MALANG, KOMPAS – Sebuah kota cerdas di mana nyaman untuk ditinggali, tidaklah datang begitu saja. Mewujudkan sebuah kota cerdas harus diusahakan secara bersama-sama. Sinergi pemerintah dan masyarakat, menjadi kunci keberhasilan mewujudkan Kota Malang sebagai sebuah kota cerdas.
Upaya mewujudkan kota cerdas yang nyaman dihuni, menurut Wali Kota Malang Sutiaji, Jumat (28/12/2018), harus diusahakan secara bersama-sama. Menurutnya, sinergi antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan.
“Saya merasa bersyukur Kota Malang dinobatkan sebagai kota cerdas di Indonesia. Ke depan kami akan terus mengusahakan secara bersama-sama baik pemerintah maupun masyarakat, dalam hal ini kampus, organisasi masyarakat, dan masyarakat umum, agar Kota Malang semakin baik,” kata Sutiaji.
Hal yang sudah dilakukan di Kota Malang menurut Sutiaji adalah membangun komunikasi baik, antara pemerintah dan masyarakat, memberikan ruang-ruang berkumpul seperti taman kota agar masyarakat bisa berinteraksi dan berdiskusi, serta mengarahkan dan menguatkan kreativitas anak-anak muda dengan membangun jejaring kerjasama.
“Komunikasi dibangun dengan baik. Setiap isu-isu yang mengarah pada perpecahan akan ditanggapi dan diupayakan mendapat solusi terbaik bersama. Jika ada masalah, maka kami rangkul semua pihak untuk duduk bersama menjernihkan segala persoalan hingga ke tingkat RT. Kami bangun penyadaran bahwa toleransi adalah hal utama di kota tercinta ini,” kata Sutiaji.
Berkembangnya sebuah konflik menurut Sutiaji biasanya karena ada miskomunikasi dan misinformasi. Oleh karena itu, untuk mencegah hal itu terjadi, Pemerintah Kota Malang membentuk satu sistem penanganan masalah terpusat bernama Malang Command Center (MCC). Keluhan, aduan, dan layanan masyarakat terpantau dalam sistem tersebut. Sistem ini juga terintegrasi dengan media sosial.
“Memang masih banyak kekurangan, namun semua terus kami upayakan tertangani dengan baik. Digitalisasi layanan dan pengaduan akan terus coba kami fasilitasi dan tertangani dari sana,” kata Sutiaji.
Untuk menjadikan masyarakat Kota Malang aktif turut memerhatikan dan membangun kotanya, Sutiaji mengatakan penting memberikan ruang-ruang terbuka bagi tempat berkumpul dan berdiskusi masyarakat secara luas. Dibangunlah taman-taman kota di mana bisa digunakan masyarakat sebagai tempat berinteraksi membangun kreativitas.
“Pemerintah bertugas membangun sarana dan prasarana. Rupanya masyarakat menyambutnya dengan baik, dan menjadikan sarana itu sebagai wahana membangun kreativitas. Akhirnya taman tidak hanya berfungsi estetis saja, namun juga berfungsi sosial,” katanya. Untuk membangun taman-taman itu, Pemkot Malang menggandeng perusahaan swasta dengan memanfaatkan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Saat ini, Pemkot Malang juga terus berusaha memfasilitasi kreativitas anak-anak muda di Kota Malang dengan merencanakan membangun rumah kreatif anak muda. Rumah kreatif itu akan mewadahi kreativitas anak muda dan menjadi basecamp jejaring kerjasama hingga ke luar kota dan luar negeri.
Salah satu indikator keberhasilan fasilitasi kreativitas, tampak dari pertumbuhan ekonomi di Kota Malang di mana terus membaik dari waktu ke waktu. Tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Kota Malang sebesar 5,61 persen. Angka itu lebih tinggi dibandingkan angka pertumbuhan ekonomi Jatim yaitu 5,5 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional 5,05 persen.
Saat ini di Kota Malang terdapat 3.555 industri. Sebanyak 3.191 unit merupakan industri kecil, 146 unit industri menengah, dan 18 unit merupakan industri besar. Seluruh IKM/UKM tersebut terus bertumbuh dari waktu ke waktu.
Hal yang terpenting, dengan terbukanya ruang berinteraksi dan berdialog, menjadikan masyarakat Kota Malang lebih rasional. Prof Dr Djoko Saryono, budayawan asal Universitas Negeri Malang, mengatakan bahwa masyarakat Kota Malang memiliki intelektualitas dan rasionalitas tinggi. Sehingga, kota tersebut secara sosial nyaman dihuni.
“Kultur kota pendidikan di Malang rupanya sudah sangat mengakar, dan berkembang menjadi intelektual organik di masyarakat. Masyarakat menjadi rasional, dan berfikir lebih dalam untuk menanggapi isu atau provokasi. Itu sebabnya, sangat jarang terjadi konflik sosial di antara warga Malang sendiri,” ujar Djoko.