Zonasi Menjadi Tumpuan Pelatihan Guru
Guru diminta mengembangkan kemampuan analitis dalam membaca data tersebut. Setelah itu, MGMP bisa menentukan permasalahan yang menjadi prioritas serta tindak lanjut yang akan diambil sesuai dengan potensi di zona tersebut
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan per tahun 2019 akan memfokuskan seluruh pelatihan guru berbasis zonasi. Pendekatan ini bertujuan agar kebijakan dan pola pelatihan tidak bersifat dari atas ke bawah seperti sebelumnya, melainkan memunculkan solusi-solusi berdasarkan keunikan setiap sekolah dan wilayah sehingga benar-benar bisa menyasar permasalahan di lapangan.
Hal tersebut diungkapkan dalam Kilas Kinerja Kemendikbud 2018 dan Program Kerja 2019 di jakarta, Kamis (27/12/2018). “ Sejauh ini, ada 2.580 zona sekolah yang sudah terdaftar di. Di dalamnya terdapat Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk tingkat SMP dan SMA sederajat, serta Kelompok Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk tingkat SD,” kata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud Supriano.
Ia memaparkan, MGMP SMP terdiri dari sebelas mata pelajaran. Adapun MGMP SMA dan SMK mencakup 24 mata pelajaran. Setiap MGMP diharapkan bisa melangsungkan pertemuan setidaknya 20 kali dalam satu tahun. Pertemuan itu membahas permasalahan yang ditemui guru ketika belajar maupun terkait evaluasi dalam skala nasional.
Menurut Supriano, Kemdikbud sudah mengeluarkan evaluasi Ujian Nasional (UN) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud sejak tahun 2018. Laporan yang berbentuk cakram padat (CD) itu berisi evaluasi setiap kabupaten/kota. Di dalamnya dijelaskan sektor-sektor yang bermasalah dengan peta terperinci berdasarkan sekolah hingga soal UN yang menjadi kendala bagi siswa di wilayah tersebut.
“Guru diminta mengembangkan kemampuan analitis dalam membaca data tersebut. Setelah itu, MGMP bisa menentukan permasalahan yang menjadi prioritas serta tindak lanjut yang akan diambil sesuai dengan potensi di zona tersebut,” tutur Supriano.
Ia mengungkapkan, pemerintah akan menyediakan instruktur khusus yang siap turun ke lapangan. Di setiap zona, guru-guru yang sudah bersertifikasi memiliki potensi untuk diangkat sebagai guru inti. Mereka yang akan memberi pelatihan secara intensif dan berkesinambungan.
Modul pelatihan untuk MGMP dibuat berdasarkan unit pelajaran. Misalnya, untuk pelajaran matematika dibagi menjadi unit logaritma dan aritmatika. Apabila sebuah sekolah dari hasil UN menunjukkan kekurangan dalam pembelajaran aritmatika, aspek itu yang langsung diintervensi. Pelatihan menjadi efisien dan tidak menyasar permukaan saja.
Selain itu, Direktorat Jenderal GTK juga tengah membuat aturan terkait fungsi pengawas agar menjadi jenjang karier bagi guru. Selama ini, jabatan pengawas bisa diemban oleh individu yang bukan dari latar belakang pendidikan. Aturan baru ini memiliki akan menerapkan tahapan guru yang baik akan naik jabatan menjadi kepala sekolah dan kepala sekolah yang unggul bisa menjadi pengawas. Targetnya, melalui sistem ini pengawasan substansi pendidikan di sekolah lebih komprehensif.
“Sistem ini bisa memberi wewenang bagi pengawas dan kepala sekolah untuk meminta guru-guru yang telah mengikuti pelatihan agar menerapkannya ketika mengajar di kelas, juga untuk membagi ilmu minimal kepada rekan sesama guru di sekolah,” ujar Supriano.
Sinkronisasi dana
Mendikbud Muhadjir Effendy dalam jumpa pers mengutarakan akan melakukan sinkronisasi anggaran pendidikan. Selama ini, 60 persen anggaran pendidikan langsung dikirim ke pemerintah daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Penggunaan kedua dana tersebut oleh pemerintah kabupaten/kota dan provinsi tidak perlu dilaporkan kepada Kemdikbud.
DI samping itu, juga ada dana pendidikan yang disisihkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). “Dalam rapat terbatas sudah didiskusikan kemungkinan membuat unit sinkronisasi anggaran dan kebijakan di daerah agar tidak ada tumpang tindih program dan pendanaan. Hal ini juga demi transparansi penggunaan dana pendidikan dan pemastian keefisienannya,” kata Muhadjir.
Parsial
...pentingnya melakukan pengawasan yang berkelanjutan terhadap hasil pelatihan guru. Frekuensinya bisa di setiap semester, setiap tahun, maupun per dua tahun. Jangan sampai Uji Kompetensi Guru hanya dilakukan sekali seumur hidup, melainkan secara berkala agar jelas kemajuannya
Pada kesempatan berbeda, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia satriawan Salim mengungkapkan, evaluasi hasil UN dari Balitbang Kemendikbud belum diterima oleh guru-guru, bahkan di DKI Jakarta.
“Kami tidak tahu laporan itu ada di tangan dinas pendidikan, yayasan, ataupun kepala sekolah. Tanpa laporan itu, guru-guru tidak akan mengetahui permasalahan dalam pembelajaran. Mohon sosialisasi laporan segera dilakukan,” ucapnya.
Satriawan juga mengemukakan analisa melalui hasil UN sangat parsial karena hanya mengandung empat mata pelajaran. Apabila ingin mencari masalah dalam pembelajaran, sebaiknya dievaluasi melalui hasil Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) yang mencakup semua mata pelajaran di sekolah. Baik UN maupun USBN hanya melihat kemampuan siswa dari segi menjawab soal. Padahal, proses pendidikan tidak hanya sebatas kemampuan guru mengajar cara mengerjakan ujian.
Permasalahan kedua, hendaknya ada pemetaan kualifikasi MGMP. Ada MGMP yang berada di wilayah mapan infrastruktur sehingga guru mudah mengakses setiap kegiatan pertemuan. Akan tetapi, juga ada MGMP di wilayah dengan kendala geografis. Hendaknya, MGMP di wilayah sulit ini tidak diberi standar melakukan pelatihan sama seperti yang di wilayah mapan.
“Modul pelatihan untuk MGMP dengan kendala geografis maupun keterbatasan sarana komunikasi harus dirancang khusus agar walaupun pertemuannya jarang, tetapi bisa optimal,” kata Satriawan.
Ia juga menekankan pentingnya melakukan pengawasan yang berkelanjutan terhadap hasil pelatihan guru. Frekuensinya bisa di setiap semester, setiap tahun, maupun per dua tahun. Jangan sampai Uji Kompetensi Guru hanya dilakukan sekali seumur hidup, melainkan secara berkala agar jelas kemajuannya.