JAKARTA, KOMPAS — Harian Kompas menerima Anugerah Swara Sarasvati 2018 dari Koalisi Perempuan Indonesia, sebagai apresiasi dalam mewacanakan "Peran Media dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan." Selain itu, Anugerah Swara Sarasvati 2018 juga diberikan kepada wartawan Kompas Sonya Hellen Sinombor, untuk kategori jurnalis.
Penyerahan Anugerah Swara Sarasvati 2018 digelar Rabu (19/12/2018) malam di Balai Kartini, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut Deputi V Bidang Kajian Politik dan Pengelolaan Isu-Isu Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan HAM Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani, Kepala Bagian Politik Pers dan Informasi Uni Eropa dan Brunei Darussalam Rafael de Bustamante, dan
Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari, serta tim juri yang dipimpin Samiaji Bintang (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan)
"Ini bentuk apresiasi KPI kepada media yang sudah menyuarakan isu-isu kesetaraan jender, hak-hak perempuan dan anak perempuan. Kami berharap dengan penghargaan ini media di Indonesia akan semakin bersemangat mempublikasikan isu-isu yang menjadi keprihatinan perempuan, sehingga menjadi pembelajaran bagi masyarakat," ujar Dian Kartikasari.
Penghargaan Swara Sarasvati merupakan penghargaan yang diberikan KPI setiap dua tahun. Anugerah Swara Sarasvati 2018 merupakan yang ke-lima yang fokus penghargaannya diberikan kepada media-media yang aktif mempublikasikan isu kesetaraan jender terkait pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terutama pencegahan perkawinan anak.
Selain Kompas, anugerah Swara Sarasvati kategori karya jurnalistik juga diberikan untuk media online yakni CNNIndonesia.com dan untuk televisi diberikan kepada Net.tv
Sedangkan kategori jurnalis, selain diberikan kepada wartawan Kompas Sonya Hellen Sinombor anugerah juga diberikan kepada Elise Dwi R (CNNIndonesia.com) dan Dian Ramdhani (Koran Sindo).
Jaleswari juga memberikan apresiasi atas anugerah Swara Sarasvati 2018 kepada media. "Media perlu terus menerus memberikan konten untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengubah cara berpikir dan nilai-nilai masyarakat yang ditengarai selama ini ikut meliegitimasi dan melanggengkan praktik buruk perkawinan anak," ujar Jaleswari. (*)