isu besar seiring digitalisasi yang merambah banyak aspek kehidupan tersebut.
Perusahaan integrator teknologi, Dimension Data, meluncurkan Laporan Tren Teknologi 2019 di Jakarta, Selasa (18/12/2018). Laporan tersebut menggambarkan transformasi digital diprediksi akan mengakibatkan rentetan gangguan (disruption) pada industri.
Presiden Direktur Dimension Data Hendra Lesmana mengatakan, semakin banyak kegiatan yang dilakukan secara daring berakibat banyak data penting yang tersimpan daring, baik data internal perusahaan maupun data konsumen. Untuk menghindari peretasan, dibutuhkan keamanan dunia maya yang kuat.
Hal ini perlu juga ditunjang dengan pendidikan di tingkat universitas untuk mempelajari keamanan teknologi informasi secara mendalam. Data Dimension mencatat, baru ada dua universitas di Indonesia yang memiliki jurusan keamanan siber.
"Hanya ada dua, saya tidak bisa sebut namanya. Artinya, kebutuhan kita akan sumber daya manusia di cybersecurity masih banyak," ujar Hendra.
Berdasarkan Global Cybersecurity Index 2017, Indonesia menempati peringkat ke-70 dunia dalam hal keamanan siber dengan skor 0,424. Sementara itu, posisi pertama ditempati oleh Singapura dengan skor 0,925 dan posisi ketiga ditempati Malaysia.
Data tersebut menunjukkan Indonesia masih jauh tertinggal soal keamanan siber dari negara Asia Tenggara lain. Untuk memenuhi kebutuhan kemanan siber dengan kondisi tersebut, perlu adanya pelatihan intensif kepada karyawan yang bertanggung jawab menangani keamanan siber.
Hendra mengatakan, pelatihan dilakukan setidaknya dua tahun untuk menyiapkan kemahiran karyawan. Ketika ada karyawan baru yang masuk, karyawan lama bisa mentransfer ilmu ke karyawan baru. "Paling tidak butuh waktu sekitar dua tahun untuk menguasai, sambil melakukan pekerjaan harian," ujar Hendra.
Regulasi
Pada tahun 2018, perlindungan data pengguna masih menjadi bahasan publik. Selama November 2018, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima 1.330 pengaduan korban layanan aplikasi teknologi finansial (tekfin) dalam layanan peminjaman uang daring.
LBH Jakarta menemukan 14 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Para korban berasal dari 25 provinsi di Indonesia. Untuk melindungi masyarakat dari hal-hal tersebut, regulasi yang tepat dibutuhkan (Kompas, 10/12/2018).
Pengacara Publik LBH Jakarta Yenny Silvia Sari Sirait, saat ditemui Minggu (9/12), mengatakan, penyalahgunaan data pribadi menjadi aduan terbanyak. Karena itu, kemudahan bertransaksi digital menuntut perlindungan konsumen yang lebih tinggi.
Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengatakan, pihaknya mengawasi penyelenggara tekfin yang terdaftar di OJK. Hingga 7 Desember, tercatat sebanyak 75 penyelenggara. Di luar daftar tersebut, tekfin peminjaman daring berstatus ilegal.
Permasalahan yang kerap dihadapi OJK adalah pengembang aplikasi mendaftarkan diri bukan dalam kategori bisnis atau keuangan sehingga keberadaannya di Indonesia sulit dilacak.
OJK tergabung dalam satuan tugas waspada investasi (SWI). SWI merupakan forum kordinasi 13 lembaga dan kementerian untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
Ketua SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan, sampai Desember 2018, sudah ada 404 tekfin ilegal yang ditutup karena tidak sesuai aturan. Namun, tantangan saat ini adalah pengawasan yang lebih ketat di dunia maya.
"Tantangan lainnya, penyedia aplikasi mendaftarkan aplikasinya di play store bukan sebagai tekfin. Ada yang mendaftar dalam kategori pendidikan dan pelatihan,” ujar Tongam (Kompas.id, 10/12/2018).
Prediksi tren 2019
Selain keamanan digital, Dimension Data memprediksi lanskap teknologi bisnis pada tahun 2019 yang akan menjadi tren melingkupi enam hal, yakni pengalaman pelanggan, bisnis digital, infrastruktur digital, tempat kerja digital, teknologi masa depan, dan layanan.
Hendra Lesmana mengatakan, teknologi akan semakin banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. "Penggunaan teknologi yang melebur seperti kode QR akan dirasakan di banyak hal karena di tahun 2018 penggunaannya sudah mulai terasa," ujar Hendra saat menjelaskan Laporan Tren Teknogi 2019.
Hendra menjelaskan, akan banyak perusahaan yang melakukan hal itu dengan mengutamakan pengalaman pengguna dalam menggunakan teknologi tersebut. Proses otomatisasi robot seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan semakin membentuk pengalaman pelanggan. Kemampuan kecerdasan buatan dalam memenuhi kebutuhan pengguna akan menentukan produk tersebut diminati pengguna atau tidak.
Dimension Data memprediksi internet of things (IoT) akan menjadi bisnis digital yang meningkat di 2019. Dimension Data mencatat, sebanyak 49 persen pemimpin perusahaan di dunia yang disurvei mengatakan, IoT memainkan peran penting dalam strategi bisnis mereka.
Presiden Direktur dan CEO PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) Dian Siswarini, di sela-sela peresmian X-Camp di Jakarta, mengatakan, solusi internet untuk semua akan menjadi salah satu bisnis penting bagi operator telekomunikasi seluler pada jangka panjang.
Ia mengatakan, kontribusi terhadap total pendapatan masih kecil, yakni kurang dari 10 persen. Namun, ia memprediksi tiga hingga lima tahun ke depan IoT akan terus berkembang. (Kompas, 14/11/2018).
Hal tersebut diperkuat dengan laporan Ericsson Mobility Report edisi Juni 2018 yang menyebutkan bahwa operator seluler di seluruh dunia telah meluncurkan lebih dari 60 jaringan IoT seluler menggunakan jaringan LTE dasar. Hal itu akan semakin dipermudah ketika pengembangan teknologi akses seluler ke 5G.
Selain itu, pada 2019, diprediksi akan banyak perusahaan yang berlangganan ke penyimpanan awan (cloud). Dimension Data memprediksi bahwa hal itu akan berdampak kepada peningkatan penggunaan perangkat lunak sebagai layanan, seperti aplikasi.
Hendra mengatakan, semakin berkembangnya teknologi informasi berdampak pada pola kerja dan komunikasi di dunia bisnis pada 2019. Pertemuan langsung tidak lagi menjadi tuntutan utama dalam dunia kerja karena teknologi sudah memungkinkan untuk melakukan komunikasi jarak jauh.
Hal itu juga akan membuka peluang bisnis lain, seperti co-working space. "Bekerja tidak harus selalu ke kantor, yang penting ada akses internet bagus untuk mengirimkan hasil pekerjaan seperti di co-working space," katanya.
Dalam dunia bisnis, komunikasi antara pelanggan dan perusahaan akan semakin mudah. Untuk melayani keluhan yang umum, diprediksi akan banyak perusahaan yang menggunakan kecerdasan buatan dan robot. Hal itu, menurut Hendra, akan semakin meningkatkan kinerja karyawan di perusahaan untuk hal lain karena ada pekerjaan yang bisa dilakukan oleh kecerdasan buatan dan robot.
(SUCIPTO)