Pada konteks zamannya, novel-novel karya almarhum Nh Dini tergolong sangat progresif. Sastrawan kelahiran Semarang, 29 Februari 1936 ini berani melawan norma-norma sosial sebagai seorang perempuan Jawa.
Begitu terbit pertama kali tahun 1973, novel legendaris karya Nh Dini, Pada Sebuah Kapal langsung dicetak sebanyak 5.000 eksemplar. Tiga tahun kemudian, novel tersebut dicetak ulang. Begitu terus-menerus selama beberapa kali, dan geger!
"Ada semacam sinisme mengapa novel tersebut bisa menjadi best seller. Ya, karena Nh Dini berani melawan norma-norma sosial sebagai perempuan Jawa," kata Rektor Institut Kesenian Jakarta Seno Gumira Ajidarma, Rabu (19/12/2018) pada diskusi mengenang karya dan kiprah Nh Dini dengan tajuk “Pada Sebuah Novel” di Bentara Budaya Jakarta (BBJ).
Acara yang digelar BBJ bersama Gramedia Pustaka Utama ini juga mendatangkan dua pembicara lain, yaitu sastrawan sekaligus guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Sapardi Djoko Damono dan novelis Intan Paramaditha.
Dalam diskusi-diskusi novelnya, khususnya Pada Sebuah Kapal, ibu-ibu sampai bertanya-tanya, mengapa tokoh Sri, seorang penari yang menjadi istri diplomat Perancis, Charles Vincent diberi peran seperti itu? Mengapa ia memberikan "kehormatannya" meski belum menikah? Mengapa kekasihnya meninggal dan ia mendapat suami lain yang menyia-nyiakannya? "Pada saat itu, hal-hal seperti ini sudah disebut sebagai pemberontakan," kata Seno.
Novel Pada Sebuah Kapal berkisah tentang Sri, sosok perempuan yang mencintai Saputro yang akhirnya tewas dalam kecelakaan pesawat terbang. Ia kemudian menikah dengan Charles Vincent yang keras dan kasar.
Pola relasi kuasa
Dalam novel tersebut, Intan juga melihat adanya perlawanan-perlawanan norma-norma sosial. Ia menemukan adanya refleksi diri Nh Dini tentang bagaimana artinya menjadi seorang Indonesia di luar negeri.
"Dia cukup kritis bercerita tentang Indonesia. Pesan Sri dalam novel Pada Sebuah Kapal sangat keras. Suaminya, seorang bule hanya melihat dirinya sebagai obyek yang eksotis dan tidak punya rasa hormat dengan budaya Indonesia. Ini merefleksikan posisi kita di ranah global yang kadang dinilai sebagai inlander. Ini keren banget. Kalaupun Nh Dini mengolah isu-isu gender dan seksualitas, pertanyaan yang mesti dimunculkan adalah bagaimana ini berkelindan dengan pemahaman soal bangsa,"ujarnya.
Banyak yang mengatakan bahwa karya-karya Nh Dini sangat feminin dan perempuan. Namun, dalam cerita tentang tatapan Charles Vincent terhadap Sri, Nh. Dini tampak berusaha menyampaikan kemarahan. Sri adalah perempuan yang dijadikan obyek tidak setara, seorang perempuan asia berkulit coklat dari Indonesia yang tak punya daya tawar di ranah global.
"Ada kemarahan di situ, menurut saya ini perlu dibahas juga dan didalami. Emosi semacam apa, rasa perasaan seperti apa. Kemarahan ini penting untuk dibahas lebih lanjut. Ada pola relasi kuasa dalam novel Nh Dini,"kata Intan.
Pengalaman fisik
Sapardi mengapresiasi Nh Dini sebagai seorang sastrawan yang mengandalkan novel-novelnya berdasarkan pengalaman fisik. Untuk menulis novel, ia pergi berkeliling Eropa, hanyut dan meresapi langsung pengalaman-pengalaman bersentuhan dengan dunia luar.
"Kalau kita mempertimbangkan pengarang perempuan Indonesia sebelum zaman komputer, Nh Dini tak bisa disepelekan. Dia murni menulis karyanya dengan penuh ketelitian berdasarkan pengalaman fisik, sementara yang lain tidak,"ucap Sapardi.
Sepanjang hidupnya, Nh Dini tak pernah berhenti menulis. Pengalaman menulisnya diasah sejak masih di bangku sekolah dengan mengisi kolom majalah dinding. Pada 1952, sajak Nh Dini sudah dimuat di majalah Budaja dan Gadjah Mada di Yogyakarta, cerpen-cerpennya juga sering mengisi halaman-halaman sastra di Majalah Kisah dan Mimbar Indonesia. Tak tanggung-tanggung, karya awalnya langsung diulas oleh tokoh sastra legendaris HB Jassin.