JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan optimistis performa sektor jasa keuangan, terutama perbankan, membaik pada 2019. Sektor jasa keuangan bahkan tetap tumbuh stabil di tengah tekanan perekonomian global sepanjang 2018.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam jumpa pers tutup tahun 2018 di Jakarta, Rabu (19/12/2018), menyampaikan, 2019 akan menjadi momentum pertumbuhan sektor jasa keuangan seiring meredanya ketegangan perang dagang dan kenaikan suku bunga acuan The Fed. Selama 2015-2017, pertumbuhan sektor jasa keuangan dinilai rendah.
”(Tahun 2018) merupakan momentum, tetapi terdistorsi dari bank sentral Amerika Serikat, The Fed. Tekanan dari global pada 2019 akan lebih ringan sehingga ada ruang bagi kredit perbankan untuk bertumbuh,” kata Wimboh.
Menurut dia, perbankan juga tidak mendapat tekanan terkait rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) dari industri tertentu. Pada waktu lalu, NPL dapat berada di bawah 2 persen ketika perekonomian Indonesia tidak mendapat tekanan.
Sepanjang tahun 2018, The Fed menaikkan suku bunga acuan secara bertahap sehingga investasi portofolio keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bahkan sempat mencapai kisaran Rp 15.000 pada Oktober 2018.
Wimboh melanjutkan, berkurangnya tekanan dari sisi eksternal juga didukung dari sisi domestik. Indonesia akan selesai menyelenggarakan pemilu presiden dan legislatif pada April 2019. Pada saat itulah Indonesia akan menjadi semakin menarik di mata investor.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyana, menambahkan, OJK memprediksi pertumbuhan kredit dapat mencapai 12-13 persen pada 2019 dan NPL di angka 2,2 persen.
Kinerja 2018
Wimboh memaparkan, sepanjang 2018, sektor jasa keuangan bertumbuh stabil dengan kinerja intermediasi yang berada pada level positif. Bahkan, kredit perbankan tetap bertumbuh dua digit kendati Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan hingga 6 persen.
Pada industri perbankan, pertumbuhan kredit mencapai 12,05 persen year on year (yoy) per November 2018. Sementara rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 23,32 persen serta NPL gros 2,67 persen dan net 1,14 persen.
”Tahun 2018 dapat dikatakan terjaga meskipun terjadi volatilitas. Kenaikan suku bunga acuan tidak langsung dirasakan oleh peminjam sehingga pasar masih memiliki ruang untuk tumbuh,” katanya.