JAKARTA, KOMPAS — PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum tengah mempersiapkan masa transisi pasca-akuisisi saham PT Freeport Indonesia. Transisi tersebut adalah mempersiapkan pengoperasian secara penuh penambangan bawah tanah di Timika, Kabupatem Mimika, Papua. Diperkirakan akan terjadi penurunan produksi konsentrat tembaga hingga 60 persen pada masa transisi tersebut.
Head of Corporate Communications and Government Relations Inalum Rendi A Witular mengatakan, pekerjaan berikutnya pasca-akuisisi sebagian saham Freeport oleh Inalum adalah memastikan peralihan penambangan dari penambangan terbuka ke bawah tanah berjalan lancar. Pihaknya memperkirakan masa transisi tersebut membutuhkan waktu sampai tiga tahun. Peralihan dari penambangan terbuka menuju penambangan bawah tanah secara penuh akan dimulai pada 2019.
”Masa-masa transisi ini sangat krusial. Perlu keahlian dari Freeport selaku operator tambang. Oleh karena itu, sangat penting bagi Inalum menjaga agar tidak ada gangguan selama operasi penambangan berlangsung,” kata Rendi, Minggu (23/12/2018), di Jakarta.
Rendi menambahkan, segala persiapan secara teknis untuk memulai penambangan bawah tanah secara penuh sudah berjalan. Penambangan bawah tanah oleh Freeport di Timika termasuk penambangan yang paling rumit dan kompleks di dunia. Pihaknya menargetkan penambangan bawah tanah secara penuh dapat terwujud pada 2022.
Ketua Indonesia Mining Institute Irwandy Arif mengatakan, tantangan terbesar pada masa transisi atau peralihan dari penambangan terbuka menuju penambangan bawah tanah adalah menjaga tingkat produksi konsentrat. Produksi konsentrat berpengaruh langsung terhadap penerimaan perusahaan. Konsentrat adalah hasil pengolahan mineral mentah (bijih) sebelum sampai tahap pemurnian mineral.
”Penerimaan perusahaan akan terganggu apabila target produksi meleset akibat persoalan teknis, seperti gangguan batuan lunak dan basah, atau gangguan seismik. Semoga saja ini tidak terjadi sehingga arus kas perusahaan tidak terganggu,” ujar Irwandy.
Kondusif
Sepanjang 2017, rata-rata konsentrat yang berhasil diproduksi Freeport dari hasil penambangan di Papua sebanyak 4.770 ton per hari. Diperkirakan peralihan penambangan terbuka menuju penambangan bawah tanah akan menurunkan tingkat produksi konsentrat menjadi 60 persen. Dari sisi investasi, pembiayaan penambangan bawah tanah dari 2018 sampai 2041 diperkirakan mencapai 14 miliar dollar AS atau setara Rp 201 triliun.
Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas, saat penyerahan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dari pemerintah pada pekan lalu, mengatakan, dengan kepemilikan saham pemerintah daerah sebesar 10 persen, ia berharap situasi di lapangan menjadi kian kondusif. Ia mengakui bahwa sempat ada gangguan keamanan di sekitar wilayah operasi Freeport di Timika.
”Dalam beberapa waktu terakhir, situasi di lapangan relatif aman. Memang ada gangguan keamanan di seberang wilayah operasi kami. Harapannya, lewat kepemilikan saham, pemerintah daerah dapat membuat situasi menjadi lebih kondusif untuk operasi kami,” kata Tony.
Pada Jumat (21/12/2018), Inalum telah menuntaskan pembayaran pembelian saham Freport senilai 3,85 miliar dollar AS atau hampir Rp 60 triliun. Dengan pembelian itu, kepemilikan Indonesia pada Freeport naik dari semula 9,36 persen menjadi 51,23 persen. Dari angka itu, Pemerinta Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika memiliki saham 10 persen.
Pembayaran divestasi saham tersebut sekaligus menandai perubahan status operasi Freeport dari kontrak karya menjadi IUPK. Penerbitan IUPK oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sekaligus memberi jaminan perpanjangan operasi Freeport sampai 2041, serta jaminan fiskal dan regulasi yang stabil. Berdasarkan kontrak karya, operasi Freeport di Mimika berakhir pada 2021 dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing 10 tahun.
Divestasi saham pemegang IUPK diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam regulasi itu, perusahaan tambang asing harus melepaskan sahamnya sedikitnya 51 persen kepada peserta Indonesia sejak berproduksi di tahun ke-10. Operasi Freeport di Papua sesuai kontrak karya akan berakhir pada 2021.