Anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan Bantah Pelecehan Seksual
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Syafri Adnan Baharuddin membantah kesaksian kasus pelecehan seksual terhadap RA, yang diungkapkan pada Jumat (28/12/2018). Pihaknya akan menindaklanjuti hal itu ke ranah hukum karena telah mencemari nama baik.
”Tuduhan itu tidak benar dan ini fitnah yang sangat keji. Kami sedang menempuh jalur hukum untuk mengungkapkan keadilan dan kebenaran,” ujar Syafri dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (30/12/2018). Ia juga menyatakan pengunduran dirinya sebagai Dewan Pengawas (Dewas) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK).
Pada kesempatan yang sama, Memed Adiwinata selalu kuasa hukum Syafri mengatakan, pihak korban menyampaikan kesaksian tanpa mengomunikasikan hal tersebut atau meminta jawaban dari pihak kedua. Tidak hanya menyomasi RA, Ade Armando yang mendampingi RA, juga akan dilaporkan dalam waktu dekat karena telah menyebarkan kasus tersebut ke publik.
”Klien kami akan melaporkan hal ini ke polisi dengan gugatan terkait pencemaran nama baik, seperti diatur dalam Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). Hal ini menyangkut Pasal 45 Ayat 1, 3, dan 4,” kata Memed yang hadir bersama anggota Dewan Pengawas BPJS TK, Poempida Hidayatulloh, untuk mendukung Syafri.
Jumat lalu, baik Syafri maupun RA dinonaktifkan dari jabatannya masing-masing untuk menyelesaikan perkara yang diungkapkan RA ke publik pada hari yang sama di Jakarta. RA, mantan tenaga kontrak Asisten Ahli Dewan Pengawas BPJS TK, tersebut mengaku empat kali diperkosa Syafri (Kompas, 29/12/2018).
Pelecehan seksual itu dilakukan tidak lama setelah RA bekerja di sana, yaitu pada 2016 hingga November 2018. Menurut RA, sejak awal dirinya melaporkan tindakan itu kepada seorang anggota Dewan Pengawas. Namun, aduan tersebut tidak digubris hingga pelaku terus mengulangi perbuatannya.
Baru pada 26 November 2018, RA mengungkap tindakan tersebut kepada Ade Armando, dosen perguruan tinggi swasta tempat RA menempuh pendidikan S-2. Ade Armando mendorong RA mengungkapkan kasusnya ke publik dan melapor kepada Ketua Dewan Pengawas BPJS TK pada awal Desember lalu.
Disampaikan Poempida, dalam konferensi pers hari ini, Dewan Pengawas tidak memberikan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada RA per akhir Desember 2018, tetapi melakukan skorsing. ”Ini dilakukan karena ada peristiwa sebelumnya yang menyebabkan keonaran di lingkungan kantor sehingga perlu penertiban,” ujarnya.
Korban perlu dilindungi
Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati, yang turut mengamati kasus ini, menilai RA perlu dilindungi. Hal ini mengingat kasus pelecehan atau kekerasan seksual terkait dengan relasi kuasa kerap menghadapkan korban pada vonis balik.
”Relasi kuasa membuat pelaku ingin mempertahankan posisinya, salah satunya dengan menyalahi balik korban,” katanya saat dihubungi hari ini.
Sekalipun pihak tertuduh melihat indikasi pidana dalam kesaksian RA, kuasa hukum Syafri harus mampu menunjukkan bukti kuat sehingga publik bisa melihat masalah dengan obyektif. (ERIKA KURNIA)