JAKARTA, KOMPAS— Alokasi anggaran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tahun 2019 mengalami penurunan menjadi Rp 3,79 triliun dibandingkan tahun 2018 yaitu Rp 5,54 triliun. Penurunan anggaran itu merupakan dampak dari realisasi program di lapangan yang belum terserap optimal dan beberapa program terkendala regulasi.
Dengan penurunan itu, BKKBN akan tetap fokus pada output lima proyek prioritas nasional antara lain, proyek pengelolaan permintaan dan pemenuhan kebutuhan alat kontrasepsi di faskes pusat maupun perwakilan BKKBN provinsi, peningkatan promosi dan konseling kesehatan reproduksi berbasis komunitas. Beberapa proyek prioritas lainnya adalah, penyiapan perencanaan kehidupan keluarga bagi remaja dan proyek peningkatan promosi pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan.
“Prioritas bidang yang telah menjadi arah kebijakan program tahun 2019 harus dilaksanakan dengan tepat, cepat, efisien dan akuntabel di seluruh satker baik di pusat maupun perwakilan BKKBN Provinsi,” kata Sigit Priohutomo, Pelaksana Tugas Kepala BKKBN, dalam acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran BKKBN Pusat Tahun Anggaran 2019, di Jakarta, Senin (17/12/2018).
Berdasarkan aplikasi SMART Kementerian Keuangan, penyerapan anggaran BKKBN sampai dengan 12 Desember 2018 mencapai Rp 3,68 triliun atau sekitar 66,5 persen dari pagu alokasi anggaran 2018 sebesar Rp 5,54 triliun. “Dengan sisa waktu yang hanya tinggal beberapa hari lagi, dirasa sangat sulit untuk dapat mencapai penyerapan minimal pada batas toleransi tersebut,” ujarnya.
Penyebab
Sigit menambahkan, kinerja penyerapan anggaran pada output prioritas BKKBN yang mendukung proyek prioritas nasional tahun 2018, dari total anggaran sebesar Rp 1,23 triliun, per tanggal 12 Desember 2018, penyerapan anggarannya hanya sebesar Rp 639 miliar atau sebesar 51,8 persen.
Dari sebelas output proyek prioritas, penyerapan terendah terletak pada proyek penggerakan Keluarga Berencana Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (KB MKJP) dengan pagu alokasi sebesar Rp 299 miliar dan besaran serapan hanya sebesar Rp 88 miliar atau 29 persen.
Sementara Kepala Biro Perencanaan BKKBN Siti Fathonah mengatakan, tidak terserapnya dana itu karena biaya penggerakan MKJP dan pengadaan alkon yang terkendala regulasi. Proses regulasi seperti lelang pengadaan membutuhkan waktu setidaknya dua bulan sampai tanda tangan kontrak. Selain itu, ada keterbatasan kapasitas produksi pada perusahaan alat kontrasepsi.
Mengacu pada hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Pemerintah (SKAP) tahun 2018 diketahui dari capaian RENSTRA BKKBN 2015-2019, ada tiga indikator yang perlu diperhatikan pada penggarapan program ke depan yaitu, penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) yang tercapai 1,39 persen dari target tahun 2018 1,23 persen, penggunaan kontrasepsi modern yang tercapai 57 persen dari target tahun 2018 sebesar 61,1 persen, dan unmet need (kebutuhan alat kontrasepsi yang tak terpenuhi) yang tercapai 12,4 persen dari target tahun 2018 sebesar 10,14 persen.
“Sandingan realisasi capaian kinerja dan anggaran tersebut mengindikasikan hubungan yang searah. Penyerapan anggaran yang rendah berbanding lurus dengan pencapaian kinerja yang kurang memuaskan,” kata Sigit.
Sandingan realisasi capaian kinerja dan anggaran tersebut mengindikasikan hubungan yang searah. Penyerapan anggaran yang rendah berbanding lurus dengan pencapaian kinerja yang kurang memuaskan.
Tantangan
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia Sudibyo Alimoeso menilai, output lima proyek prioritas nasional BKKBN tersebut relatif baru dan dapat menjadi angin segar bagi masyarakat. Selain itu, program tersebut menjadi prioritas pemerintah.
“Namun, BKKBN harus bersiap menghadapi tantangan yang lebih berat karena lingkungan strategis yang berubah,” kata Sudibyo. Tugas dan keberadaan BKKBN itu penting. Oleh sebab itu, BKKBN perlu didukung dengan sumber daya yang baik sehingga dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 158/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi Atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, pada pasal tiga dijelaskan bahwa Kementerian Negara/Lembaga yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja tahun anggaran sebelumnya, dapat dikenakan pemotongan anggaran belanja dalam penetapan alokasi anggaran pada tahun anggaran berikutnya.
Kementerian Negara/Lembaga dapat terbebas dari sanksi apabila, 1) Persentase penyerapan anggaran paling sedikit 95 persen, 2) Persentase realisasi capaian output paling sedikit 95 persen, 3) Laporan keuangan Kementerian Negara/ Lembaga berpredikat wajar tanpa pengecualian.
Menurut Siti, penghematan pada alokasi anggaran BKKBN tahun 2019 juga merupakan dampak dari dua tahun belakang. Penghematan sebesar Rp 832,9 miliar dari pagu indikatif BKKBN tahun 2019 yaitu Rp 4,62 triliun, kini menjadi Rp 3,79 triliun. (MELATI MEWANGI)