Pedagang Pasar Blok A Bersiasat agar Tak Merugi
JAKARTA, KOMPAS — Pedagang Pasar Blok A, Jakarta Selatan, sudah sekitar 3 tahun berdagang di tempat penampungan sementara di Jalan Sambas. Lokasi penampungan sementara yang dikelilingi kompleks permukiman mewah dan apartemen membuat pangsa pasar menyempit. Pedagang pun harus bersiasat untuk bertahan.
Para pekerja kontraktor terlihat sibuk bekerja di stasiun kereta moda raya terpadu (MRT) di Blok A, Rabu (26/12/2018). Bentuk fisik stasiun sudah terlihat.
Rangkaian kereta cepat pun sesekali melintas di stasiun tersebut. Pekerja konstruksi mengejar target agar stasiun selesai dibangun sebelum moda transportasi massal itu beroperasi pada Maret 2019.
Tak jauh dari stasiun megah tersebut, ada lahan kosong yang ditutup dengan seng pembatas sekitar 2 meter. Di dalam lahan itu tidak ada aktivitas apa-apa. Hanya ada pedagang kelapa parut yang menumpang sepetak kecil di dekat pintu masuk seng yang dibiarkan terbuka. Lahan kosong itu malah dimanfaatkan pedagang untuk membuang sampah.
Di luar pagar seng pembatas itu masih ada beberapa bekas pedagang pasar yang berjualan, seperti pedagang sayur, buah, daging ayam, bahan pokok, dan perabot. Itulah bekas lahan Pasar Blok A yang dibongkar karena proyek MRT.
Menurut rencana, Pemprov DKI akan membangun ulang pasar tersebut. Pasar akan diintegrasikan dengan hotel dan stasiun MRT.
Ermi (46), pedagang bahan pokok di tempat penampungan sementara (TPS), mengatakan, pangsa pasar di lokasi itu berbeda karena dikelilingi oleh kompleks mewah, pertokoan, dan apartemen. Sementara, saat di lokasi lama, pangsa pasar cenderung beragam karena dekat dengan permukiman warga.
Untuk menyiasati sepinya pembeli, Ermi menarik para pelanggan lamanya. Ia juga menambahkan pelayanan khusus pesan antar melalui Whatsapp. Tanpa mau berinovasi, pelanggan di pasar akan pergi karena banyak pilihan lain di sekitar tempat itu, seperti mal dan Plaza Blok M.
”Alhamdulillah, 90 persen pelanggan masih belanja ke sini. Omzet setelah tiga tahun berjualan pun bisa kembali normal,” ujar Ermi.
Situasi berbeda dialami Nusli (61), pedagang sayur-mayur yang lokasi kiosnya berada di belakang. Nusli mengatakan, omzet penjualan di TPS merosot tajam. Para pelanggannya beralih ke pasar lain yang lokasinya lebih dekat.
Ia pun harus menurunkan harga sayuran untuk menggaet pelanggan. Terkadang, ia tidak mengambil untung sama sekali demi mendapatkan pelanggan baru. Sekarang, omzetnya per bulan hanya Rp 2,5 juta. Menurut Nusli, jumlah itu berbeda jauh dari pendapatannya saat berjualan di Pasar Blok A yang bisa sampai dua kali lipat.
”Pelanggan pada pindah ke Pasar Cipete. Saya di sini harus berjuang mencari pelanggan baru, kadang-kadang tidak ambil untung demi memberikan harga miring kepada pembeli,” kata Nusli.
Jumlah penjahit yang menempati lantai II TPS juga berkurang. Yuni (39), penjahit yang masih bertahan di tempat itu, mengatakan, di pasar lama ada sekitar delapan penjahit. Kini, di TPS, tinggal lima penjahit.
Para penjahit tak lagi mengandalkan pelanggan yang datang langsung ke kios pasar. Mereka kini menggaet pelanggan dengan sistem jemput bola. Yuni akan menghampiri para pelanggan ke rumahnya. Pasar hanya menjadi tempatnya bekerja mengerjakan pesanan jahitan dari pelanggan.
”Baru setahun terakhir ini omzet normal. Itu juga tergantung musim, ya. Kalau Natal seperti ini ramai, atau Lebaran. Kalau di pasar lama itu banyak yang datang untuk (jasa) permak pakaian,” kata Yuni.
Menurut para pedagang yang masih berjualan di dekat lokasi pasar lama, pada 21 Juni 2017 sudah dilakukan peletakan batu pertama pembangunan pasar yang akan terintegrasi dengan hotel dan stasiun MRT.
Namun, hingga pengujung tahun 2018, pasar tak kunjung dibangun. Pedagang mengatakan, pasar baru akan dibangun setelah stasiun MRT rampung dibangun.
Saat dikonfirmasi, Amanda Gita dari Humas PD Pasar Jaya mengatakan, proses pembangunan Pasar Blok A Fatmawati belum bisa dijalankan karena sekitar 1.000 meter persegi lahan terkena proyek stasiun MRT.
Oleh karena itu, untuk dapat menampung semua pedagang, perlu dilakukan peningkatan koefisien lantai bangunan (KLB) dan mengubah desain pasar. PD Pasar Jaya perlu berkoordinasi dengan sejumlah instansi, termasuk PT MRT Jakarta, untuk mengkaji rencana pembangunan tersebut.
”Menurut rencana, tahun 2019 baru akan dimulai pembangunan Pasar Blok A Fatmawati,” kata Amanda.
Sebelumnya, saat peletakan batu pertama pada Juni 2017, mantan Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengatakan, pasar akan dibangun 21 lantai dan 1 lantai semi-basemen. Pasar akan terintegrasi dengan hotel.
Bangunan pasar tradisional akan berada di lantai semi-basemen hingga lantai 4. Lantai 5 hingga lantai 7 akan digunakan sebagai tempat parkir kendaraan. Lalu, lantai 8-13 akan digunakan sebagai pertokoan. Adapun lantai 14 hingga 21 akan digunakan sebagai hotel dengan 316 kamar. Saat itu, pembangunan Pasar Blok A ditargetkan selesai pada 2018.