Saat Wisata Berubah Menjadi Duka
Yana Sopiana (50) terlihat kalut. Warga Desa Banyubiru, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten itu, memasuki lobi Tanjung Lesung Beach Hotel and Villa, Minggu (23/12/2018) yang dipenuhi jenazah. Yana mencari anaknya, Ayu Rahayu (23) yang hilang terseret tsunami.
“Tolong anak saya, Pak. Sejak pagi saya mencari Ayu,” ujar Yana sambil terisak-isak di hadapan para personel pencari korban tsunami. Yana lantas diajak untuk melihat beberapa jenazah tetapi hasilnya hampa. Ayu bukan termasuk korban-korban yang telah terbujur kaku itu.
Sebelumnya, tsunami melanda Banten, Sabtu (22/12/2018) malam. Pandeglang termasuk kabupaten yang terkena dampak tsunami paling parah. Banyak wisatawan dan warga yang tinggal di pesisir tewas karena peristiwa itu. Tak sedikit pula bangunan yang rusak.
Sejumlah personel pencari korban tsunami juga menunjukkan foto dengan telepon seluler kepada Yana. Namun, Yana menggelengkan kepalanya. “Bukan yang itu. Anak saya cantik. Dia bidan Puskesmas Jiput (Kabupaten Pandeglang). Seharusnya, Ayu piket hari ini (Minggu kemarin),” ucapnya.
Menurut Yana, Ayu mengutarakan rencananya untuk berwisata ke Tanjung Lesung. Sebenarnya, Yana tidak memberikan izin namun Ayu tetap berangkat. “Sabtu lalu, saya pergi ke Kabupaten Bogor (Jawa Barat) untuk kondangan. Ayu diajak tapi tak mau ikut,” katanya.
Ayu kemudian pergi ke Tanjung Lesung bersama tiga kawannya. Setelah kembali ke Pandeglang, Yana panik karena anaknya belum juga pulang. “Keponakan saya sempat menghubungi teman Ayu. Ternyata, semua teman Ayu selamat dan sudah pulang,” ujarnya.
Yana kemudian tahu bahwa Ayu sempat memegang tangan salah satu temannya saat tsunami terjadi. Namun, pegangan itu terlepas dan nasib Ayu tak diketahui. Yana sudah mencari Ayu ke beberapa puskesmas di Kabupaten Pandeglang seperti Panimbang dan Cigeulis namun upaya itu tak membuahkan hasil.
Sejumlah personel pencari korban tsunami lantas menyarankan Yana untuk mencari Ayu di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Berkah, Pandeglang. “Iya, Pak. Semoga anak saya ketemu ya. Mudah-mudahan masih hidup dirawat di RSUD Berkah,” ucapnya.
Selain Yana, duka juga menyelimuti keluarga grup musik Seventeen. Grup musik itu sedang tampil di Tanjung Lesung ketika tsunami tiba-tiba menghantam tujuan wisata tersebut. Panggung yang digunakan Seventeen dan berdekatan dengan laut, disapu gelombang.
“Pemain bas Seventeen M Awal Purbani yang biasa disapa Bani menghembuskan nafas terakhirnya,” ucap staf Manajemen Seventeen Yulia Dian. Selain Bani, Manajer Seventeen Oki Wijaya juga meninggal. Tsunami terjadi saat Seventeen menyanyikan lagu kedua.
Dian mengatakan, nasib gitaris Seventeen Herman Sikumbang yang sempat dinyatakan hilang akhirnya ditemukan telah meninggal. Sejumlah kru Seventeen lain juga cedera. “Walau luka-luka tetapi alhamdulillah mereka sudah ditemukan,” ujar Dian.
Panik
Tsunami itu juga bagai mimpi buruk yang membangunkan tidur nyenyak warga desa di Kecamatan Carita, Pandeglang, Banten. Warga mengakui tidak ada peringatan dini yang membuat mereka dapat bersiap sebelumnya. Mereka panik berlarian ke tempat lebih tinggi untuk menyelamatkan diri.
Jaenal, Kepala Desa Sukarame, Kecamatan Carita, mengakui, air laut tiba-tiba memasuki kamarnya ketika ia sedang terlelap."Ada bunyi Gledeekk (dentuman), saya langsung bangun. Kamar saya basah oleh air laut setinggi setengah meter," kata Jaenal, saat ditemui Minggu (23/12/2018).
Tak berpikir panjang, ia pun langsung keluar rumah. Sayangnya, pintu depan tak bisa dibuka karena terhambat oleh tumpukan material. Lampu padam. Dia menghantam meja dan kursi beberapa kali sebelum akhirnya keluar lewat jendela. Untung saja jendela rumahnya itu tidak ada terali.
"Mati saya.. hanya itu yang saya pikirkan waktu itu," kata Jaenal.
Di luar rumah Jaenal, orang-orang berteriak sambil berlari menuju Kampung Susukan, salah satu titik yang tinggi di kawasan itu. Jaenal bersama istri, anak, serta cucu pun turut serta bersama rombongan itu. Mereka segera lari tanpa memiliki waktu untuk menyelamatkan harta benda karena tidak ada peringatan dini sebelumnya.
Di Pantai Kosambi, Serang, gelombang pasang juga tiba-tiba muncul tanpa peringatan. Warga Kosambi, Tehrani (55), mengakui, gelombang itu datang saat dirinya sedang berjaga di pondok makan miliknya Saat itu, gelombang pasang masuk hingga ke pondok makan setinggi sekitar 10 sentimeter.
Melihat air naik hingga ke pondok makan, Tehrani meminta anaknya untuk membersihkan lantai. Belum sempat selesai membersihkan lantai, datang gelombang pasang kedua.
Gelombang itu langsung merobohkan pondok makan Tehrani. Ia tertimpa lemari es dan jatuh pingsan. Sedangkan cucu serta anaknya menyelamatkan diri ke arah jalan raya.
Therani merasa beruntung karena gelombang tidak sampai menyeretnya ke laut. Setelah siuman, Tehrani dan keluarganya lalu mengumpulkan sisa-sisa barang yang masih bisa diselamatkan. Kini ia dan keluarga memilih berlindung di bangunan tepi pantai tak jauh dari puing-puing pondok makan miliknya sembari menanti pertolongan.
Meski kehilangan harta bendanya, namun Tehrani masih tetap bersyukur karena seluruh anggota keluarganya selamat dari peristiwa tersebut. “Saat ini saya masih trauma. Tetapi saya bersyukur semua anggota keluarga saya selamat,” ujar Tehrani.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pandeglang, korban tewas akibat tsunami di Pandeglang menyebabkan setidaknya 190 jiwa dan diperkirakan lebih dari 10.000 orang menderita dan mengungsi. Selain itu, sekitar 636 orang terluka.
Anggota Koramil 2305 Cinangka Sersan Mayor Agus Yusuf menyebutkan, sebagian besar korban luka menderita patah tulang. Ia menduga, hal ini disebabkan oleh bangunan runtuh dan cedera saat terburu-buru mengevakuasi diri. Sebagian besar korban luka dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Berkah Pandeglang. (MTK/SPW/IGA/BAY/E10/E17)