BANDUNG, KOMPAS — Tsunami di Selat Sunda yang menerjang sejumlah pantai di Banten dan Lampung tidak dipicu aktivitas gempa bumi. Berdasarkan rekaman getaran tremor, aktivitas Gunung Anak Krakatau juga tidak menimbulkan gelombang air laut. Dugaan penyebab tsunami akibat longsoran bawah laut masih diverifikasi.
”Untuk menimbulkan tsunami perlu ada runtuhan besar yang masuk ke kolom air laut. Dan untuk merontokkan bagian GAK yang longsor ke laut diperlukan energi cukup besar. Ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api,” ujar Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Wawan Irawan, Minggu (23/12/2018).
Oleh sebab itu, pemicu longsoran bawah laut tersebut harus diverifikasi. Tim PVMBG telah berada di lokasi terdampak tsunami dan telah berkoordinasi dengan tim dari instansi lainnya.
Wawan mengatakan, pada 23 Juli 2018 teramati lontaran material pijar yang jatuh di sekitar Pulau Anak Krakatau. Radius bahaya GAK yang sebelumnya berjarak 1 kilometer diperluas menjadi 2 km dari kawah.
Aktivitas Gunung Anak Krakatau juga tidak menimbulkan gelombang air laut. Dugaan penyebab tsunami akibat longsoran bawah laut masih diverifikasi.
Pada 22 Desember, GAK mengalami letusan. Secara visual teramati letusan dengan tinggi asap 300-1.500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm).
”Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar GAK masih bersifat lepas. Material letusan juga merusak seismograf di sekitarnya. Namun, masih ada seismograf lain yang bisa memantau aktivitas GAK,” ujarnya.
Saat ini status GAK masih tetap level II (Waspada). Masyarakat tidak diperbolehkan mendekati GAK dalam radius 2 km dari kawah.
Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto mengatakan, longsoran bawah laut dapat dipicu berbagai faktor, di antaranya gempa bumi dan letusan gunung api di bawah laut.
”Dari monitoring GAK sudah terlihat tidak ada aktivitas getaran cukup besar. Gempa bumi juga tidak terdeteksi. Jadi, harus ke lapangan untuk memastikan adanya longsoran bawah laut di GAK,” ujarnya.
Agus mengatakan, longsoran bawah laut juga terjadi saat letusan Gunung Krakatau 1883 yang memicu tsunami. Hal yang sama terjadi saat letusan Gunung Tambora pada 1815.