Tahun 2018 meninggalkan berbagai keping peristiwa yang perlu dicatat sebagai refleksi mengarungi tahun 2019. Rangkaian peristiwa itu menggambarkan pergolakan warga planet ini, menjadi cermin ke arah mana dunia bergerak.
Di mata seorang realis, motor sejarah dunia digerakkan oleh rivalitas kekuatan-kekuatan besar. Negara-negara bangkit, runtuh, dan bersaing satu sama lain dalam situasi yang jadi penentu roda sejarah.
Mengutip Stephen Kotkin, profesor sejarah dan masalah internasional di Universitas Princeton, AS (Foreign Affairs, Juli/Agustus 2018), pergolakan abad ini secara umum akan ditentukan oleh bagaimana China dan AS mengelola sumber daya kekuatan dan hubungan di antara mereka.
Sepanjang tahun 2018, dunia menyaksikan persaingan kedua negara itu di bidang perdagangan dalam bentuk perang dagang. AS-China saling berbalas dalam menaikkan tarif produk-produk impor dari sesama rival. Meski ada upaya gencatan senjata, yang disepakati berlaku tiga bulan, ada kecenderungan rivalitas kedua negara bakal semakin mengeras.
Di ranah lain, tahun 2018 juga ditandai dengan semakin kuatnya isolasionisme AS. Di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, AS tak mau ambil pusing dengan keberatan para mitranya.
Mereka keluar dari sejumlah kesepakatan multilateral, termasuk kesepakatan nuklir Iran. Di Timur Tengah, sambil terus menekan Iran, AS memperlihatkan kebijakan paling pro-Israel sejak 1948 dengan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Konflik di Yaman, konflik Suriah setelah penarikan pasukan AS, migrasi karavan Amerika Tengah ke AS, gejolak protes di Perancis, ketidakpastian Eropa pasca-Brexit, iklim Bumi yang kian panas, perang siber, operasi intelijen lintas negara, dan lain-lain mewarnai perjalanan tahun 2018.
Dengan semakin kuatnya isolasionisme AS, sejarah sedang bergerak menuju tata dunia baru tanpa kepemimpinan global AS. Berikutnya, bisa muncul tata dunia yang benar-benar baru atau periode tanpa tata dunia sama sekali. Dunia memasuki situasi yang kian sulit diprediksi. (SAM)