JAKARTA, KOMPAS—Intensitas hujan di Indonesia diperkirakan meningkat dan mencapai puncaknya pada Februari 2019. Sepekan ke depan, cuaca ekstrem diperkirakan terjadi pada 20 dan 22 Desember seiring menguatnya aliran udara dingin dari Asia.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), saat ini 77,4 persen wilayah Indonesia memasuki musim hujan dan akan berlangsung sampai akhir Maret 2019. ” Selama musim hujan, potensi bencana hidrometeorologi tinggi, khususnya daerah yang baru dilanda gempa karena banyak batuan rapuh. Jadi, warga perlu waspada longsor dan banjir bandang,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Senin (17/12/2018).
Selama musim hujan, potensi bencana hidrometeorologi tinggi, khususnya daerah yang baru dilanda gempa karena banyak batuan rapuh. Jadi, warga perlu waspada longsor dan banjir bandang.
Menurut Deputi Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo, dua hari ke depan, siklon tropis Kenanga akan memengaruhi cuaca Indonesia. ”Dampak tak langsung, angin kencang di selatan Jawa dan barat Sumatera dari Lampung sampai Sumatera Barat dengan kecepatan angin 20-25 knot,” ujarnya.
Sementara potensi gelombang tinggi mencapai 4 meter di selatan Jawa bagian barat, Lampung, hingga Bengkulu. ”Kabar baiknya, siklon tropis ini akan menarik massa air menjauhi daratan sehingga hujan berkurang,” kata Mulyono.
Setelah pengaruh siklon tropis Kenanga meluruh, aliran massa udara dingin dari Asia akan kembali masuk dan berinteraksi dengan area pertemuan angin di sekitar Sumatera bagian selatan hingga Jawa Barat. ”Itu bisa menyebabkan cuaca ekstrem berupa hujan lebat pada 20-22 Desember 2018,” ucapnya.
Saat libur Natal, 23-25 Desember 2018, curah hujan diperkirakan sedikit turun. Namun, hujan lebat berpotensi terjadi di sejumlah wilayah, seperti Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Menjelang Tahun Baru, khususnya 26 Desember 2018 hingga 3 Januari 2019, suplai uap air di Indonesia berkurang. Tutupan awan jadi minimal di area barat Indonesia. Cuaca umumnya akan berawan dengan potensi hujan ringan hingga sedang.
Puting beliung
Mulyono menambahkan, siklon tropis Kenanga yang terbentuk sejak 15 Desember ini tidak terkait puting beliung yang melanda Bogor, 7 Desember lalu. ”Puting beliung di Bogor bersifat lokal, dipicu munculnya awan kumulonimbus. Saat itu bibit siklon Kenanga belum terbentuk,” katanya.
Namun, sebagian wilayah Indonesia saat ini masih rentan terhadap puting beliung, terutama di daerah yang memasuki transisi musim kemarau ke musim hujan. ”Menurut pergerakan musim hujan dari barat ke timur, saat ini yang memasuki transisi musim dari Jawa Tengah hingga Nusa Tenggara,” ujarnya.
Menurut pergerakan musim hujan dari barat ke timur, saat ini yang memasuki transisi musim dari Jawa Tengah hingga Nusa Tenggara.
Selain itu, puting beliung bisa terjadi karena kontras cuaca terik pada pagi dan siang diikuti hujan lebat di sore hari didahului angin kencang. Selain itu, kontras suhu antarwilayah berdekatan jadi pemicu. Sejauh ini puting beliung belum bisa diprediksi kapan terjadi karena bersifat lokal dan siklusnya amat cepat.
Kondisi ini berbeda dengan siklon tropis yang mulai dari kemunculan hingga luruhnya bisa berhari-hari dan skala terdampak luas. Berdasarkan data BMKG, November-April merupakan periode pertumbuhan siklon tropis di wilayah selatan Indonesia.