Pembagian Jagung Pakan Dinilai Tidak Tepat Sasaran
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar jagung pakan yang diimpor dari Brasil sudah sampai dan dibagikan kepada peternak. Akan tetapi, peternak ayam petelur atau layer menilai pembagiannya tidak tepat sasaran karena sebagian besar peternak masih harus membeli jagung dengan harga mahal.
Jagung impor untuk pakan itu dijual kepada peternak layer dengan harga Rp 4.000 per kilogram (kg). Menurut Direktur Pengadaan Perum Bulog Bachtiar, jagung itu sudah dibagikan kepada peternak kelas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Akan tetapi, jagung murah itu hanya dinikmati peternak layer yang menyuplai telur nasional sebesar 15 persen. ”Oleh karena itu, kami menilai pembagian telur tidak tepat sasaran,” kata Presiden Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi saat dihubungi, Jumat (21/12/2018).
Musbar memaparkan, telur yang diproduksi peternak layer tingkat UMKM sebesar 1.200 ton per hari dari total produksi nasional sebesar 7.600 ton per hari. Sementara sebanyak 6.400 ton lainnya disuplai peternak kelas usaha menengah ke atas.
Saat ini, peternak layer kelas usaha menengah ke atas tetap menggunakan jagung pakan dengan harga Rp 5.600-Rp 6.000 per kg. Akibatnya, harga telur ayam nasional di tingkat konsumen berada di atas Rp 23.000 per kg sebagai acuan.
Saat ini, peternak layer kelas usaha menengah ke atas tetap menggunakan jagung pakan dengan harga Rp 5.600-Rp 6.000 per kg. Akibatnya, harga telur ayam nasional di tingkat konsumen di atas Rp 23.000 per kg sebagai acuan.
Jika jagung pakan seharga Rp 4.000 per kg dapat diakses peternak menengah ke atas, harga telur ayam nasional dapat berada di sekitar harga acuan. Musbar mengatakan, hal ini sesuai dengan struktur harga acuan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2018.
Oleh karena itu, Musbar berharap, pemerintah tidak memaksa peternak layer ikut operasi pasar. Berdasarkan aturan yang sama, harga jual telur ayam di tingkat peternak sebesar Rp 18.000-Rp 20.000 per kg. ”Ongkos produksi telur saat ini di tingkat peternak sebesar Rp 21.000 per kg,” ucapnya.
Tak hanya tidak tepat sasaran, Musbar menyoroti lamanya waktu pengiriman jagung pakan kepada peternak layer. Ada jeda waktu seminggu antara pemesanan dan pengiriman jagung pakan. Padahal, pemesanan tersebut sudah disertai dengan pembayaran dari pihak peternak.
Kebutuhan jagung pakan peternak layer nasional sebesar 210.000 ton per bulan. Ke depan, Musbar menyarankan, Perum Bulog dapat memiliki sejumlah silo dan mesin pengering untuk menjadi penyangga jagung untuk peternak layer, terutama di sentra-sentra yang belum terintegrasi dengan pabrik pakan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, jagung yang sudah sampai pada Desember ini berkisar 73.000 ton. Sekitar 27.000 ton akan datang pada Januari 2019.
Selama waktu pengiriman jagung impor, Bulog meminjam jagung ke perusahaan pabrik pakan ternak untuk diberikan kepada peternak layer. Bachtiar mengatakan, ada 6.500 ton jagung yang dipinjam dan semuanya sudah dikembalikan kepada pabrik pakan.