JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar rupiah tidak bergejolak meski Bank Indonesia tidak mengikuti langkah bank sentral Amerika Serikat, The Fed, dalam mengerek suku bunga acuan. Stabilitas ini hadir seiring dengan menguatnya kepercayaan global yang menahan arus keluar modal asing dari dalam negeri.
Berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Jumat (21/12/2018), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di level Rp 14.480, turun 19 poin dari hari sebelumnya. Stabilitas pun tergambar pada pergerakan indeks harga saham gabungan yang ditutup menguat 0,26 persen ke level 6.163,60 pada perdagangan kemarin.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam mengatakan, stabilitas rupiah dan IHSG lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen global. Sementara sentimen dari dalam negeri hanya menjadi pelengkap dalam memperkuat pergerakan rupiah ataupun IHSG.
”Saat ini kondisi ekonomi global cukup kondusif tanpa adanya banyak isu negatif yang mengganggu persepsi investor asing dan memicu mereka untuk mengalihkan investasi dari emerging market,” ujarnya di Jakarta.
Sejumlah faktor global yang membuat investor lebih menahan uang mereka di pasar negara berkembang, menurut Pieter, salah satunya adalah perang dagang AS-China sedikit mereda dengan dihentikannya sementara perang tarif serta dimulainya negosiasi dua negara.
Selain itu, dalam rapat komite pasar terbuka (FOMC), Gubernur The Fed Jerome Powell memberikan sinyal kenaikan bunga acuan AS pada 2019 tidak akan seagresif tahun 2018.
Kepercayaan global menguat
Dari dalam negeri, Pieter mencermati kepercayaan global yang terus menguat terhadap Indonesia, terbukti dari aliran modal yang terus masuk dan stabilitas nilai tukar. BI mencatat, aliran dana masuk sepanjang Januari hingga November 2018 mencapai 7,9 miliar dollar AS di semua instrumen keuangan, baik saham maupun surat utang obligasi global korporasi.
Secara terpisah, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah pun melihat adanya ruang penguatan nilai tukar rupiah kembali ke posisi awal tahun 2018 atau di kisaran Rp 13.500 per dollar AS. Peluang ini muncul akibat sejumlah faktor global yang mendukung penguatan nilai tukar rupiah tahun depan.
”Negosiasi perang dagang diperkirakan akan mencapai kesepakatannya pada Februari 2019. Adapun kesepakatan Brexit Inggris diperkirakan selesai pada Maret,” ujarnya.
Penguatan nilai tukar rupiah ditopang oleh derasnya aliran modal asing masuk seiring tekanan eksternal yang mereda. Selain derasnya arus modal asing yang masuk, pasokan valas dari investor asing November lalu juga menjadi yang terbesar sepanjang 2018, mencapai 4,3 miliar dollar AS.
Sementara itu, cadangan devisa akhir November 2018 sebesar 117,2 miliar dollar AS, naik dari akhir Oktober yang sebesar 115,2 miliar dollar AS. Sejumlah faktor penopang kenaikan cadev antara lain penerimaan devisa migas, penarikan utang luar negeri pemerintah, dan penerimaan devisa lainnya yang melebihi kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Nanang mengatakan, BI akan memastikan rupiah bergerak sesuai mekanisme pasar. Intervensi terhadap pasar keuangan, lanjutnya, hanya akan dilakukan jika ada tekanan berlebihan pada nilai tukar rupiah.
Untuk diketahui, dua hari lalu The Fed kembali menaikkan suku bunganya untuk keempat kali pada tahun ini sebesar 25 basis poin sehingga berada pada rentang 2,25 persen hingga 2,5 persen. Adapun pada rapat Dewan Gubernur BI, suku bunga acuan BI ditahan pada besaran 6 persen.
BI akan memastikan rupiah bergerak sesuai mekanisme pasar. Intervensi terhadap pasar keuangan hanya akan dilakukan jika ada tekanan berlebihan pada nilai tukar rupiah.
Analis Mega Capital Sekuritas, Adrian Priyatna, menilai, naiknya suku bunga acuan The Fed justru memberi angin segar bagi prospek IHSG pada tahun depan. Langkah The Fed dinilai positif seusai persepsi tahun depan mereka hanya akan menaikkan tingkat suku bunga dua kali dari sebelumnya empat kali.
Keputusan BI mempertahankan tingkat suku bunga acuan, suku bunga pinjaman rupiah bank dari BI (6,75 persen), dan suku bunga simpanan rupiah bank di BI (5,25 persen) menopang pergerakan IHSG pada perdagangan akhir pekan ini.
”Investor yakin tingkat suku bunga saat ini mampu menurunkan defisit transaksi berjalan dan juga mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik,” lanjutnya.
Adapun kenaikan suku bunga The Fed pada akhir tahun turut mengindikasikan semakin terbatasnya kenaikan tingkat suku bunga acuan BI. ”Situasi ini memberikan pengaruh positif bagi sektor-sektor yang terpengaruh dengan kebijakan suku bunga. Namun, asumsi tersebut hanya terjadi jika tahun depan ekonomi AS tidak resesi,” ucap Adrian.