PALU, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah bersama empat pemerintah kabupaten/kota terdampak gempa bumi punya waktu seminggu memvalidasi data bencana. Data valid dibutuhkan demi kepastian jumlah warga yang berhak memperoleh hunian sementara dan tetap, santunan, serta dana stimulan.
Hingga kini, seluruh data belum valid, baik itu korban meninggal, korban hilang, maupun rumah rusak, mulai dari rusak ringan, sedang, berat, serta hilang. "Saya minta semua dibereskan akhir bulan ini, supaya kami serahkan ke pemerintah pusat pada awal Januari,” kata Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola usai rapat koordinasi dengan berbagai pihak terkait penanganan pascabencana Sulteng di Palu, Jumat (21/12/2108).
Validitas data dibuktikan dengan nama korban (meninggal atau hilang) lengkap dengan alamat. Begitu juga rumah hilang, rusak berat, rusak ringan, dan rusak sedang, lengkap titik lokasinya. Untuk pertanggungjawaban hukum, data itu harus diterbitkan berdasar surat keputusan bupati/wali kota.
Data dari bupati/wali kota diserahkan kepada pemerintah provinsi untuk diteruskan kepada Presiden Joko Widodo. “Entah benar atau tidak, data itu yang dipakai atau dijadikan patokan. Kalau ada yang protes silakan berurusan dengan bupati/wali kota,” ujar Longki.
Warga yang kehilangan anggota keluarga dan rumah memadati kantor kelurahan serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam beberapa hari belakangan.
Longki menjelaskan, data korban meninggal yang valid itu penting sebagai dasar pengajuan santunan korban meninggal. Data kerusakan rumah menjadi acuan kebutuhan hunian sementara dan hunian tetap, klaim dana stimulan atau bantuan penyintas yang rumahnya rusak ringan hingga berat, tetapi masih bisa dibangun di lokasi awal.
Data awal Desember
Berdasar catatan Pusat Data dan Informasi Bencana Sulteng per 6 Desember 2018, korban meninggal akibat gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi pada 28 September lalu di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong ada 2.227 jiwa. Korban hilang 965 jiwa.
Untuk rumah, Pusat Data dan Informasi Bencana mencatat rumah hilang 1.784 unit, rusak berat (24.739), sedang (18.892), dan ringan (22.820).
Korban meninggal dan hilang serta rumah hilang dan rusak, terbanyak di Kota Palu.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng sekaligus Kepala Pusat Data dan Informasi Bencana Sulteng M Hidayat menyatakan, kabupaten/kota sudah memasukkan data. Namun, tidak dilengkapi nama dan alamat (korban dan rumah).
Bupati Donggala Kasman Lassa memastikan, pihaknya telah mengantongi data korban meninggal dan hilang berikut rumah hilang atau rusak. Hal sama juga disampaikan Wakil Bupati Sigi Paulina. Perwakilan Pemerintah Kota Palu tak ada yang hadir.
Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Arie Setiadi Moerwanto menyampaikan, pemerintah daerah jangan lupa memasukkan juga rumah-rumah dalam roza terlarang berdasar peta zona rawan bencana. Penghuni rumah itu direlokasi dan berhak mendapat hunian tetap.
Ketua Forum Warga Korban Likuefaksi Petobo Yahdi Basma menyatakan pihaknya juga terus mendata korban meninggal dan hilang serta rumah hilang dan rusak berat. Data itu akan dijadikan pembanding data yang dihimpun pemerintah.
Mengurus dokumen
Masih terkait pengurusan data, warga yang kehilangan anggota keluarga dan rumah memadati kantor kelurahan serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam beberapa hari belakangan. Di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Palu kemarin, misalnya, warga mengurus akta kematian dan kartu tanda pendudukan elektronik yang hilang. Tak kebagian duduk di kursi di ruang layanan, mereka berdiri untuk mendapatkan kesempatan mengurus dokumen tersebut.
Kasmawati (44), warga Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, mengurus akta kematian anaknya yang berumur 9 tahun. Anaknya meninggal karena tsunami. “Saya mengurus akta kematian ini karena mendapatkan informasi akan ada santunan untuk korban meninggal serta untuk keperluan lainnya ke depan,” katanya.