Hadapi Era Industri 4.0, Himbara Sinergi Pemanfaatan "Cloud"
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bank nasional yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara sepakat bersinergi memanfaatkan sistem komputasi awan. Harapannya adalah mampu meningkatkan kecepatan dan kualitas pendistribusian layanan keuangan kepada masyarakat.
Direktur Teknologi Informasi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sekaligus Ketua Task Force Cloud Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Andi Nirwoto mengatakan, sinergi pemanfaatan sistem komputasi awan (cloud) akan diwujudkan ke aktivitas nyata. Misalnya, manajemen gangguan layanan dan manajemen risiko.
Untuk manajemen gangguan layanan, sistem komputasi awan akan dipasang di jaringan anjungan tunai mandiri keempat bank Himbara. Apabila ada nasabah mengalami ancaman kejahatan, sistem komputasi awan memudahkan deteksi dan penyelesaian kasus.
Sementara manajemen risiko, sistem komputasi awan dapat dipakai menyimpan data profil calon nasabah yang ingin mengajukan pinjaman di salah satu anggota Himbara. Apabila sebelumnya pernah menerima kredit dari bank Himbara lainnya, proses verifikasi pengajuan berikutnya lebih mudah.
"Tantangan penerapan sinergi pemanfaatan sistem komputasi awan adalah perlindungan hukum keterbukaan data. Tantangan ini perlu dibicarakan dengan regulator. Apa yang memungkinkan sekarang dilakukan adalah sinergi infrastruktur dan platform sistem komputasi awan," ujar Andi yang ditemui usai pengumuman penandatangan Nota Kesepahaman Eksplorasi dan Pemakaian Bersama Teknologi Virtual Private Cloud, Kamis (20/12/2018), di Plaza Bapindo Mandiri Tower, Jakarta.
Sinergi pemanfaatan sistem komputasi awan antar anggota Himbara juga bertujuan menyikapi disrupsi digital di era revolusi industri 4.0. Sejak dua - tiga tahun terakhir, masing-masing anggota Himbara serius bertransformasi digital yang salah satunya ditandai dengan adopsi masif sistem komputasi awan.
BTN mengadopsi sistem komputasi awan untuk tujuan penyimpanan data. Sebagai contoh, data segala informasi produk di laman BTN Property disimpan di penyimpanan data berbasis sistem komputasi awan milik publik. Alasannya, informasi produk tersebut dirasa tidak strategis.
Direktur Teknologi Informasi BNI Dadang Setiabudi menyebutkan, pada 2019, pihaknya akan menggelontorkan belanja modal khusus kebutuhan teknologi informasi sekitar Rp 1 triliun. Dana ini diperuntukkan untuk infrastruktur sistem komputasi awan dan teknologi kecerdasan buatan yang mendukung layanan internet banking.
Dari sisi penyimpanan data, BNI juga sudah mengadopsi komputasi awan. Untuk data yang sifatnya transaktional dan non-publik, seperti data hasil transaksi BNI Mobile Banking, e-office, dan bantuan sosial, BNI memakai private cloud. Adapun data di aplikasi BNI e-learning dan BNI Survey disimpan di public cloud karena dinilai kurang strategis.
"Pada kurun waktu 2007 - 2008, kami masih mencoba-coba memanfaatkan sistem komputasi awan untuk tujuan virtualisasi. Mulai masuk tahun 2015, kami berpikir otomasi akan semakin merajarela. Maka, kami putuskan adopsi sistem komputasi awan lebih luas, mulai dari penyimpanan data sampai menjalankan platform produk perbankan," katanya.
Head of Digital Center of Excellence BRI Kaspar Situmorang menyebut total belanja teknologi informasi, termasuk sistem komputasi awan, pada 2019 mencapai sekitar Rp 3 triliun. Nilai ini naik 20 persen dibanding tahun sebelumnya.
"Pada 2019, kami mau mengoptimalkan layanan ke segmen mikro. Belanja teknologi informasi juga akan dipakai untuk investasi manajemen risiko," tutur dia.
Direktur Teknologi Informasi dan Operasi PT Bank Mandiri Tbk Rico Usthavia Frans mengemukakan, menghadapi perkembangan teknologi yang begitu cepat, dan demi mendukung transformasi digital menuju industri 4.0, perusahaan meluncurkan Mandiri Cloud. Teknologi dalam Mandiri Cloud dikembangkan menjadi hybrid cloud sehingga dapat bersinergi dengan Himbara untuk eksplorasi dan penggunaan bersama.
"Pada 2019, kami akan belanja teknologi informasi sekitar Rp 2 triliun," katanya.
Pada saat bersamaan, Country Manager VMWare Indonesia (penyedia infrastruktur sistem komputasi awan) Cin Cin Go mengatakan, bertransaksi secara nontunai semakin menjadi kebiasaan di masyarakat. Mengutip laporan survei VMWare Banking Consumer 2020 Study, satu konsumen di Indonesia menggunakan satu sampai tiga aplikasi pembayaran digital di ponsel pintar mereka.
Untuk Indonesia, survei itu menyasar ke 1.000 orang pengguna internet di enam kota besar. Survei berlangsung pada September 2018. Sekitar 65 persen dari total responden memakai satu sampai tiga aplikasi layanan daring dan menyimpan data perbankan mereka di aplikasi tersebut.
"Rata-rata setiap bank harus memproses permintaan layanan melalui aplikasi pembayaran digital 200 sampai 300 kali per jam. Aplikasi di sini bisa berwujud mobile banking ataupun sistem agen-agen bank. Dengan demikian, perbankan membutuhkan infrastruktur teknologi informasi yang cepat mendistribusikan layanan, aman, dan berkualitas, semisal komputasi awan," ujar Cin Cin Go.