JAKARTA, KOMPAS — Perlindungan konsumen pada era ekonomi digital dinilai masih lemah. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat perlindungan konsumen melalui undang-undang dan sejumlah regulasi.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman di Jakarta, Kamis (20/12/2018), menyatakan, ekonomi digital itu tidak hanya terkait e-dagang, tetapi beberapa hal penting lain, seperti kecerdasan buatan, perpaduan data besar, dan konektivitas.
Dari catatan BPKN, setidaknya ada sejumlah sektor yang perlu lebih diperhatikan terkait perlindungan konsumen. Beberapa sektor itu adalah perumahan, obat dan makanan, e-dagang, transportasi angkutan orang, penerbangan, kesehatan dan jaminan sosial, serta teknologi finansial.
Regulasi dinilai perlu disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Ekonomi digital, menurut Ardiansyah, mendisrupsi integritas perlindungan konsumen. Oleh karena itu, kelembagaan, regulasi, dan pengelolaan perlindungan konsumen harus menyesuaikan perubahan itu. Salah satu upaya memperkuat adalah dengan mengakomodasi dinamika transaksi yang adil dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Konsumen.
Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari mengatakan, ada beberapa contoh yang menunjukkan regulasi belum mendukung perlindungan konsumen dalam transaksi elektronik. Contohnya, ada pengaduan masyarakat yang memesan kamar hotel atau tiket pesawat yang gagal. Artinya, pemesan tidak bisa memperoleh kamar hotel atau tiket yang dipesan.
Pihak BPKN memfasilitasi sehingga pemesan tiket pesawat mendapatkan uang pengganti tiket. Namun, pemesan kurang puas karena ada kerugian imateriel yang harus ditanggung. Menurut Arief, perlu regulasi yang lebih rinci, seperti rancangan peraturan pemerintah tentang sistem transaksi elektronik.
Kejahatan siber
Bank nasional yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) bersinergi memanfaatkan sistem komputasi awan. Harapannya, mereka mampu meningkatkan kecepatan dan kualitas pendistribusian layanan keuangan kepada masyarakat.
Direktur Teknologi Informasi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sekaligus Ketua Task Force Cloud Himbara Andi Nirwoto mengatakan, sinergi akan diwujudkan ke aktivitas nyata. Contohnya, manajemen gangguan layanan dan manajemen risiko.
Apabila ada nasabah mengalami ancaman kejahatan, sistem akan mudah mendeteksi untuk penyelesaian kasus. ”Tantangan sinergi pemanfaatan sistem komputasi awan adalah perlindungan hukum terkait keterbukaan data. Tantangan ini perlu dibicarakan dengan regulator,” ujar Andi.
Dalam 2-3 tahun terakhir, anggota Himbara serius bertransformasi ke digital, salah satunya ditandai dengan adopsi masif sistem komputasi awan. BTN, misalnya, mengadopsi komputasi awan untuk penyimpanan data.