Kejahatan Lingkungan dan Narkoba Makin Merajalela di Riau
Tidak banyak catatan berkilau dalam peristiwa sepanjang tahun 2018 di wilayah Provinsi Riau. Persoalan lingkungan dan narkotika justru memburuk dibandingkan dengan tahun 2017. Hal itu ditandai dengan semakin meluasnya area kebakaran lahan dan hutan serta semakin banyaknya orang yang ditangkap beserta barang bukti lebih besar dalam kasus narkoba.
Dalam tiga tahun terakhir sejak 2016, Riau memang telah terbebas dari bencana asap. Sejarah panjang bencana asap yang dialami jutaan rakyat Riau selama 18 tahun berturut, sudah berakhir. Namun bukan berarti persoalan kebakaran lahan dan hutan sirna.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, sepanjang 2018 sejak Januari sampai 30 November 2018 (berakhirnya status Siaga Darurat Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan Riau), luas lahan terbakar mencapai 5.776 hektar. Padahal di tahun 2017, lahan terbakar hanya 1.368 hektar.
Angka luas lahan terbakar di atas 400 persen itu jelas memberi peringatan serius. Meski Riau mampu terbebas dari bencana asap, luas areal terbakar justru semakin meningkat dari tahun ke tahun. Apabila tidak diantisipasi dengan pola tepat dan mengakar, tidak mustahil Riau akan kembali mengalami bencana asap pada tahun 2019.
Kabupaten Rokan Hilir menjadi daerah paling rawan. Luas kebakaran di daerah beribukota Bagan Siapi-api itu hampir mencapai 2.000 hektar. Disusul Kabupaten Meranti seluas 963 hektar. Adapun Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hulu, Dumai dan Indragiri Hilir masing-masing mencapai 500 hektar.
Sejarah panjang bencana asap yang dialami jutaan rakyat Riau selama 18 tahun berturut, sudah berakhir. Namun bukan berarti persoalan kebakaran lahan dan hutan sirna
Data luas kebakaran di Kabupaten Meranti yang tidak sampai 1.000 hektar, sebenarnya patut dipertanyakan. Faktanya, pada satu peristiwa kebakaran di bulan Februari 2018, Kompas menyaksikan secara langsung kebakaran lahan yang diperkirakan lebih dari 1.000 hektar. Padahal, peristiwa kebakaran di kabupaten termuda Riau itu tidak hanya sekali. Ada kemungkinan luas lahan terbakar yang dilaporkan sengaja diperkecil.
Yang lebih memprihatinkan, kebakaran besar di Meranti itu terjadi di areal pengawasan Badan Restorasi Gambut (BRG) di Desa Lukun, Kecamatan Tebing Tinggi Timur. BRG adalah badan yang dibentuk Presiden untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan.
Wajar apabila muncul pertanyaan, bagaimana mungkin BRG dapat mengatasi lahan terbakar yang lebih luas secara nasional, apabila program yang langsung dibawah pengawasannya tidak mampu menghadang si jago merah. Deputi BRG Haris Gunawan pun mengakui bahwa pembalakan liar (mencuri kayu di hutan) yang disusul dengan perambahan (mengokupasi lahan hutan yang telah dicuri kayunya untuk dijadikan kebun), menjadi faktor utama kebakaran di Meranti.
Berkaca dari kasus kebakaran di Meranti, pemerintah semestinya membuka mata, bahwa restorasi gambut ala Badan Restorasi Gambut (BRG) bukan jawaban tunggal atas kompleksitas masalah kebakaran lahan dan hutan. Pembalakan dan perambahan yang menjadi akar persoalan kebakaran, justru belum disentuh secara komprehensif. Terlalu banyak bukti penegak hukum tidak serius menangani persoalan itu.
Misalnya pada Mei 2018, Kompas sudah melaporkan kondisi Hutan Desa Segamai dan Serapung di Semenanjung Kampar, Pelalawan, Riau porak poranda akibat pembalakan liar. Pengelola hutan desa bahkan sudah melaporkan kejadian pencurian kayu kepada polisi, sejak 6 bulan sebelumnya, namun tidak ada tanggapan. Setelah dua kali pemberitaan Kompas, barulah pada Oktober 2018, penegak hukum menangkap 19 orang pelaku kejahatan lingkungan itu.
