Unjuk Rasa Berlanjut, Desakan agar Presiden Bashir Mundur Menguat
Oleh
kris mada
·3 menit baca
KHARTOUM, RABU — Unjuk rasa di Sudan terus berlanjut. Dalam unjuk rasa, Selasa (25/12/2018), massa bergerak mengarah ke Istana Kepresidenan. Polisi menembakkan gas air mata dan mengerahkan pasukan pengendali huru-hara untuk membubarkan massa.
Serikat-serikat pekerja yang mengorganisasi unjuk rasa menyatakan ingin menyampaikan petisi kepada Presiden Sudan Omar al-Bashir. Mereka meminta Bashir, yang berkuasa sejak 1989, mengundurkan diri.
Bashir, yang mengudeta Perdana Menteri Sadiq al-Mahdi pada 1989, lalu mengangkat dirinya menjadi presiden, dinilai tidak becus mengatur Sudan. Kemarahan warga dipicu oleh keputusan pemerintah menaikkan harga roti, makanan pokok warga Sudan, dari 1 pound menjadi 3 pound. Warga juga sudah tertekan oleh inflasi yang mendekati 70 persen.
Unjuk rasa tersebut awalnya untuk memprotes kenaikan harga roti itu, tetapi kemudian berkembang menjadi tuntutan pengunduran diri Bashir. Polanya sama dengan Musim Semi Arab 2011. Kala itu, protes atas kenaikan biaya hidup di Tunisia berkembang menjadi penggulingan pemerintah.
Di Sudan, unjuk rasa sudah berlangsung sepekan dan belum ada tanda akan mereda. Dalam video-video pendek yang beredar di internet, massa berbaris menuju Istana Kepresidenan Sudan di Khartoum, Selasa. Mereka meneriakkan slogan ”Kebebasan”, ”Kedamaian melawan para pencuri”, dan ”Warga ingin menurunkan pemerintah”. Slogan terakhir ini paling populer saat berlangsung revolusi Musim Semi Arab tahun 2010 dan 2011.
Selain itu, ada pula rekaman yang menunjukkan pengunjuk rasa mengevakuasi korban dari sekitar Istana Kepresidenan. Tidak ada informasi yang jelas soal mengapa korban, yang diduga tewas atau setidaknya pingsan itu, bisa mengalami kondisi tersebut.
Ada pula video yang menunjukkan pengunjuk rasa diobati di klinik. Mereka terluka tembak di kepala dan kaki. Tidak ada informasi yang pasti tentang berapa sebenarnya jumlah korban dan bagaimana kondisi mereka.
Serikat-serikat pekerja yang mengorganisasi unjuk rasa tidak menyediakan data tersebut. Mereka hanya menyebut ratusan orang terluka akibat tembakan dan gas air mata yang dilepaskan polisi. Mereka juga melaporkan, polisi menggunakan pentungan untuk menghalau pengunjuk rasa.
Selain itu, tentara juga dikerahkan ke berbagai penjuru Khartoum. Mereka mengendarai kendaraan multimedan.
Oposisi
Unjuk rasa didukung oleh partai-partai oposisi, seperti Umma dan Persatuan Demokrat. Dalam petisi yang diajukan pengunjuk rasa, ada tuntutan agar segera dibentuk pemerintahan transisi.
”Kami menegaskan akan terus menggunakan cara damai dan massal, termasuk pemogokan dan pembangkangan sipil, untuk menurunkan pemerintah,” demikian pernyataan pihak oposisi.
Amerika Serikat, Inggris, Norwegia, dan Kanada menyatakan amat prihatin dengan laporan penggunaan peluru tajam oleh aparat Sudan. Mereka mendesak penghentian penggunaan kekuatan mematikan dan merusak. Mereka juga menyatakan mendukung hak warga Sudan untuk berunjuk rasa secara damai.
Amnesty International menyatakan punya laporan kredibel yang menyebut aparat Sudan menewaskan 37 pengunjuk rasa. Sementara kubu oposisi menyebut 22 orang tewas selama rangkaian unjuk rasa. Pemerintah Sudan mengakui ada pengunjuk rasa yang tewas walau tidak menyebut jumlahnya.
Reaksi Bashir
Sementara itu, Bashir dilaporkan tidak berada di istana dan menghadiri sebuah kegiatan di bagian lain Khartoum. Dalam siaran televisi pemerintah, Bashir terlihat meresmikan jalan dan sekolah putri.
Bashir menolak tudingan bahwa dirinya salah mengurus negara. Ia menyalahkan sanksi internasional dan rongrongan musuh sebagai penyebab kondisi perekonomian memburuk. Ia juga menyatakan, pemerintah akan menyiapkan kebijakan untuk memperbaiki perekonomian dan menyediakan kehidupan layak bagi warga.
Sudan, negara yang pernah mengandalkan pemasukan dari minyak, kehilangan sebagian besar pendapatan ketika Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011. Hingga 66 persen sumber minyak Sudan berada di wilayah yang kini menjadi Sudan Selatan.
Terkait situasi terakhir, militer Sudan memastikan akan terus mendukung Bashir. Militer menyatakan akan bekerja sama dengan polisi dan aparat keamanan lain.
Sejak kondisi memanas, Khartoum sudah menangkapi banyak tokoh oposisi dan pengunjuk rasa. Sekolah-sekolah diliburkan, keadaan darurat diberlakukan. Sudan juga menyensor setiap informasi soal unjuk rasa.
Selama masa kekuasaannya, Bashir berulang kali memerintahkan penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Cara tersebut bisa memadamkan sejumlah protes dan Bashir terus mempertahankan kekuasaannya. (AP/REUTERS)