Anggaran Pangan Bersubsidi Baru Terserap 60 Persen
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggaran pangan bersubsidi 2018 Provinsi DKI Jakarta hingga menjelang pergantian tahun baru terserap sekitar 60 persen. Pemerintah Provinsi DKI menyinyalir hal itu dipicu masih kurang dekatnya titik distribusi pangan bersubsidi dengan permukiman warga.
Pelaksana Tugas Asisten Perekonomian dan Keuangan DKI Jakarta Sri Haryati menyebutkan, ia belum mengetahui nilai anggaran yang terserap saat ini. Namun, informasi yang diperolehnya, anggaran pangan untuk enam produk pangan bersubsidi 2018 sebesar Rp 885 miliar itu baru terserap 60 persen atau sekitar Rp 531 miliar. Produk bersubsidi itu berupa daging sapi, daging ayam, telur, beras, ikan beku, dan susu itu diterima sekitar 700.000 warga.
Artinya, masih banyak penerima manfaat program pangan bersubsidi yang tidak mengambil seluruh jatahnya. ”Mungkin salah satu kendalanya, masalah distribusi tempat pengambilan,” ucap Sri di sela peresmian gerai Fish Angke di kawasan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (19/12/2018).
Karena itu, Pemprov DKI melalui dinas ketahanan pangan, kelautan, dan pertanian (KPKP) berinisiatif membuat gerai penjualan kebutuhan sehari-hari (consumer goods) yang sekaligus menjadi titik pembelian pangan bersubsidi di pusat-pusat permukiman. Yang paling baru, Dinas KPKP DKI meluncurkan Fish Angke di dekat permukiman kawasan Muara Angke.
Sri mengatakan, Pemprov DKI selama ini mendistribusikan pangan bersubsidi pada 75-78 pasar tradisional agar para penerima manfaat datang ke sana mengambil. Agar lebih dekat dengan tempat tinggal penerima manfaat, pemprov juga menggunakan antara lain ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) serta rumah susun sebagai titik pengambilan. Namun, RPTRA dan rusun tidak setiap hari melayani pengambilan pangan bersubsidi.
Karena itu, pembukaan gerai barang kebutuhan sehari-hari di dekat permukiman warga semacam Fish Angke dinilai tepat. Sambil setiap hari menjual produk layaknya minimarket-minimarket, gerai yang dikontrol pemprov itu juga melayani pembelian pangan bersubsidi.
Kepala Dinas KPKP Darjamuni mengatakan, Fish Angke merupakan gerai penjualan produk kebutuhan sehari-hari yang ketujuh. Sebelumnya, dinas KPKP sudah membuka gerai ikan cupang di Sentra Promosi dan Pemasaran Ikan Hias Slipi (Jakarta Barat), gerai tani di Ragunan (Jakarta Selatan), dan gerai tani di Klender (Jakarta Timur). Dinas juga meluncurkan gerai susu di UPT Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Peternakan, Bambu Apus (Jakarta Timur); Gerai Inpari di Gunung Sahari Utara (Jakarta Pusat); dan Gerai Siduck Rorotan di Rumah Potong Hewan Unggas Rorotan (Jakarta Utara).
Semuanya juga melayani pembelian pangan bersubsidi. Untuk tahun ini, dinas KPKP berencana menambah tiga gerai lagi sehingga menggenapkan jumlah menjadi sepuluh gerai yang dibuka tahun 2018. ”Kami tentu akan membangun lagi pada tahun 2019. Pak Gubernur (Anies Baswedan) ingin ini mendekati masyarakat agar masyarakat tidak susah-susah atau ngongkos untuk mendapatkan pangan bersubsidi,” ujar Darjamuni.
Warga Blok B di kawasan Muara Angke, Pluit, Damrah (52), mengaku senang dengan pembukaan Fish Angke. Sebab, ia bisa mengambil pangan bersubsidi lebih dekat mengingat lokasi gerai hanya di seberang rumahnya.
Pangan bersubsidi yang diambil Damrah merupakan jatah anak bungsunya yang sedang menempuh pendidikan kelas VI sekolah dasar. Sebelum ada Fish Angke, Damrah enggan mengambil pangan bersubsidi karena mesti mengendarai sepeda motor ke RPTRA Angke Interaktif. RPTRA memang bisa dijangkau dengan berjalan kaki selama 5-10 menit, tetapi masalahnya, satu paket lengkap pangan bersubsidi berbobot amat berat.
Paket per bulan terdiri dari 1 kilogram ikan kembung, 5 kg beras, 1 kg daging ayam, 1 kg daging sapi, serta 1 tray (15 butir) telur ayam. Khusus pemegang KJP Plus, masing-masing juga mendapat 24 kemasan susu UHT (ukuran 200 mililiter). Karena begitu banyak yang mesti dibawa, Damrah meminta anaknya yang mengambil.
Pada sisi lain, pengambilan di RPTRA tidak bisa setiap hari, bergantung pada jadwal yang sudah ditetapkan setiap bulan sehingga antrean panjang. Pangan yang diambil pun belum tentu lengkap dengan alasan produk tertentu sudah habis. Akibatnya, anak Damrah harus kembali pada hari lain agar semuanya tuntas diambil.
Keluhan juga disampaikan tetangga Damrah, Khodijah (35). Ia mesti mengeluarkan biaya Rp 20.000 untuk menumpang becak ke RPTRA (pergi-pulang) jika mengambil pangan bersubsidi jatah anaknya yang sekarang kelas III SD.
Sri menambahkan, anggaran untuk pangan bersubsidi pada 2019 sekitar Rp 600 miliar. Namun, jika anggaran kurang, pemprov bakal mengusulkan agar total dana mencapai Rp 1 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) perubahan. ”Kami menargetkan penyerapan 90 persen tahun depan,” katanya.
Anggaran untuk subsidi bahan pangan ini dalam APBD 2019 dialokasikan Rp 636 miliar.