Amandemen UU Bisa Kendalikan Persaingan Usaha
JAKARTA, KOMPAS -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha optimistis amandemen Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat akan disahkan pada awal 2019. Salah satu hal yang diubah dalam amandemen tersebut adalah mekanisme notifikasi dari sesudah menjadi sebelum penggabungan, peleburan dan pengambilan saham.
Dengan demikian, pelanggaran persaingan usaha akibat adanya penggabungan, peleburan, maupun pengambilalihan saham dapat dikendalikan sebelumnya.
Dalam peraturan yang ada saat ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru akan mendapatkan notifikasi atau pemberitahuaan terkait penggabungan, peleburan maupun pengambilalihan saham perusahaan pada 30 hari setelah masa efektif atau post merger. Dengan demikian, jika merger maupun akukisisi merugikan dunia usaha dan masyarakat, KPPU tidak bisa berbuat apa-apa.
"Indonesia itu satu-satunya yang masih post merger. Negara-negara lain semuanya pre merger, jadi bisa dianalisis dulu sebelum merger. Jika ada potensi akan merusak persaingan usaha, KPPU tidak akan memberi izin merger sama sekali atau mengizinkan merger tapi dengan syarat," ujar Ketua KPPU Kurnia Toha, seusai pemaparan catatan akhir tahun di kantor KPPU, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
Dengan peraturan yang baru tersebut, semua penggabungan, peleburan, maupun pengambilalihan saham atau merger dan akuisisi harus dilaporkan kepada KPPU sebelum dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jika terjadi keterlamabatan pelaporan, KPPU akan memberikan denda Rp 1 miliar per hari.
Penggabungan, pelaburan, atau pengambilalihan saham wajib dilaporkan apabila penggabungan, peleburan atau pengambilalihan sahamnnya melampaui ambang batas aset gabungan, yaitu Rp 2,5 triliun dan omzet gabungannya melebihi Rp 5 triliun. Sementara, untuk perbankan berlaku jika aset gabungannya melebihi Rp 20 triliun.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman yang dimintai komentar mengenai hal ini mendukung perubahan skema notifikasi dari post merger menjadi pre merger.
"Merger itu memang harus dilaporkan dan diatur dengan ketat. Jadi kalau memang merger itu memperkuat dominasi di suatu pasar bisa dicegah," kata Lookman.
Menurut Lookman, merger yang berpotensi memperkuat dominasi perusahaan terhadap pasar harus dicegah. Terlebih jika yang merger adalah perusahaan-perusahaan pada sektor yang pemainnya sedikit.
Lookman mencontohkan, di sektor tertentu hanya ada 6 perusahaan. Sebanyak 3 perusahaan di antaranya memutuskan untuk merger, kemudian menyepakati permainan harga. Jika harga barang dibuat semurah mungkin, maka 3 perusahaan yang tidak merger sudah bisa dipastikan tidak bisa bersaing. Jika pesaingnya sudah mati, perusahaan-perusahaan yang merger bisa seenaknya menaikkan harga. Dengan demikian, mau tak mau konsumen harus membeli produk perusahaan itu. Sebab, konsumen sudah tidak punya pilihan.
"Kalau sudah ada kecenderungan pelaku usaha memonopoli pasar dan memperkaya diri sendiri, dapat dikatakan persaingan usaha menjadi tidak sehat. Hal itu tentu akan sangat merugikan konsumen," ujar Lookman.
Denda
Selain perubahan skema notifikasi merger, ada peraturan lain yang berubah. Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan, denda bagi pelaku pelanggaran persaingan usaha yang sebelumnya nilainya absolut, yakni Rp 25 miliar, akan disesuaikan dengan besaran pelanggaran. Sebab, nilai Rp 25 miliar bagi pelanggaran besar dinilai terlalu sedikit, sedangkan untuk pelanggaran kecil dinilai terlalu banyak.
"Untuk denda, kami akan ikuti peraturan yang berlaku di negara lain yaitu 25 persen dari penjualan pada periode terjadinya pelanggaran. Soalnya, pelaku usaha kita bisa dikenakan denda yang besar jika melanggar di negara lain. Kita juga bisa berikan denda yang besar bagi pelaku usaha negara lain yang merugikan di negara kita," tambah Guntur.
Selain denda, dalam undang-undang yang baru nanti, pelaku usaha bisa menjadi rekan KPPU dalam membongkar praktik kartel. Dengan demikian, perusahaan atau individu yang merasa ada pelanggaran praktik persaingan usaha bisa melapor ke KPPU dan akan mendapat insentif berupa pengurangan nilai denda, bahkan penghapusan denda.
"Membuktikan praktik kartel itu tidak gampang. Sebab, kami tidak punya kewenangan layaknya penyelenggara hukum pidana. Kami tidak bisa menahan, menyadap ataupun menyita," tutur Guntur.
Tak hanya itu, KPPU juga akan menerapkan sistem ekstrateritorialitas. Hal itu memungkinkan KPPU mendapatkan kedaulatan untuk mengendalikan praktik kartel yang merugikan Indonesia di luar negeri. Sebab, praktik kartel bisa dilakukan lintas negara.
Target
Menurut Toha, pada 2019 KPPU masih akan menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya merger dan akuisisi yang semakin banyak karena peningkatan konsolidasi perusahaan. Berdasarkan data KPPU, sepanjang 2018, KPPU menerima 74 pemberitahuan transaksi merger dan akuisisi.
Sekitar 97,3 persen pemberitahuan yang diterima KPPU adalah transaksi pengambilalihan saham dan sisanya berupa transaksi penggabungan badan usaha. Dari segi kepemilikan, sekitar 67,7 persen di antaranya merupakan transaksi antar perusahaan domestik. Sisanya adalah antar perusahaan asing sebesar 18,45 persen dan 13,85 persen perusahaan asing yang mengambil alih perusahaan domestik.
Perusahaan multinasional yang paling banyak melakukan merger dan akuisisi di Indonesia sepanjang 2018 adalah perusahaan dari Jepang, Singapura dan Amerika.
Selain pengawasan terhadap merger dan akuisisi, KPPU akan meningkatkan pengawasan kemitraan dengan melakukan advokasi kepeda pemerintah melalui kajian-kajian yang komprehensif. Pengawasan dan penelitian kemitraan usaha pada enam pola kemitraan, penyiapan pedoman dalam penyusunan instrumen pengawasan kemitraan dan pedoman kemitraan subkontrak jasa konstruksi, serta sosialisasi dan internalisasi prinsip-prinsip kemitraan usaha yang sehat kepada seluruh pemangku kepentingan.
Capaian
Selama 2018, KPPU telah meriksa 34 perkara yang terdaftar pada tahun 2018 dan melanjutkan pekara yang diperiksa sejak 2017. Komposisi perkara yang terdaftar di tahun 2018 sebanyak 23 perkara dengan komposisi 2 perkara dugaan kartel, 3 perkara dugaan keterlambatan notifikasi merger dan akuisisi, 1 perkara dugaan monopoli dan 17 perkara dugaan persekongkolan tender.
Hingga Desember 2018, Majelis Komisi telah membacakan 14 putusan perkara yang berasal dari perkara dengan tahun register 2017 dan 2018 dengan total denda pelanggaran persaingan usaha mencapai lebih kurang Rp 38,2 miliar.
Sebanyak 11 saran pertimbangan kepada pemerintah juga telah disampaikan dan diikuti seperti kebijakan bea masuk anti dumping, Peraturan Gubernur DKI tentang Kebijakan Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik, kebijakan distribusi barang, dan kebijakan terkait perfilman. (E18)