Inovasi Pelayanan Publik Jadi Kunci Semarang dan Salatiga
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Kota Semarang dan Kota Salatiga, Jawa Tengah, masuk dalam tiga besar Indeks Kota Cerdas Indonesia 2018, pada kategori yang berbeda. Sistem pemerintahan terbuka, juga program-program yang menyejahterakan masyarakatnya membawa kedua daerah itu terus berkembang. Pembenahan terus dilakukan.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, Jumat (28/12/2018), mengatakan, terkait konsep kota cerdas, pihaknya secara fundamental menerapkan lebih dulu pada tataran birokrasi Pemkot Semarang yaitu peningkatan pelayanan publik dari dalam.
Untuk itu, konsep kota cerdas digunakan sebagai sarana melakukan reformasi birokrasi yang lebih SMART (Systemic, Monitorable, Accessible, Reliable, dan Time Bound). "Artinya, birokrasi yang terhubung sistem, mudah diakses, terpercaya, serta terikat waktu yang jelas," ujar Hendrar.
Pemkot Semarang pun membuat beragam aplikasi yang bertujuan menghubungkan setiap urusan ke dalam sebuah sistem. Hendrar mencontohkan, sebelumnya masyarakat harus datang ke loket untuk mengecek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tetapi kini cukup mengakses sistem E-PBB.
Hendrar tak memungkiri, bila berbicara konsep kota cerdas secara lebih luas, masih banyak yang perlu dikejar oleh Pemkot Semarang, terutama dalam rangka penguatan Semarang sebagai kota wisata. "Misalnya dengan menempatkan KiosK (media penyampaian informasi bagi publik) di ruang-ruang publik guna mendukung keperluan wisatawan," katanya.
Pada 2018, lanjut Hendrar, Pemkot Semarang memulainya dengan memasang komputer interaktif untuk memandu para wisatawan di Goa Kreo. Dari satu media informasi tersebut, para wisatawan dapat mencari tahu secara mandiri, terkait pariwisata di Kota Semarang.
Kota toleran
Sementara itu, Wali Kota Salatiga, Yulianto, mengemukakan, segala perkembangan di Salatiga tak terlepas dari upaya pihaknya membuat masyarakat wasis (pandai), waras (sehat), dan wareg (kenyang atau puas), sehingga tingkat kebersamaan tinggi dan tak mudah terprovokasi. Salatiga pun dikenal sebagai salah satu kota toleransi di Indonesia.
Menurut Yulianto, yang menjalani periode keduanya sebagai wali kota, perkembangan di Salatiga berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2011-2016. "Tiga prioritas pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, dan UMKM atau ekonomi kerakyatan," katanya.
Yulianto menambahkan, pada 2010, angka kemiskinan di Kota Salatiga 10 persen, sedangkan saat ini sekitar 5 persen. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Salatiga yakni 81,68 atau kedua tertinggi setelah Kota Semarang (82,01). Adapun IPM Jateng yakni 70,52.
Ke depan, Pemkot Salatiga terus meningkatkan pelayanan berbasis teknologi informasi, agar lebih baik, cepat, dan transparan. "Saat ini sudah dimulai di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), tetapi belum terkoneksi satu sama lain. Ini yang akan kami optimalkan. Pelayanan berbasis aplikasi akan terus ditingkatkan," ujarnya.
Dalam Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2018 oleh Litbang Kompas, Kota Semarang menempati peringkat dua pada kategori Kota Metropolitan, dengan skor 63,69. Sementara itu, Kota Salatiga di peringkat dua pada kategori Kota Sedang, dengan skor 58,99.