Di tengah gejolak dunia, perempuan memainkan peran sentral. Selain sepak terjang sejumlah perempuan pemimpin, menguatnya keterlibatan perempuan menandai sebuah era baru.
Hari-hari ini, menjelang berakhirnya tahun 2018, dunia disuguhkan perdebatan tentang kesepakatan Brexit. Perdana Menteri Theresa May menjadi orang paling sibuk menghadapi banyak pihak yang saling berbeda. Tidak mudah bagi May mengatasi persoalan yang diwariskan pendahulunya dalam negosiasi dengan 27 negara Eropa dan terlebih lagi menghadapi politisi di dalam negeri.
PM May menjadi salah seorang pemimpin yang cukup menonjol pada 2018. Hanya ada 11 perempuan pemimpin negara di antara 200 pemimpin yang sekarang ada. Akan tetapi, ada sejumlah hal menarik yang tercatat selama 2018.
Dalam pemilihan umum sela di Amerika Serikat, November lalu, cukup banyak perempuan memenangi kursi di Senat dan Dewan Perwakilan sehingga memecahkan rekor yang ada sebelumnya. Bahkan, itu melampaui rekor pada 1992, yang ketika itu disebut sebagai ”Tahun Perempuan”.
Pemilu sela di AS yang diadakan setiap dua tahun, pada tahun ini menjadi sangat menarik dengan antusiasme warga yang begitu besar untuk memberikan suara. Lebih dari 48 persen warga yang berhak memilih memberi suara pada pemilu itu sehingga tercatat sebagai pemilih terbanyak sejak 1996. Menurut catatan, ini juga merupakan pemilu sela yang paling banyak menyedot perhatian pemirsa televisi sepanjang sejarah. Sebanyak 35 kursi Senat, 36 posisi gubernur negara bagian, dan 435 kursi Dewan Perwakilan (House of Representative) diperebutkan.
Partai Demokrat meraih kemenangan cukup gemilang dan meraih mayoritas di Dewan yang semula dipegang Republik. Yang cukup menarik, banyak anggota baru perempuan yang bisa mengalahkan kandidat pria sehingga pada 2019 akan ada 102 perempuan di Dewan, jumlah terbesar dalam sejarah AS.
SIM untuk perempuan
Di Arab Saudi, tahun 2018 mempunyai arti penting bagi perempuan karena pada pertengahan tahun untuk pertama kali pemerintah kerajaan mengeluarkan surat izin mengemudi (SIM) bagi perempuan. Pada hari pertama, sebanyak 10 perempuan resmi mendapat SIM setelah mengikuti tes dan pemeriksaan kesehatan. Antusiasme perempuan tampaknya cukup tinggi, sebanyak 2.000 perempuan pada Juni itu mengantre untuk mendapatkan SIM.
Sementara di India, gerakan #MeToo tahun 2018 mendapat banyak perhatian setelah artis film Tanushree Dutta mengungkap secara terbuka pelecehan seksual yang pernah dialaminya, yang melibatkan aktor kenamaan negeri itu, Nana Patekar. Keterbukaan Tanushree Dutta atas peristiwa yang terjadi satu dekade lalu itu menginspirasi banyak perempuan korban pelecehan untuk ramai-ramai ikut bersuara.
Catatan lain, seorang perempuan dari etnis minoritas Yazidi di Irak pada tahun ini meraih penghargaan Nobel atas perjuangannya memperjuangkan hak asasi. Nadia Murad (25) merupakan saksi hidup dari kekejaman seksual yang dialami para perempuan di negeri yang bergejolak. Nadia pernah dijadikan budak seks di Mosul. Nobel diterimanya bersama dengan dokter Denis Mukwege yang gigih membantu korban kekerasan seksual di Republik Demokratik Kongo.
Dicabut
Di sisi lain, penerima Nobel perdamaian Aung San Suu Kyi pada 2018 mendapat ”sanksi” tak menyenangkan dari Amnesty Internasional (AI) dan Kanada. AI mencabut penghargaan yang pernah diberikan kepada Suu Kyi pada 2009, Kanada menarik status warga kehormatan yang pernah diberikan. Alasannya senada, Suu Kyi dianggap mengkhianati perjuangannya dengan tidak bersuara terhadap penyiksaan yang dialami etnis Rohingya. Dalam pertemuan puncak di Singapura, Suu Kyi, yang ikut hadir, mendengar kecaman dari para pemimpin dunia.
Perjuangan memang tidak mudah. Belasan aktivis pembela hak perempuan di Arab Saudi dijebloskan ke penjara pada 2018. Kanada yang bersuara keras terhadap penahanan mereka dimusuhi dan berakibat pengusiran dubesnya dari Riyadh.