LAMPUNG SELATAN, KOMPAS – Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lampung Selatan, Sabtu (29/12/2018), masih melakukan pencarian terhadap 7 korban tsunami Selat Sunda yang hilang. Pencarian dipusatkan di laut. Namun, proses pencarian terhambat gelombang tinggi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lampung Selatan, I Ketut Sukerta, menjelaskan, awalnya ada 10 orang yang dinyatakan hilang akibat tsunami. Kesepuluh orang itu adalah warga Desa Sukaraja, Lampung Selatan.
Setelah dilakukan pencarian, 3 orang di antaranya ditemukan selamat. Mereka jatuh ke laut setelah kapalnya diterjang gelombang tsunami. Ketiga orang tersebut lalu berenang menyelamatkan diri ke Pulau Sebesi hingga ditemukan oleh tim pencari kemarin malam.
“Setelah tiga orang berhasil kami temukan, pencarian terhadap 7 orang hilang masih berlangsung. Pencarian difokuskan di laut,” ujar Sukerta.
Namun, proses pencarian terkendala gelombang tinggi di Selat Sunda. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan tinggi gelombang di Selat Sunda hingga 31 Desember 2018 bisa mencapai 2,5-4 meter.
Diperpanjang
Masa tanggap darurat di Kabupaten Lampung Selatan yang semestinya berakhir pada Sabtu (29/12/2018), secara resmi diperpanjang hingga 5 Januari 2019. Sukerta mengatakan, beberapa hal menjadi pertimbangan memperpanjang masa tanggap darurat.
“Pencarian korban masih belum tuntas. Selain itu, status Gunung Anak Krakatau hingga saat ini masih siaga. Penanganan pengungsi juga belum sepenuhnya selesai,” tutur Sukerta.
Petugas hingga saat ini masih membersihkan puing-puing bangunan di pesisir yang hancur diterjang tsunami. Menurut Kepala Desa Wai Muli Timur, Zhamra Ghozali, pembersihan puing bangunan di desanya akan berlangsung selama dua pekan.
Adapun untuk kerugian yang timbul akibat bencana tsunami Selat Sunda masih terus didata oleh pemerintah. “Pendataan sudah hampir selesai. Setelah itu masuk tahap penghitungan,” kata Sukerta.