Integrasi Butuh Waktu
Integrasi pelayanan publik di Kota Bekasi masih belum optimal selama masa transisi berlangsung.
Integrasi pelayanan publik di Kota Bekasi masih belum optimal selama masa transisi berlangsung.
BEKASI, KOMPAS –Berbagai upaya penyempurnaan dilakukan Pemerintah Kota Bekasi untuk mewujudkan pelayanan publik yang mudah, cepat, dan transparan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi Lintong Dianto Putra mengatakan, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi Lintong Dianto Putra mengatakan, pada masa transisi ini, pihaknya berupaya menghimpun perwakilan dari setiap dinas teknis untuk berkantor di DPMPTSP.
Mereka bertugas mengkaji persyaratan teknis dalam proses mengurus perizinan. Dengan begitu, proses pengurusan perizinan hanya ada di DPMPTSP.
“Akan tetapi, kami masih dalam masa transisi. Belum semua perwakilan dinas teknis sudah ada di kantor DPMPTSP,” kata Lintong di Bekasi, Rabu (19/12/2018). Hingga saat ini, baru 23 personel tim teknis yang sudah terintegrasi.
Mereka berasal dari Dinas Tata Ruang, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, dan Pemadam Kebakaran. Ada pula tim yang berasal dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata dan Budaya, Dinas Perhubungan. Selain itu, mereka juga berasal dari Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan, serta Badan Pendapatan Daerah.
Lintong mengaku, meski sudah berkantor di DPMPTSP, kerja mereka belum optimal. Berbagai sarana pendukung pekerjaan tim teknis masih terus dilengkapi.
Selain itu, belum semua dinas teknis mengirimkan perwakilannya. Salah satunya Dinas Pertanian dan Perikanan (Distanikan) Kota Bekasi.
Kepala Distanikan Momon Sulaeman mengatakan, integrasi tim teknis dalam koordinasi DPMPTSP kerap didiskusikan dalam berbagai rapat. Namun, surat permohonan resmi untuk mengirimkan personel baru ia terima Rabu ini. Pihaknya masih membutuhkan waktu untuk menentukan pegawai mana yang akan ditugaskan.
Momon menambahkan, DPMPTSP membutuhkan minimal dua orang. Keduanya harus memiliki pengetahuan teknis untuk mengkaji persyaratan perizinan yang terkait keamanan daging hewan. “Dengan ketentuan itu, berarti kami harus mengirimkan dokter hewan dan sarjana perikanan,” ujarnya.
Sementara itu, jumlah dokter hewan dan sarjana perikanan terbatas. Di Distanikan, hanya ada lima dokter hewan dan lima sarjana perikanan yang juga merupakan tenaga bantuan dari pemerintah pusat.
“Perlu ada peraturan daerah (Perda) yang mengatur ihwal kerja tim teknis yang terintegrasi tersebut,” kata Momon. Menurut dia, salah satu yang perlu diatur adalah dana operasional teknis.
Dalam mengkaji persyaratan teknis, para petugas kerap kali harus bepergian ke berbagai tempat. Momen itu bisa menjadi celah pungutan liar dengan alasan biaya operasional.
Mukti Lim, pengusaha salon kecantikan asal Kecamatan Rawalumbu berharap, pemerintah mempercepat integrasi perizinan. Sebab, ia berpengalaman dimintai pungutan liar saat mengurus surat izin usaha perdagangan (SIUP) dua tahun lalu. “Saya waktu itu tidak bersedia membayar, tetapi pengalaman itu menjadikan saya malas mengurus perizinan,” kata dia.
116 perizinan
Lintong menjelaskan, saat ini DPMPTSP sudah mengakomodasi administrasi 75 jenis perizinan. Masih ada sejumlah jenis izin yang tersebar di berbagai sektor. “Ke depan, seluruh perizinan akan dilimpahkan kepada kami. Totalnya ada 116 jenis,” ujar dia.
Menurut dia, kualitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi tantangan. Untuk mengemban tugas tersebut, kesiapan mereka perlu dipastikan. “Kami juga harus mengubah pola pikir, salah satunya agar tidak ada pungutan liar,” kata Lintong.
Pihaknya juga terus mengembangkan sistem yang mempermudah pengurusan izin. Salah satunya dengan membangun platform daring Sistem Layanan Perizinan Terpadu (Silat) dengan One Single Submission (OSS) milik pemerintah pusat.
Selain itu, telah diterbitkan pula Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 66 Tahun 2018 tentang Simplifikasi Penyelenggaraan Perizinan dan Non Perizinan di Lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
Mal pelayanan publik
Selain dalam ranah perizinan, Kota Bekasi juga berupaya mengintegrasikan pelayanan publik dalam mal pelayanan publik (MPP) di Pasar Proyek Trade Centre, Kota Bekasi. Lintong mengatakan, penyelengggaraan MPP diatur oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi. Setiap kota hanya boleh memiliki satu MPP.
Namun, untuk semakin mendekatkan pelayanan terhadap tempat tinggal masysrakat, Pemerintah Kota Bekasi membangun lagi gerai pelayanan publik (GPP) di Atrium Pondok Gede. Baik di MPP maupun GPP, warga bisa mengurus segala keperluan administrasi dalam satu tempat. “Kami akan membangun tiga GPP lain, yaitu di Cibubur, Medan Satria, dan Bantargebang,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengakui, reformasi pelayanan publik melalui MPP saat ini sebatas integrasi lokasi. Padahal, di MPP diharapkan warga bisa mengakses seluruh pelayanan hanya dengan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el).
Saat ini, DPMPTSP baru menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk penggunaan data administrasi kependudukan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengatakan, konsep MPP di Kota Bekasi memang perlu ditingkatkan. Bukan sekadar menyatukan berbagai pelayanan di satu tempat, tetapi juga mengintegrasikan seluruh data masyarakat berbasis nomor induk kependudukan (NIK).