BANDUNG, KOMPAS - Perguruan tinggi berperan penting membentuk karakter pemimpin negara di masa depan. Untuk itu, kampus bertanggung jawab mengajarkan konsep tentang kemajemukan dan toleransi sebagai benteng untuk menghalau gerakan anti-Pancasila.
”Saat ini gerakan anti-Pancasila tumbuh di berbagai kampus. Ini harus dilawan dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila. Jangan sampai terhasut ideologi lain,” kata anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Mahfud MD, seusai memberikan kuliah umum di Universitas Islam Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (21/12/2018). Kuliah umum bertema ”Mengembalikan Keadaban Pancasila: Strategi Internalisasi Nilai Pancasila” itu dihadiri antara lain Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ainum Na’im.
Mahfud mengatakan, penanaman nilai Pancasila dapat dilakukan lewat dua jalur, yaitu jalur kurikuler dalam materi pembelajaran dan lewat gerakan yang membangun kesadaran bertoleransi di tengah perbedaan.
Menurut Mahfud, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab besar menumbuhkan paham kebangsaan karena di lembaga itulah dibentuk karakter calon pemimpin negara. ”Hampir semua penggerak roda pemerintahan, dari pusat hingga daerah, lulusan perguruan tinggi. Oleh sebab itu, mereka (mahasiswa) harus dibekali dengan pemahaman Pancasila,” ujarnya.
Konsepsi kebinekaan dalam kehidupan berbangsa juga harus terus dirawat. Sebab, hal itu sudah menjadi dasar pemikiran para pendiri bangsa saat berjuang merebut kemerdekaan. ”Soekarno (presiden pertama Indonesia) dan pendiri bangsa lainnya sudah mendiskusikan itu. Perbedaan bukan untuk dilawan. Namun, berlombalah untuk maju bersama dalam persatuan,” kata Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Dibangun
Lebih jauh Mahfud mengatakan, generasi muda perlu mengingat latar belakang Indonesia yang dibangun dari berbagai kekuatan di masyarakat, tanpa membedakan suku, ras, agama, dan golongan. Untuk itu, negara wajib melindungi semua kelompok. Perbedaan pandangan politik, ujarnya, merupakan hal lumrah dan mesti diselesaikan lewat cara demokratis.
”Jangan memprovokasi, apalagi menggunakan cara-cara kekerasan. Landasan kita jelas, demokrasi,” ucap Mahfud. Namun, gerakan yang berupaya mengganti Pancasila sebagai ideologi negara harus dilawan. Sebab, Pancasila sudah disepakati para pendiri bangsa sebagai dasar kehidupan bernegara untuk melindungi semua kelompok masyarakat.
Perbedaan paham keagamaan dan politik, lanjut Mahfud, dapat memicu perpecahan seperti di Suriah. Akibatnya, terjadi perang saudara berkepanjangan yang merugikan rakyat. ”Walaupun berbeda-beda, kita di Indonesia bisa hidup nyaman. Perbedaan itu ciptaan Tuhan. Jangan bertengkar karena beda agama,” ujarnya.
Ainum Na’im mengemukakan, pihaknya terus mendorong perguruan tinggi aktif menanamkan nilai-nilai Pancasila. Tak hanya dalam kegiatan akademik, tetapi juga pembinaan organisasi mahasiswa di lingkungan kampus.
Pihaknya juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Ristek dan Dikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Kampus. Peraturan ini sebagai bagian dari upaya menekan paham radikalisme dan intoleransi di lingkungan kampus.