LONDON, SENIN — Perdana Menteri Inggris Theresa May menolak opsi referendum kedua karena opsi itu dianggap akan semakin meningkatkan ketidakpastian. May berkeras kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani dengan Uni Eropa merupakan opsi yang terbaik.
Setelah melewati pekan penuh guncangan, PM May menemui jalan buntu untuk meloloskan kesepakatan Brexit di parlemen Inggris. Semua lini di parlemen mengisyaratkan akan menolak kesepakatan tersebut. Namun, May menolak mempertimbangkan opsi yang saat ini terus diusulkan para politisi, yaitu referendum kedua.
May dan kabinetnya menyatakan bahwa referendum kedua sama saja dengan mengkhianati hasil referendum pada 2016 di mana 52 persen suara memilih Brexit dan 48 suara memilih bersama dengan Uni Eropa.
”\'Mari jangan kita rusak kepercayaan masyarakat dengan melaksanakan referendum lagi. Referendum akan menimbulkan dampak terhadap integritas politik kita karena akan mengirim sinyal bahwa demokrasi kita tidak berjalan. Referendum baru juga kemungkinan tak akan memberikan hasil yang berbeda,” kata May kepada parlemen, Senin (17/12/2018).
Sebelumnya, akhir pekan lalu May melakukan konfrontasi terbuka dengan mantan Perdana Menteri Tony Blair yang mengusulkan agar pemerintah mengambil opsi referendum kedua untuk keluar dari jalan buntu. May menuduh Blair telah menghina para pemilih dan berupaya melemahkan pemerintahannya.
”Langkah Tony Blair yang pergi ke Brussels dan melemahkan negosiasi kami (dengan UE) dengan mengusulkan referendum kedua adalah penghinaan kepada kantor pemerintah yang pernah dia jalankan dan kepada kepentingan rakyat yang pernah dia layani,” ujar May dalam pernyataan tertulis.
Blair, yang menjadi perdana menteri dari Partai Buruh pada 1997-2007, menuduh pimpinan Konservatif ”tidak bertanggung jawab”. ”Hal yang paling bijaksana saat ini adalah membiarkan parlemen memilih setiap bentuk Brexit, termasuk kesepakatan yang diusulkan perdana menteri. Jika mereka tidak meraih kesepakatan, hal yang paling logis adalah mengembalikannya kepada rakyat,” kata Blair.
Bagi Blair, langkah yang tidak bertanggung jawab adalah memaksakan anggota parlemen untuk menerima kesepakatan yang pada dasarnya buruk dengan ancaman bahwa jika mereka tidak memilihnya, pemerintah akan membuat Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan.
Penolakan UE
Juru bicara Komisi Eropa Margaritis Schinas menguatkan ”kebuntuan” itu, Senin, dengan menyatakan bahwa sampai saat ini belum ada rencana para pemimpin UE bertemu dengan pihak Inggris. Pekan lalu, setelah membatalkan voting di parlemen, May menghadiri KTT UE di Brussels sekaligus meminta bantuan para pemimpin UE untuk merevisi kesepakatan soal backstop Irlandia Utara. Namun, UE menyatakan tidak bersedia menegosiasikan kembali kesepakatan Brexit.
Penolakan dari Uni Eropa, dan sinyal penolakan yang kuat dari parlemen Inggris, ditambah dengan pemberontakan di Partai Konservatif yang membuat May harus menjalani mosi tidak percaya di partainya, secara obyektif menunjukkan bahwa May mengalami jalan buntu. Namun, May tetap berkeras bahwa jika parlemen menolak kesepakatan Brexit, pilihan yang tersisa adalah Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan.
Sejumlah menteri pro UE, menurut beberapa sumber, berupaya mencari jalan keluar dengan mengajak berunding kubu oposisi untuk membicarakan sejumlah opsi Brexit. Mereka mempertimbangkan kemungkinan parlemen melakukan voting untuk setiap opsi. Namun, juru bicara pemerintah, James Slack, membantah kemungkinan itu.
(AFP/REUTERS)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.