Presiden Jokowi membayangkan begitu besar rasa cinta para ulama seperti KH Hasyim Asy’ari dan ulama lainnya yang berani deklarasikan perjuangan pertahankan kemerdekaan.
Jombang, Kompas - Presiden Joko Widodo menyatakan bangsa Indonesia perlu meneladani rasa cinta para ulama dan kiai terhadap Tanah Air saat mendeklarasikan untuk merebut dan mempertahankan kembali kemerdekaan Indonesia. Bahkan, sebelumnya, bersama elemen bangsa lainnya, para ulama menyepakati terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal itu diungkapkan Presiden Jokowi saat meresmikan Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Selasa (18/12/2018). Hadir dalam acara tersebut, pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid, yang dikenal dengan Gus Solah, dan sejumlah menteri kabinet.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menyempatkan berziarah ke makam KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, dan KH Abdurrahman Wahid. Zannuba Arifah Chafsoh, putri KH Abdurrahman Wahid, dan Gus Solah yang juga adik KH Abdurrahman Wahid.
Menurut Presiden, nasionalisme dan religiositas seperti yang ditunjukkan para ulama dan kiai perlu diteladani. Oleh karena itu, pengetahuan sejarah perjuangan ulama dan perkembangan Islam di Indonesia perlu dipahami.
Presiden Jokowi membayangkan begitu besar rasa cinta para ulama di Tanah Air seperti KH Hasyim Asy’ari dan para ulama lainnya. Mereka berani dan teguh hati mendeklarasikan perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sebagai jihad fisabilillah atau perang di jalan Allah.
”Kini, Gus Solah sebagai cucu KH Hasyim Asy’ari dan keluarga besar Tebuireng perlu terus mengingatkan bahwa kita harus mencintai Indonesia, menjaga Indonesia, menjaga kemerdekaan yang diperjuangkan para pendahulu, para ulama, termasuk lewat Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari,” tutur Presiden.
Museum Islam
Presiden Jokowi menambahkan, Indonesia yang berbentuk NKRI saat ini sejatinya dibentuk bersama para ulama, santri, dan elemen bangsa lainnya. Namun, Indonesia memiliki anugerah keragaman. Perbedaan-perbedaan tak hanya mencakup suku dan agama, tetapi juga adat-istiadat dan bahasa.
Keragaman membuat persatuan, kerukunan, dan persaudaraan jadi aset terbesar bangsa. Untuk itu, tak semestinya persatuan, persaudaraan, dan kerukunan bangsa rusak hanya karena kepentingan politik, seperti pemilihan bupati/wali kota, pemilihan gubernur, dan pemilihan presiden.
Terkait Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari, Gus Solah berharap museum tersebut dapat memberikan sumbangsih untuk kemajuan bangsa, khususnya persatuan. Usulan membangun Museum Islam didasari karena Indonesia tengah menghadapi masalah tak ringan dengan kelompok Islam yang beda pandangan.
Usut tuntas
Secara terpisah, saat diskusi refleksi 2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, pimpinan tiga lembaga negara kembali mengingatkan elite serta pendukung calon presiden dan calon wakil presiden untuk menahan diri. Saling serang antarkubu, ditambah kabar bohong, yang marak tiga bulan masa kampanye Pemilu 2019, hanya menciptakan ketidaknyamanan publik.
Ketiga pimpinan lembaga negara itu adalah Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Bambang Soesatyo, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang. Menurut Zulkifli, pemilihan presiden dan wapres merupakan pilihan yang disepakati saat reformasi. Ketika ada perbedaan sikap dan pilihan yang lahir di setiap pemilihan, perbedaan itu hendaknya tak sampai memecah-belah bangsa.
Bambang Soesatyo menambahkan, menuju akhir 2018, suasana politik yang penuh keragaman harus terus dipertahankan agar tak tercipta rasa kurang nyaman di warga.
Sementara itu, terkait perusakan atribut Partai Demokrat di Pekanbaru, Riau, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan meminta Kepolisian Negara RI mengusut tuntas serta mengungkap dalang perusakan atribut partainya itu.
Untuk mendalami kasus tersebut, Demokrat sudah membentuk tim khusus dan meyakini adanya keterlibatan institusi sebagai inisiator perusakan baliho dan bendera partai tersebut.
Hinca juga menepis pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto soal keterlibatan oknum PDI Perjuangan dan Partat Demokrat sebagai pelaku perusakan.