Pemerintah bertekad terus memperkuat perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia. Dari 9 juta pekerja migran Indonesia, tercatat remitansi sekitar 8 miliar dollar AS per tahun.
SUKABUMI, KOMPAS Daya tahan pekerja migran Indonesia membutuhkan dukungan pemerintah dan swasta. Selain perlindungan hukum, pembekalan keterampilan harus diberikan jauh-jauh hari sebelum berkarya di luar negeri.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan hal ini dalam acara Anugerah Indonesia Migrant Worker Awards 2018 di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (18/12/2018). Wapres didampingi Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dan Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum.
Harian Kompas menjadi satu dari 12 penerima penghargaan Indonesia Migrant Worker Awards 2018. Kompas dinobatkan sebagai media cetak yang mendukung program pelindungan pekerja migran Indonesia.
Kalla mengatakan, kiprah pekerja migran di negeri orang pasti tidak mudah. Mereka diuji mental dan adaptasi beragam budaya hingga bahasa.
Oleh karena itu, Wapres meminta semua pihak ikut menjaga para pekerja migran Indonesia. Pemerintah, di antaranya, melindungi mereka dengan regulasi sehingga para pekerja migran Indonesia bisa bekerja tenang di luar negeri dan keluarga mereka hidup sejahtera di dalam negeri.
Tak kalah penting adalah proses setelah kontrak kerja di luar negeri pekerja migran usai. Pendampingan pengelolaan keuangan hingga kewirausahaan harus diberikan. ”Saat ini, peluang bekerja di Tanah Air juga terbuka luas. Sangat baik apabila pekerja migran purna ikut membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang,” katanya.
Sejalan dengan itu, lanjut Kalla, pemerintah berkomitmen melindungi para pekerja migran. ”Para petugas kita di luar negeri tentu wajib menjaga buruh migran. Saya tahu, bekerja di luar negeri tidak selalu membahagiakan semuanya. Ada yang sampai dihukum. Tetapi, banyak juga yang bisa membangun rumah dan menyekolahkan anak,” kata Kalla.
Menurut data Bank Dunia, Indonesia memiliki 9 juta pekerja migran di luar negeri dengan penempatan terbesar di Malaysia dan Arab Saudi. Mereka mengirimkan remitansi 8 miliar dollar AS atau Rp 108 triliun pada kurun Januari-November 2017.
Menaker menambahkan, sejumlah perbaikan telah dibuat untuk meningkatkan perlindungan pekerja migran. Salah satunya adalah mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Implementasi UU tersebut berupa pembentukan lembaga terpadu satu atap (LTSA) guna melayani calon pekerja migran. Kini ada 32 LTSA di sejumlah daerah asal pekerja migran. Aturan serupa, kata Hanif, mendorong tumbuhnya 252 desa migran produktif yang kini menjadi andalan pekerja purna berkarya di Tanah Air.
”Pendampingan itu juga dilakukan pada anggota keluarga pekerja migran. Anak-anak yang ditinggalkan di Tanah Air diberikan pendampingan dan bekal ilmu,” kata Hanif.
Pelayanan publik
Adapun kelompok masyarakat sipil terus mendorong pemerintah mengubah orientasi migrasi pekerja dari pendekatan bisnis menjadi pelayanan publik. Migrant Care mendorong pemerintah mengintegrasikan proses penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia sebagai pelayanan publik.
”Penyelenggaraan layanan terpadu satu atap untuk migrasi tenaga kerja tidak boleh bersifat top down. Rekognisi dan replikasi inisiatif lokal jadi strategi memberikan kewenangan kepada pemda hingga tingkat desa,” ujar Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo. (CHE/LAS/HAM)