JAKARTA, KOMPAS - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra menyatakan, pihaknya tengah menjajaki penawaran untuk bekerja sama operasi dengan Indonesia AirAsia. Kerja sama operasi yang akan dilakukan sifatnya sama seperti yang dilakukan dengan Sriwijaya Air yang dimulai bulan lalu.
"Jadi tidak ada pembelian saham. Kami hanya membantu manajemennya saja," kata Ari Askhara usai paparan publik kinerja Garuda Indonesia triwulan III-2018, di Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Menurut Ari, kerja sama ini masih dalam tahap penjajakan, belum ada perjanjian tertulis. Garuda mengaku tertarik untuk melakukan kerja sama itu.
"Kami melihat dari potensinya mereka. Kalau Sriwijaya, kan, jelas menguasai pasar hingga 15 persen. Kalau Airasia memang cuma 2 persen. Tetapi kami melihat potensi konektivitas AirAsia terutama untuk regional. Dia cukup kuat, itu yang kita mau coba," kata Ari.
Kerja sama operasi dengan AirAsia, kata Ari, akan diarahkan dengan Citilink Indonesia untuk menjalin konektivitas internasional dan domestik.
Direktur Utama Citilink Indonesia, Juliandra Nurtjahjo mengatakan, pihaknya sudah mengetahui adanya peluang kerja sama itu. "Kami sedang mereview kemungkinan kerja sama itu," kata Juliandra.
Sementara itu, CEO AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan menyatakan, pihaknya sangat terbuka untuk melakukan kerja sama dengan siapa saja, selama sama-sama menguntungkan. "Tentunya sangat tergantung dari bentuk KSO (kerja sama operasi)-nya," kata Dendy.
Mengenai realisasi KSO tersebut, menurut Dendy, belum mengetahui kapan akan terlaksana, karena masih dalam taraf pembicaraan awal.
Dalam kerja sama Garuda dengan Sriwijaya Air, menurut Ari, berharap dapat hasil yang terbaik bagi keduanya. "Dalam lima tahun ke depan, kami ingin bisa membeli saham Sriwijaya hingga 51 persen. Tetapi sekarang masih dalam kerja sama manajemen saja. Jadi pembukuan keuangan Sriwijaya belum masuk ke pembukuan Garuda Group," ujar Ari.
Kemungkinan Garuda mendapatkan saham Sriwijaya dari konversi utang Sriwijaya kepada BUMN. "Sriwijaya memang mempunyai utang yang cukup besar kepada BUMN. Oleh karena itu, kami sedang berkonsultasi dengan Kementerian BUMN untuk masalah itu," kata Ari.
Dipaparkan saat ini kewajiban Sriwijaya kepada Garuda Maintenance Facility (GMF) sebesar 58 juta dollar AS, kepada Pertamina 60 juta dollar AS, dan BNI sebesar Rp 500 miliar.
Selain kerja sama operasi, Garuda Indonesia melalui GMF juga telah melakukan kerja sama strategis dengan Air-France Industries KLM Engineering & Maintenance untuk membangun kapabilitas dan mengoptimalkan proses bisnis GMF serta mengembangkan potensi pasar yang ada.
"GMF juga menjalin kerja sama senilai 500 juta dollar dengan PT China Communication Construction Indonesia untuk pembangunan industri ban pesawat vulkanisir," kata Ari.
Diharapkan dengan banyaknya kerja sama dilakukan akan terus meningkatkan pendapatan Garuda Group. Pada tahun 2019, Garuda berharap bisa membukukan keuntungan sebesar Rp 1 triliun.