Tuntaskan Rindu pada Pasir Putih
Jejak tapak kaki pada pasir putih di Pantai Bira, Bulukumba, Sulawesi Selatan, pada suatu senja, pertengahan September lalu, seperti gambar pada lukisan di atas kanvas putih. Bias jingga dari matahari yang tenggelam membuat jejak tapak ini memantulkan sinar keemasan.
Sebentar saja jejak langkah kaki ini tersapu ombak yang memecah pantai. Namun, lalu-lalang pengunjung membuat jejak itu muncul lagi dan kembali disapu ombak.
Ratusan pengunjung yang bermain di pesisir Pantai Bira sore itu seperti sedang menuntaskan rindu pada ombak dan pasir putih. Matahari masih bersinar terik sekitar pukul 16.00 Wita saat mereka berdatangan ke pantai dan hingga matahari tenggelam mereka masih enggan beranjak.
Malam hari, kembali mereka duduk di sepanjang pesisir, menikmati makan malam. Banyak yang bahkan terus bersenda gurau di pantai hingga malam kian larut. Sebagian kembali ke pantai saat matahari baru saja menampakkan sinarnya, kemudian bermain hingga matahari hampir berada di atas kepala.
”Di sini saya puaskan main di pantai, apalagi anak-anak. Kalau tak ditegur, bisa seharian di pantai. Pantainya memang bagus, landai, pasirnya putih dan halus, ombaknya tidak besar. Makanya lebih nyaman dan aman,” kata Khaerunnisa (38), pengunjung asal Makassar, yang datang bersama suami dan dua anaknya.
Pantai Bira seperti magnet yang terus menarik orang-orang berdatangan. Di akhir pekan, pengunjung yang berjubel menuju Bira membuat gerbang masuk akan dipenuhi kendaraan yang mengular dan menunggu untuk melewati gerbang. Saat malam tiba, kawasan Bira bahkan seperti tak pernah tidur.
Magnet di Sulsel
Hampir 10 tahun terakhir, kawasan Pantai Bira adalah magnet wisata di Sulawesi Selatan. Setelah Toraja, kawasan inilah yang menjadi destinasi unggulan. Tak hanya wisatawan Nusantara, tetapi juga mancanegara.
Bulukumba (160 kilometer, selatan Makassar), memang kaya dengan pantai. Kawasan pantai yang belakangan juga ramai dikunjungi setelah Bira, di antaranya Pantai Bara yang pasirnya jauh lebih lembut, Pantai Mandala Ria, Pantai Marumasa, Pantai Apparalang, Pantai Lemo-Lemo, Pantai Kasuso, Pantai Samboang, dan Pulau Kambing.
Umumnya kawasan pantai baru ini punya karakteristik sama, yakni berpasir putih, landai, dan ombak yang tak seberapa besar. Di beberapa pantai yang belum begitu ramai dikunjungi, pengunjung bisa bermain dan menikmati, seolah pemilik pantai. Ini terutama jika datang di waktu yang tak bertepatan dengan akhir pekan.
Suatu ketika, Kompas merasakan itu di Pantai Bara, tepat saat sebagian besar pengunjung sudah pulang. Sepanjang hari pantai hanya dinikmati puluhan pengunjung dan sebagian besar wisatawan asing. Saat itu Bira seperti pantai milik pribadi.
Kawasan Pantai Bira di Bulukumba yang berpasir putih dan berair jernih menjadi daya tarik wisata di Sulsel.
Masih tentang pantai, Bulukumba juga punya industri pembuatan kapal pesiar dan pinisi di Tana Beru, Kecamatan Bonto Bahari. Tana Beru semakin punya daya tarik sejak UNESCO menetapkan Pinisi sebagai warisan budaya tak benda. Di Tana Beru, biasanya pengunjung akan melewatkan setengah hingga satu hari untuk melihat bagaimana kapalkapal besar dibuat.
Pesatnya kunjungan wisatawan ke Bulukumba membuat pemerintah dan berbagai kelompok penggiat kepariwisataan terus berbenah. Berbagai perhelatan rutin digelar untuk lebih mengenalkan Bira dan kawasan pantai lain, serta menarik lebih banyak pengunjung.
Salah satunya adalah Festival Pinisi dengan sejumlah rangkaian acara, Bira Run salah satunya. Tahun 2018, festival ini digelar untuk kesembilan kali. Lebih dari 500 peserta mengambil bagian dalam Bira Run.
Sebagian besar adalah wisatawan. Ada yang datang karena memang ingin berwisata dan akhirnya ikut lari. Ada pula yang ingin mengikuti ajang lomba dan akhirnya melanjutkan dengan wisata.
Bira Run adalah lari wisata yang mengambil rute sejauh 5 kilometer sepanjang pantai. Lari digelar pada sore sehingga ketika peserta masuk garis finish tepat saat matahari tenggelam.
Selain Bira Run, pengunjung juga berkesempatan melihat sejumlah ritual yang digelar di Kawasan Adat Tanatoa yang dihuni Suku Kajang. Ritual yang sengaja digelar sebagai rangkaian Festival Pinisi.
Bulukumba memang lengkap sebagai destinasi wisata. Punya pantai, punya warisan tak benda dan kisah pinisi yang tersohor hingga mancanegara, serta beragam budaya dan Suku Kajang. Bulukumba bahkan masih punya Kahayya, dataran tinggi dengan panorama indah yang terkenal dengan kopinya.
Kunjungan wisatawan yang kian pesat membuat Pemerintah Kabupaten Bulukumba baru-baru ini bekerja sama dengan Pemkab Selayar di bidang pariwisata dengan membuat paket wisata Selayar-Bulukumba.
Selama ini Selayar juga dikenal dengan wisata laut, terutama Taman Nasional Taka Bonerate, dengan pemandangan bawah laut yang indah. Daerah ini memiliki bandara. Kerja sama ini akan memudahkan wisatawan berkunjung ke Bira tanpa harus melewati jalur darat selama 5-6 jam.
”Kami harap kerja sama seperti ini akan memudahkan wisatawan ke Bulukumba dan menyingkat waktu perjalanan. Pembenahan di sektor lain juga dilakukan untuk kenyamanan seperti jalan wisata yang menghubungkan satu destinasi dan destinasi lain,” kata Ali Saleng, Kepala Dinas Pariwisata Bulukumba.
Berdasarkan data Dinas Pariwisata Bulukumba, kunjungan wisatawan pada tahun 2015 sebanyak 179.000 orang dan meningkat menjadi 226.970 orang pada 2017. Tahun ini target dipatok 300.000 orang dan pemerintah optimistis tercapai.
Optimisme harus diikuti dengan upaya pembenahan infrastruktur, penataan potensi alam, dan menyediakan sumber daya manusia. Berbenah tentu wajib karena keindahan Bira akan selalu mengundang siapa pun untuk datang dan menuntaskan rindu pada ombak dan pasir putih.
Semakin banyak dikunjungi wisatawan bisa memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Itu berarti warga juga perlu didorong meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menggali potensi yang ada di wilayah ini.