JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyerahkan pengelolaan aset PT Badak Natural Gas Liquefaction di Bontang, Kalimantan Timur, kepada PT Pertamina (Persero). Penyerahan itu ditujukan untuk mengoptimalkan aset-aset milik negara dan menambah pendapatan negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Hingga Desember 2018, aset kilang Badak NGL telah menyetorkan PNBP sebesar Rp 876 miliar kepada negara.
Penandatanganan penyerahan aset tersebut dilaksanakan Jumat (28/12/2018) di Jakarta.
Berita acara penyerahan aset dilakukan oleh Direktur Utama Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Rahayu Puspasari kepada Senior Vice President Gas & LNG Pertamina Tanudji Darmasakti. Turut menyaksikan penyerahan itu adalah Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dan Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Basuki Trikora Putra. Sebagai operator pada delapan unit kilang Badak adalah PT Badak NGL.
Sebelumnya, aset pada kilang Badak dimiliki Pertamina. Kilang mulai dibangun pada Desember 1973 oleh perusahaan patungan yang terdiri dari Pertamina, Mobil Oil, dan Huffco Inc. Kilang pengolahan gas tersebut dibangun menyusul ditemukannya cadangan gas alam dalam jumlah besar di Arun, Aceh, dan di Bontang, Kalimantan Timur. Seiring Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pada 2008 aset kilang Badak ditetapkan sebagai barang milik negara (BMN).
Menurut Tanudji, dari delapan unit kilang yang ada, sebanyak empat unit masih beroperasi penuh. Saat ini, kilang Badak masih memproses gas alam menjadi gas alam cair (LNG) dan elpiji. Sebagian besar, produk yang dihasilkan dari kilang Badak dibeli oleh Jepang.
"Ada juga pembeli dari sejumlah negara di Barat yang mulai terlaksana pada 2020 dan pembelian oleh Nusantara Regas di 2022," ujar Tanudji.
Berdasar laman Badak LNG, puncak produksi LNG di kilang tersebut terjadi pada 2001 yang sebanyak 21,3 juta ton. Adapun produksi elpiji perdana di tahun 1988 dengan volume sebanyak 52.744 ton. Pada 2017, produksi LNG menurun menjadi 7 juta ton, sementara produksi elpiji sebanyak 70.000 ton.
Basuki menambahkan, pihaknya akan berusaha keras mengoptimalkan pemanfaatan aset pada kilang Badak NGL. Selain sebagai penghasil LNG dan elpiji, kilang Badak NGL dapat menjadi terminal penghubung pengiriman kedua jenis produk dari gas alam tersebut. Selain itu, pengoperasian kilang Badak NGL akan menjaga dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di sektor gas, baik dari sisi hulu sampai hilir.
"Tetap ada potensi yang bisa dikembangkan untuk mengoptimalkan aset pada kilang Badak. Ini adalah bentuk kepercayaan kepada Pertamina yang sudah sejak 1973 mengelola kilang Badak," ujar Basuki.
Sementara itu, Rahayu mengingatkan agar pengelolaan aset kilang Badak tetap memperhatikan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Pertamina juga terus ditantang untuk bisa menciptakan efek ganda dari pengelolaan aset-aset tersebut, terutama dalam hal manfaat terhadap masyarakat lokal. Pelibatan sejumlah perusahaan pada kilang Badak juga berperan dalam hal berbagi risiko.
"Ini adalah kesempatan bagi Pertamina untuk mengembangkan bisnis gas alam cair sebelum cadangan gas alam di Indonesia benar-benar habis. Pertamina harus bisa mengembangkan bisnis baru di sektor tersebut," kata Rahayu.