JAKARTA, KOMPAS — Investasi pada sektor pertanian sepanjang tahun ini diklaim mencapai Rp 61,6 triliun atau naik 34,2 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Investasi diharapkan memperkuat kemandirian pangan.
Investasi antara lain menyasar sejumlah komoditas, seperti gula, sapi, dan jagung. Kebijakan dinilai mendukung investasi meski di sejumlah subsektor perlu perbaikan.
”Investor tertarik menanamkan modal karena adanya kemudahan dalam perizinan, seperti sistem online single submission (OSS/sistem perizinan tunggal terintegrasi daring),” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat ditemui di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan, mayoritas investasi sektor pertanian berada di luar Pulau Jawa. Pihaknya berharap investasi itu bisa memacu produksi pangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Di sektor pergulaan, ada 17 perusahaan menanamkan modal dengan total investasi Rp 41,44 triliun. Empat perusahaan merupakan investor asing, sisanya berasal dari dalam negeri. Investasi ini diharapkan dapat menambah produksi gula nasional 2,3 juta ton per tahun.
Pada komoditas sapi, investor fokus pada pembibitan. Ada enam perusahaan yang menanamkan modal, satu di antaranya berasal dari luar negeri. Total investasi Rp 6,9 triliun dan ditargetkan menambah produksi daging 128.000 ton atau setara 237.000 ekor sapi.
Pada komoditas jagung, ada tiga perusahaan dalam negeri dengan total investasi Rp 1,68 triliun. Tambahan produksi yang ditargetkan sekitar 64.000 ton.
Butuh perbaikan
Wakil Ketua Umum Bidang Industri Pangan Strategis Kamar Dagang dan Industri Indonesia Juan Permata Adoe berpendapat, kebijakan terkait dengan sejumlah komoditas memiliki daya tarik. ”Tebu menjadi salah satu sasaran investasi karena kebijakannya sudah ramah bisnis. Namun, kebijakan antara gula rafinasi dan gula konsumsi perlu disinergikan,” ujarnya.
Investasi pada komoditas jagung juga dinilai masih perlu pembenahan. Dia menyoroti kebutuhan perbaikan kebijakan yang mendukung di sisi efisiensi industri. Demikian pula di komoditas sapi. ”Masih ada tumpang tindih orientasi kebijakan antara swasembada dan peningkatan populasi sapi serta pengendalian harga daging di hilir. Pemerintah perlu menentukan titik temu tiga fokus kebijakan ini,” kata Juan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menambahkan, investasi hulu di sektor pertanian berpotensi menumbuhkan industri pengolahan produk berbasis pertanian. Demikian sebaliknya.
Di sektor agro, kata Sigit, biasanya ada jeda sekitar dua tahun sebelum investasi hulu menumbuhkan investasi di industri pengolah. Investasi di sektor makanan dan minuman termasuk yang akan terkoneksi dengan investasi sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal, investasi di industri makanan dan minuman masuk dalam lima besar investasi sektor industri. Nilai investasinya diperkirakan mencapai Rp 56,2 triliun pada 2018.
Investasi di sektor agro dinilai penting untuk menyubstitusi kebutuhan bahan baku industri pengolahan yang sebelumnya masih diimpor. Sebab, pasokan dalam negeri belum cukup.
Sebaliknya, investasi di industri pengolahan dapat menarik investasi sektor pertanian. ”Contohnya, ada industri etanol di Lampung yang berbasis jagung. Tetapi, jagungnya belum siap. Jadi pasti nanti akan menyusul investor di on farm,” kata Sigit.