Lebih dari separuh pengidap HIV belum tahu statusnya sehingga menghambat terapi bagi mereka yang terinfeksi.
JAKARTA, KOMPAS—Jumlah orang dengan HIV positif di Indonesia diperkirakan 640.334 orang. Dari jumlah itu, baru 301.959 jiwa atau 47 persen yang menjalani tes dan mengetahui statusnya. Untuk itu, penjangkauan populasi kunci perlu didorong agar mereka mau menjalani tes sehingga segera mendapat penanganan medis.
Negara-negara di dunia kini memiliki target 90-90-90, yakni 90 persen mereka dengan perilaku berisiko mengetahui status HIV-nya, 90 persen di antara yang tahu statusnya menjalani terapi, dan 90 persen yang menjalani pengobatan, virus dalam tubuhnya tak terdeteksi lagi sehingga tidak bisa menularkan.
Pada puncak peringatan Hari AIDS Sedunia di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA, Cipinang, Jakarta Timur, Senin (17/12/2018), Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, mereka yang berperilaku berisiko dianjurkan menjalani tes HIV. Jika ternyata HIV positif, pemerintah menyediakan obatnya, yaitu obat antiretroviral (ARV).
”HIV ada obatnya. Pemerintah sediakan. Jika diobati, ada peluang bertahan dan hidup produktif. Kalau terlambat dan kena AIDS, jadi sulit,” katanya di hadapan warga binaan Lapas Cipinang.
HIV ada obatnya. Pemerintah sediakan. Jika diobati, ada peluang bertahan dan hidup produktif. Kalau terlambat dan terkena AIDS, jadi sulit.
Hingga Juni 2018, baru 301.959 jiwa atau 47 persen mereka dengan HIV positif diketahui. Mereka tersebar di 433 dari 514 kabupaten atau kota. Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah orang dengan HIV positif terbanyak, 55.099 jiwa, Jawa Timur (43.399 jiwa), Jawa Barat (31.293 jiwa), Papua (30.669), dan Jawa Tengah (24.757).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memaparkan, pengguna narkoba suntik, termasuk di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, jadi populasi kunci HIV/AIDS. Lebih dari 1.000 warga binaan di 139 lapas dan rutan di 25 provinsi positif HIV.
Yasonna menekankan, harus ada pembeda antara pengguna narkotika dan obat-obatan dengan pengedar. Pemakai atau penyalah guna narkotika yang kecanduan seharusnya direhabilitasi, bukan ditahan dan masuk jadi warga binaan.
Populasi umum
Direktur Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Langsung Kemenkes Wiendra Waworuntu menambahkan, untuk mengejar target 90 persen orang dengan HIV tahu statusnya, tes dilakukan pada populasi kunci dan populasi umum. Contoh populasi umum ialah warga di Papua dan Papua Barat, termasuk ibu hamil.
Saat ini, sudah menjadi tata laksana baku bahwa ibu hamil diperiksa status HIV, sifilis, dan hepatitis B. Populasi ibu hamil diperkirakan sekitar 5 juta jiwa. Namun, baru 3 juta alat diagnostik cepat yang dikirim ke sejumlah puskesmas di Indonesia.
Di tempat terpisah, ARV Community Officer Indonesia AIDS Coalition Irwandy Widjaja mengatakan, jika pemerintah ingin lebih banyak orang menjalani tes HIV, aspek penunjangnya perlu disiapkan. Contohnya, menjamin ketersediaan obat, tak ada stigma oleh tenaga kesehatan, dan akses layanan diperluas.
”Teman-teman ODHA atau orang dengan HIV/AIDS ingin sekali bertemu presiden dan menyampaikan aspirasi. Kalau misalnya presiden dan menteri kesehatan juga menjalani tes HIV, pasti dampaknya amat besar. Mereka jadi contoh bagi kelompok berisiko,” ujarnya.