TOKYO, KAMIS — Pasar-pasar saham di Asia merosot pada Kamis (20/12/2018), seiring dengan kerugian besar di Wall Street setelah bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed, menentang tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Presiden Donald Trump dan menaikkan suku bunga pada Rabu waktu setempat. Para pelaku pasar dan investor khawatir, langkah itu bisa mencekik pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan suku bunga The Fed sudah diantisipasi pasar. Meski demikian, investor terperangah beberapa saat setelah Gubernur The Fed Jerome Powell memulai konferensi pers, Rabu (19/12/2018). Powell tidak memberikan sinyal yang jelas tentang tindakan The Fed selanjutnya. Suku bunga The Fed naik seperempat poin ke kisaran 2,25-2,5 persen, mengangkat suku bunga acuan Fed ke titik tertingginya sejak 2008. Ini berarti, biaya pinjaman akan lebih tinggi bagi banyak konsumen dan bisnis.
Hal itu merupakan untuk kali keempat pada tahun ini The Fed menaikkan suku bunga. Setelah kenaikan kali ini, indeks Dow Jones Industrial Average merosot ke level terendah pada 2018. Hal itu mencerminkan kekuatan lanjutan ekonomi AS, tetapi mengisyaratkan bahwa mereka memperkirakan akan memperlambat kenaikan suku bunga tahun depan.
Tokyo memimpin penurunan harga-harga saham Asia pada Kamis ini yang tergelincir hingga 1,7 persen. Indeks Nikkei sedikit berubah setelah Bank of Japan mempertahankan suku bunga di tengah ancaman proteksionisme perdagangan dan kenaikan pajak yang berpotensi menyebabkan ekonomi melemah.
Sementara indeks saham Shanghai turun 0,5 persen, bahkan setelah Bank Rakyat China mengatakan bahwa mereka akan memasok likuiditas biaya rendah hingga tiga tahun ke bank yang bersedia meminjamkan lebih kepada perusahaan kecil. Ini seiring dengan langkah para pembuat kebijakan guna menopang ekonomi yang berpeluang lesu. Indeks saham Hong Kong, Seoul, dan Sydney juga berada di posisi lebih rendah.
Investor rata-rata mengartikan, The Fed berharap melakukan pendekatan yang kurang agresif di tengah kekhawatiran bahwa pertumbuhan global melambat. ”The Fed telah menjadi teman dekat dari pasar saham dan mereka sekarang ini mulai menjadi musuh dan bisa saja akan menjadi musuh besar pasar sebelum semua ini berakhir,” kata Bob Doll, Kepala Strategi Ekuitas Nuveen dan manajer portofolio senior, kepada Bloomberg.
Dua kenaikan
The Fed sekarang memproyeksikan hanya akan ada dua kenaikan suku bunga pada 2019, turun dari tiga sebelumnya. Lembaga itu memangkas perkiraan terhadap pertumbuhan dan inflasi AS. Stephen Innes, Kepala Perdagangan Asia-Pasifik di OANDA, mengatakan, ”Fed menyampaikan kenaikan yang pasif, tetapi jelas tidak ada cukup penegasan dalam pernyataan bahwa The Fed hampir menghentikan atau mengakhiri siklus kenaikan suku bunga mereka lebih cepat dari yang diperkirakan.”
Dalam beberapa tahun terakhir, The Fed telah memberikan sinyal terkait tindakan mereka beberapa minggu sebelumnya untuk mempersiapkan pasar keuangan terhadap perubahan apa pun. Namun, sekarang risiko kejutan bisa meningkat.
Tahun depan, Powell akan mulai mengadakan konferensi pers setelah masing-masing delapan pertemuan The Fed setiap tahun, bukan hanya tiga bulanan. Ini akan memungkinkan dia untuk menjelaskan perubahan kebijakan mendadak. Namun, hal itu juga meningkatkan risiko bahwa The Fed akan mengguncang pasar dengan menangkap kesan bahwa mereka lengah.
Beberapa analis mengatakan, The Fed mungkin ingin berhenti dalam pengetatan kredit untuk menilai bagaimana tarif ekonomi dalam beberapa bulan mendatang berjalan di tengah ketidakpastian yang dihadapinya. Persepsi ini diperkuat dengan pandangan Powell bahwa tarif tampak tepat di bawah tingkat yang Fed sebut ”netral” di mana mereka dianggap tidak menstimulasi pertumbuhan atau menghambatnya.
Ray Attrill, ahli strategi di National Australia Bank, mengatakan bahwa sentimen pasca-Fed ”sedikit mengejutkan” mengingat bank menekankan langkah-langkah secara ”bertahap” terkait dan terhadap laju kenaikan suku bunga acuan The Fed pada tahun depan. Kondisi limpahan dan respons pasar yang terguncang pasca-pengumuman The Fed itu pun kemudian memperdalam kekhawatiran atas prospek pertumbuhan global.
Pertumbuhan global terancam melambat menyusul genderang perang dagang yang ditabuh Presiden Trump, ekonomi China yang diproyeksikan ikut melambat, dan potensi gejolak dari Inggris ketika negara itu keluar dari Uni Eropa.
Upaya untuk menyelesaikan perang perdagangan AS-China terus berlangsung. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan, Washington dan Beijing berencana mengadakan pertemuan pada Januari tahun depan guna merundingkan ”gencatan senjata” perdagangan yang lebih luas.
Sebagaimana diwartakan, pada awal Desember lalu Trump dan Presiden China Xi Jinping menyepakati semacam ”gencatan senjata” terkait penerapan tarif dari dan terhadap masing-masing pihak selama 90 hari atau hingga Maret 2019.