JAKARTA, KOMPAS — Institute for Transportation and Development Policy Indonesia menyatakan, terkait dengan upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ingin membuat kebijakan ganjil genap permanen, ganjil genap sebaiknya diberlakukan seharian dengan Pemprov DKI harus bisa memberikan penjelasan mengenai tujuan kebijakan itu. Dari sisi angkutan umum, koridor transjakarta harus dijaga steril untuk menjamin layanan angkutan umum.
Yoga Adiwinarto, Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, Minggu (23/12/2018), mengatakan, aturan ganjil genap sebaiknya dilaksanakan seharian dari pukul 06.00 hingga 21.00.
Dalam 2,5 bulan terakhir, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 106 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap, pembatasan lalu lintas dilaksanakan pada jam sibuk pagi (06.00-10.00) dan sore hari (16.00-20.00).
Pemberlakuan aturan secara terpisah ini, kata Yoga, membuak peluang bagi warga yang bepergian ke Jakarta menggunakan kendaraan pribadi di luar waktu itu. Di luar persoalan ini, penjagaan koridor atau sterilisasi koridor transjakarta selama pembatasan masih lemah dalam tiga bulan terakhir.
”Dengan demikian, jika Pemprov DKI mau membuat kebijakan ganjil genap permanen, sebaiknya aturan diterapkan seharian,” ujar Yoga.
Langkah itu akan memaksa orang berpindah menggunakan angkutan umum. Namun, pengelola transjakarta juga semestinya mengimbangi dengan menjaga dan membuat koridor steril, yaitu untuk menjamin kelancaran angkutan. Selain itu, sebaiknya rute ganjil genap diperluas.
Dari evaluasi selama perhelatan Asian Games dan Asian Para Games 2018, kecepatan bus transjakarta naik 20-30 persen dari sebelumnya. Itu didukung dengan waktu pelaksanaan ganjil genap pukuk 06.00-21.00 juga ada strerilisasi koridor. ”Apabila Pemprov DKI hendak membuat permanen, harus ada penjelasan mengenai tujuan kebijakan itu,” kata Yoga.
Gembong Warsono, anggota Komisi A bidang pemerintahan DPRD DKI Jakarta, menilai, aturan ganjil genap untuk mendorong orang berpindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum adalah baik. Ia juga melihat aturan ganjil genap bisa dipakai untuk mengurangi kemacetan, bahkan memberikan dampak berupa pengurangan polusi.
”Namun, saya mempertanyakan jika kebijakan itu dibuat permanen. Saya khawatir warga malah akan membeli kendaraan baru jika aturan dibuat permanen,” ujarnya.
Gembong yang juga Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI itu juga menilai, jika aturan ganjil genap diterapkan untuk memaksa orang berpindah ke angkutan umum, ia mempertanyakan kemampuan sistem angkutan umum yang terintegrasi, yaitu yang disebut Jaklingko.
”Saat ini untuk angkutan umum utama memang sudah bagus. Tapi, untuk angkutan lingkungan dari rumah ke titik rute utama angkutan umum masih belum bagus,” katanya.
Ia menilai, sebaiknya aturan itu diperpanjang saja dengan evaluasi, yaitu sambil menunggu Pemprov DKI membereskan Jaklingko dan menunggu angkutan umum moda raya terpadu (MRT) dan kereta ringan (LRT) beroperasi.
Seperti diketahui, dalam paparan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) terkait dengan hasil studi Pendapat Masyarakat Mengenai Pelaksanaan Kebijakan Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap, Jumat (21/12/2018), muncul hasil studi bahwa sebagian besar masyarakat menilai penerapan aturan itu tepat. Mayoritas masyarakat atau sebesar 93 persen dari 1.000 responden juga setuju jika kebijakan pembatasan lalu lintas dengan ganjil genap diberlakukan secara permanen.
Priyanto, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI, juga menjelaskan hasil studi LP3ES dan hasil survei dinas perhubungan akan dibawa dalam pembahasan dengan gubernur pekan ini, yaitu untuk memperoleh kebijakan lanjutan dari penerapan aturan ganjil genap yang akan berakhir per 31 Desember ini menurut Peraturan Gubernur Nomor 106 Tahun 2018.