Setelah Dua Abad Berlalu…
Dua ratus sepuluh tahun sejak Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memulai pembangunan Jalan Raya Pos yang menghubungkan Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur, akhirnya Pulau Jawa memiliki ruas jalan baru yang memiliki arti dan skala yang setara dengan “Jalan Daendels” tersebut. Jalan Tol Trans Jawa, yang menghubungkan Merak hingga Pasuruan dalam sebuah jaringan jalur bebas hambatan, resmi dibuka hari ini.
Bagi sebagian orang, yang sudah terlanjur terbiasa dengan berbagai penundaan proyek pembangunan infrastruktur oleh pemerintah sejak Indonesia merdeka, pembukaan jalur tol baru ini bagaikan mimpi yang terlalu cepat terwujud.
Saya selalu berpikir baru cucu saya nanti yang akan menikmati jalan tol Jakarta-Semarang. Tak disangka minggu depan saya sudah bisa melewatinya.
“Saya selalu berpikir baru cucu saya nanti yang akan menikmati jalan tol Jakarta-Semarang. Tak disangka minggu depan saya sudah bisa melewatinya,” ujar Kurnianto (42), warga Semarang, Jawa Tengah, yang sudah bersiap-siap mengajak keluarganya berlibur ke Jakarta pada musim liburan akhir tahun ini.
Secara umum, hari ini Presiden Joko Widodo akan meresmikan empat ruas tersisa dari Jalan Tol Trans Jawa yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Empat ruas tersebut adalah Pemalang-Batang, Batang-Semarang, Salatiga-Kartosuro, dan Wilangan-Kertosono. Ditambah ruas pengganti Gempol-Porong dan Grati-Pasuruan. Dengan demikian, tersambung sudah Jakarta dengan kota-kota utama di Jawa dengan jalur tol.
Tanpa hambatan
Kompas mendapat kesempatan melihat kondisi terkini ruas tol yang baru akan dibuka hari ini, yakni Pemalang-Batang dan Batang-Semarang, saat mengikuti inspeksi jalur tol tersebut bersama Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Inspektur Jenderal Refdi Andri, Senin (17/12/2018). Panjang total ruas tersebut sekitar 114 kilometer.
Secara umum ruas tol tersebut sudah sangat mulus seperti layaknya jalan tol yang sudah dioperasikan. Ruas ini juga menarik karena menawarkan variasi pemandangan di sepanjang jalan, terutama setelah melewati Batang. Ada pemandangan hutan, perkebunan, pantai, hingga bangunan-bangunan ikonik di perjalanan, seperti PLTU Batang yang tengah dibangun dan Jembatan Kalikuto yang berwarna merah di Weleri.
Hanya saja, memang masih terdapat pekerjaan pembangunan pembatas jalan, turap dinding bukit di tepi jalan, hingga pemasangan sejumlah rambu. Pekerjaan ini terlihat makin intens di sekitar Gerbang Tol Kali Kangkung, yang merupakan gerbang tol utama sebelum tol ini melebur dengan Jalan Tol Krapyak-Jatingaleh di Kota Semarang. Tempat-tempat istirahat juga masih minim di sepanjang jalur Pemalang hingga Semarang.
Namun perjalanan berlangsung benar-benar tanpa hambatan. Mobil bisa dipacu pada kisaran kecepatan maksimum yang diizinkan, yakni 100 km per jam, secara konstan. Badan dan pikiran pun tak lelah untuk menyiasati kepadatan lalu lintas yang bercampur dengan sepeda motor, becak, sepeda, angkutan kota hingga bus-bus mini yang berulangkali berhenti di sepanjang jalur pantura.
Hilang sudah kisah derita panjang melintasi jalur pantura yang biasanya mewarnai setiap kegiatan mudik dari Jakarta menuju Jawa Tengah atau Jawa Timur.
Lebih dari semua nilai kenyamanan perjalanan itu, arti penting tol baru ini adalah potensi pertumbuhan dan pemerataan perkembangan ekonomi. Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara IX Iryanto Hutagaol, yang sebagian lahan perkebunannya di Jawa Tengah digunakan untuk ruas tol ini, optimistis tol baru akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Dulu pengusaha enggan membuka usaha atau industri di Jawa Tengah ini, karena ongkos mengirim barang ke Jakarta atau Surabaya tinggi dan waktunya lama. Pertumbuhan ekonomi di sini pun stagnan. Saya yakin ke depan pertumbuhan ekonomi di sini akan makin tinggi dengan dibukanya tol ini,” tutur Iryanto, yang perusahaannya memproduksi berbagai komoditas perkebunan, seperti karet, kopi, teh, dan gula, ini, saat ditemui di Semarang, Selasa (18/12/2018).
Pernyataan Iryanto itu benar adanya. Perjalanan Brebes-Semarang yang biasanya membutuhkan waktu 4-5 jam melewati jalur pantura, kini ditempuh tak lebih dari 2 jam melewati tol. “Saya tadi pagi hanya butuh satu seperempat jam dari Semarang menuju Brebes Timur lewat tol ini, karena mobil bisa berlari konstan 160 km per jam,” tutur seorang staf kementerian yang menyambut rombongan Kakorlantas di Gerbang Tol Brebes Timur sebelum melakukan inspeksi ke Semarang.
Waspadai risiko
Namun, tentu saja melarikan mobil hingga kecepatan tersebut tidak boleh ditiru mentah-mentah. Selain melanggar batas kecepatan maksimum di jalan tol, ada berbagai risiko perjalanan yang harus dipahami semua orang yang sudah tak sabar untuk segera menjajal jalan tol Trans Jawa ini.
Pertama-tama yang harus dipahami adalah, dalam sejarah Indonesia, belum pernah ada jalan tol dengan rentang sepanjang tol baru ini. Di balik kenyamanan dan kecepatannya, perlu ada berbagai persiapan yang harus dilakukan untuk bisa melewatinya dengan aman dan selamat.
Pattern istirahat maksimal setiap 2 jam dan lama mengemudi tidak lebih dari 10 jam dalam cycle 24 jam biologis tubuh manusia harus dilakukan.
Jusri Pulubuhu, pendiri dan instruktur senior Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), menekankan risiko yang muncul dari perjalanan panjang yang monoton, karena hampir seluruh ruas tol Trans Jawa terdiri atas jalur jalan yang lurus dan beraspal mulus. Hal ini bisa memicu rasa kebosanan yang bisa berujung pada rasa kantuk yang berbahaya. “Pattern istirahat maksimal setiap 2 jam dan lama mengemudi tidak lebih dari 10 jam dalam cycle 24 jam biologis tubuh manusia harus dilakukan,” tandasnya.
Jusri juga mengingatkan pengemudi untuk beristirahat cukup sebelum memulai perjalanan dan memastikan kondisi mobil prima untuk perjalanan jarak jauh dalam kecepatan cukup tinggi secara konstan. Secara khusus kondisi rem dan ban mobil perlu dicermati. Pastikan kondisi fisik ban masih bagus dan diisi angin dengan tekanan sesuai rekomendasi pabrikan mobil.
Selamat menikmati Tol Trans Jawa, urat nadi baru dalam kehidupan bangsa ini!