Ketidakseriusan penegak hukum membuat perambahan selalu berulang dan pelakunya tidak pernah kapok. Sudigdo (50), mantan anggota TNI yang telah dipecat dan dihukum dalam kasus perambahan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu, Riau pada tahun 2014, kembali ditangkap awal Desember 2018, dalam kasus sama.
Sudigdo telah membuka lahan seluas 200 hektar dari rencana pembukaan lahan 3.000 hektar di dekat lokasi perambahan sebelumnya. Tiga alat berat Sudigdo disita saat penangkapan oleh Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kasus-kasus pembalakan liar dan perambahan di Riau, kerap menggunakan beking berlatar penegak hukum atau militer
Riko Kurniawan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau, mengatakan, kasus-kasus pembalakan liar dan perambahan, kerap menggunakan beking berlatar penegak hukum atau militer. “Pola beking oknum militer sangat umum di Riau. Perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo juga melibatkan militer. Saya yakin, di cagar biosfer juga sama. Pertanyaannya, apakah penegak hukum mampu mengejar cukong besar di belakang Sudigdo, “ kata Riko.
Perambahan tidak hanya dilakukan warga, petani kecil dan cukong berbeking. PT Perkebunan Negara V, yang berlokasi di Riau pun, ikut melakukan perambahan. Putusan kasasi Mahkamah Agung sudah memerintahkan perusahaan plat merah itu untuk menghutankan kembali lahan yang dirambah seluas 2.800 hektar di Sungai Batu Langkah, Desa Sungai Agung, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau.
Hanya saja, pihak PTPN V melakukan pengerahan massa, menolak eksekusi. Sampai saat ini, setelah beberapa kali rencana eksekusi gagal, tidak jelas lagi rencana menghutankan kembali lahan perambahan itu.
Kasus lingkungan lain yang cukup menonjol sepanjang 2018 adalah konflik antara satwa dilindungi harimau dengan manusia di Indragiri Hilir. Seekor harimau betina dewasa yang diberi nama Bonita menewaskan dua orang manusia di Kecamatan Pelangiran pada kuartal pertama 2018. Pada pertengahan November 2018, seekor harimau jantan bernama Atan Bintang masuk ke pemukiman warga dan terjebak di sela-sela bangunan ruko di tengah pasar Kecamatan Pulau Burung.
Ekosistem Suaka Margasatwa Kerumutan yang menjadi rumah dua harimau itu telah rusak akibat alih fungsi hutan baik secara resmi ataupun perambahan
Untungnya, dua ekor harimau itu berhasil dievakuasi dan dibawa ke lokasi baru di Dharmasraya, Sumatera Barat. Namun, kehadiran harimau di pemukiman manusia memberi pertanda bahwa ekosistem harimau sumatera itu sudah rusak parah. Tidak susah mencari jawabannya. Ekosistem Suaka Margasatwa Kerumutan yang menjadi rumah dua harimau itu telah rusak akibat alih fungsi hutan baik secara resmi ataupun perambahan. Itu hanya sekelumit kisah di bidang lingkungan.
Narkoba, terorisme, penyelundupan dan korupsi
Pada 26 September 2018, Pengadilan Negeri Bengkalis menjatuhkan hukuman mati terhadap Muhammad Khadafi (38), warga Kabupaten Batubara, Sumatera Utara dan Riko Fernando (38) warga Pekanbaru, Riau. Keduanya merupakan kurir yang membawa sabu seberat 10 kilogram.
Vonis hukuman mati terhadap Khadafi dan Riko bukanlah yang pertama kali di Riau. Sudah belasan terdakwa divonis mati akibat penyalahgunaan, terutama peredaran narkotika jenis sabu. Sayangnya, hukuman pencabutan nyawa di badan itu pun tidak membuat pelaku lain jera atau berkurang.
