PANDEGLANG, KOMPAS — Distribusi bantuan untuk penyintas bencana tsunami Selat Sunda di Pandeglang, Banten, belum merata. Sebagian penyintas bencana yang tersebar di sejumlah titik pengungsian masih kekurangan logistik. Pemerintah daerah mengakui penyaluran distribusi terkendala sebaran penyintas yang ada di posko mandiri dan rumah penduduk.
Di Desa Banyuasih, Kecamatan Cigeulis, Pandeglang, misalnya, bantuan yang datang masih minim. Sukra (47), warga Desa Banyuasih, mengatakan, sudah enam hari mengungsi di posko SMPN 3 Cigeulis bersama keluarganya. Selama di pengungsian, bantuan makanan yang didapat belum mencukupi kebutuhan. ”Contohnya, Jumat kemarin, saya hanya mendapatkan dua bungkus mi instan,” kata Sukra.
Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa Banyuasih Masito (43) mengakui, warga Banyuasih masih kekurangan bantuan makanan. Keberadaan penyintas bencana di wilayah tersebut terlambat diketahui pemerintah. ”Bantuan baru mulai datang ketika kami mendirikan posko di kantor desa pada Senin (24/12/2018) siang,” kata Masito.
Seusai tsunami menghantam perairan Banten, Sabtu (22/12/2018) malam, banyak warga Banyuasih berhamburan mengungsi ke rumah penduduk di sejumlah titik di Cigeulis. Sebagian rumah mereka rusak tersapu tsunami. Namun, Masito mengakui, ketika warga mengungsi ke rumah penduduk tidak ada bantuan yang masuk sehingga mereka berinisiatif mendirikan posko.
Hingga kini, Masito mengakui, sudah ada bantuan yang diterima penyintas bencana di Banyuasih tetapi belum mencukupi kebutuhan. Kebanyakan bantuan yang disalurkan oleh pihak swasta ini berupa pakaian. Padahal, menurut dia, masyarakat jauh lebih membutuhkan bantuan makanan dan obat-obatan. Sementara bantuan resmi dari pemerintah masih sangat minim.
Berdasarkan pendataan BPD Banyuasih, tsunami telah meratakan 47 rumah di dua kampung, yaitu Kampung Cipenyu dan Klapakoneng. Selain itu, terdapat pula tujuh korban. Enam korban tewas yang terdiri dari satu warga setempat dan lima wisatawan yang berada di Hotel Joglo. Adapun satu wisatawan hilang dan belum ditemukan.
Ia menambahkan, total penduduk Banyuasih berjumlah 4.000 orang, 80 persen di antaranya mengungsi. Adapun posko pengungsian terbagi menjadi lima tempat. ”Akan tetapi, tidak semua ada di posko. Sebagian juga mengungsi di rumah kerabat sehingga kami tidak mengetahui keberadaan mereka,” kata Masito.
Akses jalan menuju Desa Banyuasih penuh dengan lumpur dan lubang berjarak sekitar 50 kilometer dari posko utama penanggulangan bencana tsunami Selat Sunda untuk Banten di Kecamatan Labuan. Permukiman di Desa Banyuasih berada di balik areal persawahan dengan akses jalan setapak. ”Kalau orang lewat sini, seakan-akan memang tidak ada rumah, padahal ada warga yang tinggal di sana,” kata Masito.
Di Desa Pejamben, Kecamatan Carita, bantuan yang datang juga belum cukup untuk memenuhi kebutuhan penyintas bencana. Sebagian warga akhirnya berinisiatif mendirikan posko dadakan di Kampung Geureuweuk. Namun, data penyintas bencana di posko ini kerap berubah.
Saat ada bantuan masuk dari pihak swasta di posko, Sabtu siang, bantuan yang masuk tidak sesuai dengan jumlah penyintas bencana yang berkerumun untuk mengantre bantuan. ”Seharusnya kami yang tinggal di pinggir pantai ini yang didahulukan, bukan warga sekitar yang rumahnya di perbukitan ini,” kata Janti, salah satu warga Kampung Geureuweuk.
Posko ini hanya ramai saat ada bantuan datang, tetapi setelah itu kembali sepi. Kebanyakan penyintas bencana kembali pulang ke rumah masing-masing. Sukani, Kepala Desa Pejamben, menyatakan, pembagian berdasarkan data pengungsi yang tercatat. Dia mengatakan ada 300 keluarga penyintas bencana.
Bupati Pandeglang Irna Narulita mengakui, distribusi bantuan logistik terkendala pendataan jumlah penyintas bencana di lapangan. Sebab, penyintas bencana banyak mengungsi di posko mandiri dan rumah-rumah penduduk yang tidak diketahui lokasinya.
Untuk itu, dia menginstruksikan kepala dinas di Kabupaten Pandeglang untuk turun ke lapangan mendampingi para camat dalam validasi dan verifikasi data pengungsi, kerusakan rumah, infrastruktur serta pendistribusian logistik. ”Kepala dinas akan mendampingi camat agar pengungsi, kerusakan bangunan, dan kerugian dapat terdata dengan baik,” ujar Irna di Labuan, Pandeglang, Sabtu malam.
Berdasarkan data posko terpadu penanggulangan bencana tsunami Selat Sunda hingga Sabtu sore, tsunami Selat Sunda yang melanda pesisir Banten menyebabkan 313 orang tewas, 757 orang luka-luka, dan 37.535 warga mengungsi. Daerah yang paling parah terdampak ada di Pandeglang dengan jumlah korban tewas 292 orang dan 33.136 orang mengungsi.
Listrik mulai pulih
Secara terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menyatakan, jaringan listrik sudah kembali pulih di daerah-daerah yang terdampak tsunami baik di Banten ataupun Lampung.
PLN sudah bergerak cepat untuk memperbaiki kerusakan. ”Ada 80 tiang dan 230 gardu induk yang perlu diperbaiki. Hampir semuanya sudah berfungsi lagi,” kata Rini di sela-sela kunjungan ke Desa Sumberjaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang, Sabtu siang.
Rini menegaskan, ia sudah menginstruksikan semua BUMN untuk segera memulihkan kondisi di semua daerah yang terdampak bencana itu. Selain PLN, Pertamina juga sudah memulihkan distribusi bahan bakar minyak di daerah terdampak.
Rini menambahkan, BUMN juga telah memberikan bantuan kepada penyintas bencana tsunami, terutama di daerah pelosok seperti di Kecamatan Sumur, Banten. Bantuan itu berupa kebutuhan pokok, alat berat, dan uang yang kini mencapai Rp 3 miliar dan akan terus bertambah.
”Saya berkunjung ke Sumur karena kecamatan itu termasuk yang paling parah terdampak tsunami. Kalau perlu disalurkan ke kecamatan lain, kami akan bantu,” ujar Rini. (ILO/MTK/NIA/BAY/SPW/IGA/E10/E17)