Sampai akhir tahun 2018 ini, jajaran Polda Riau telah menangkap 2.265 tersangka dengan barang bukti 235 kilogram sabu, 35 kg ganja, serta pil ekstasi 217 ribu butir. Artinya, rata-rata dalam satu hari polisi menangkap 6,2 orang terkait narkoba. Jumlah tangkapan itu jauh lebih besar dibandingkan tahun 2017 dengan tangkapan barang bukti sabu 116 kilogram dan 1.848 tersangka.
Kepala Polda Riau, Inspektur Jenderal Widodo Eko Prihastopo tidak merasa bangga telah menangkap begitu banyak tersangka kejahatan narkoba. Ia justru prihatin.
“Data itu adalah kasus yang berhasil diungkap. Berapa banyak kasus yang tidak diungkap dan barangnya beredar di masyarakat? Riau bukan lagi daerah transit narkoba, melainkan sudah menjadi jalur utama peredaran. Lebih banyak tangkapan di darat setelah dibawa dari Malaysia melalui jalur-jalur tikus di pantai,” kata Widodo.
Penyelundupan narkoba dari negara tetangga hanya salah satu kasus dari berbagai barang lain yang berhasil masuk ke negara ini. Selat Malaka yang menjadi batas wilayah Riau, adalah ruas transportasi utama masuknya seluruh barang-barang tanpa bea dan cukai resmi. Penyelundupan itu tidak pernah berhenti.
Peristiwa lain yang sangat mengejutkan di Riau pada 2018 adalah serangan teroris ke Markas Polda Riau di Pekanbaru, pada Rabu, 16 Mei 2018. Empat pelaku yang disebut berasal dari Jaringan Ansharut Daulat, Kota Dumai, tewas di tempat namun seorang polisi ikut menjadi korban. Salah seorang pelaku AS (23) masih berstatus mahasiswa.
Keterlibatan mahasiswa semakin melebar tatkala polisi menangkap dua orang alumnus Universitas Riau. Polisi menemukan barang bukti bom serta bahan peledak lain di dalam tas alumnus itu
Keterlibatan mahasiswa semakin melebar tatkala polisi menangkap dua orang alumnus Universitas Riau di dalam kampus terbesar di Riau itu. Polisi menemukan barang bukti bom serta bahan peledak lain di dalam tas alumnus itu. Salah seorang tersangka, bernama MNZ, menurut polisi memiliki kaitan dengan pelaku teror di Mapolda Riau yang dikenal dengan sebutan Pak Ngah.
Pak Ngah sempat memesan bom kepada MNZ sebelum menyerang Mapolda Riau. Hanya saja,MNZ tidak dapat memenuhi permintaan itu karena memiliki pekerjaan lain yang tidak dapat ditinggalkan.
Sampai akhir tahun ini, kasus terorisme di Riau masih menjadi pantauan serius Tim Densus 88 Mabes Polri dan jajaran Polda Riau. Menurut Widodo, menjelang perayaan Natal, polisi menangkap 3 orang terduga teroris yang disebut berkaitan dengan serangan di Mapolda Riau dan kasus bom Surabaya. Namun Widodo tidak merinci siapa dan dimana tiga orang itu ditangkap. Yang jelas, terduga teroris itu berkaitan dengan serangan di Mapolda Riau dan bom Surabaya.
Dalam bidang birokrasi pemerintahan, kejahatan korupsi juga masih belum berkurang. Sepanjang 2018, belasan pejabat di provinsi dan kabupaten/kota yang sudah divonis pun masih menerima gaji dari pemerintah. Untungnya, Kementerian Dalam Negeri segera memberi amaran untuk memecat koruptor PNS dan meminta pengembalian uang.
Pemberantasan korupsi para pejabat itu menjadi pekerjaan rumah Gubernur Riau terpilih Syamsuar yang memenangkan pemilu kepala daerah serentak pada pertengahan 2018. Syamsuar, Bupati Siak, mengalahkan petahana Gubernur Arsyadjuliandi Rachman. Kiprah Syamsuar memberantas korupsi masih ditunggu, karena pelantikannya sebagai orang nomor satu di Riau, baru akan berlangsung bulan Februari 2019.