Laga Kala Malam Menjelang
Film karya sutradara muda Timo Tjahjanto, ”The Night Comes for Us”, seolah membuat orang terbawa kembali ke masa kejayaan film-film bergenre laga asal Hong Kong. Genre ini sempat merajai layar-layar bioskop di Tanah Air, pada era 1980 dan 1990-an.
Film-film laga bertema persaudaraan, pertempuran antarkelompok gangster, aksi detektif melawan penjahat, yang penuh adegan tembak-menembak, pukul, tusuk, dan bacok seperti itu dulu sempat melambungkan sejumlah nama aktor dan sutradara macam Cho Yun Fat, Andy Lau, John Woo, dan Tsui Hark menjadi mendunia.
Walau dinilai sejumlah pihak filmnya kali ini jauh lebih sadis dan berdarah-darah, karya Timo yang sudah tayang di jejaring layanan menonton daring (via streaming) Netflix sejak 19 Oktober 2018 itu ternyata mendapat sambutan bagus dari audiens internasional. Respons ini tecermin saat The Night Comes for Us tayang perdana di Fantastic Festival 2018 di Amerika Serikat dan di Sitges Film Festival di Spanyol.
Publik internasional menilai karya Timo mampu menciptakan standar baru di industri film Indonesia. Meski begitu, jika dibandingkan dengan film- film laga Indonesia yang sebelumnya melambungkan nama Iko Uwais, seperti The Raid 1 dan The Raid 2, atau The Mile 22, tingkat ”kesadisan” film
The Night Comes for Us jauh lebih bikin membangkitkan rasa ngeri.
Tak hanya darah bermuncratan di sana-sini sepanjang adegan dari awal hingga tamat, banyak pula adegan menjelang ajal dalam perkelahian brutal, yang digambarkan Timo demikian detail. Bahkan, film ini juga menampilkan artis-artis cantik, seperti Dian Sastro atau Hannah Al Rashid, dalam karakter yang dihajar habis-habisan.
Film Timo kali ini memang cukup banyak diperani artis film papan atas Tanah Air, bahkan mereka yang sebelumnya tidak pernah tampil dalam adegan-adegan berbahaya. Tak hanya sadis, beragam umpatan kotor, yang hampir tak pernah muncul di film Indonesia mana pun, bertebaran di banyak adegan. Oleh karena itu, perlu batasan usia yang sesuai untuk menonton film ini.
”Buat gue, film laga itu, ya, action-nya langsung. Selain itu, yang namanya bela diri buat gue juga bukan dilihat dari sisi gerakan atau jurus yang cantik. Bela diri, ya, mematikan dan untuk membunuh. Dalam film juga ada beberapa tokoh, yang kelihatannya enggak bisa bela diri, tetapi mereka bisa berantem,” ujar Timo saat ditemui beberapa waktu lalu.
Tak mengejutkan
Film ”The Night Comes for Us” bercerita tentang tokoh utama, Tio (Joe Taslim), anggota kelompok Mafia, Triad, ”cabang” Indonesia, yang tiba-tiba membelot dan melawan induk organisasinya sendiri. Hal itu terjadi lantaran Tio tidak mau mengeksekusi seorang gadis kecil, Reina (Asha Kenyeri Bermudez), dan malah membunuh anak buahnya sendiri.
Reina adalah penduduk suatu desa nelayan. Ia hendak dihabisi kelompok Triad lantaran dinilai mencuri dan merugikan kelompok mafia sadis tersebut. Keputusan Tio tentu saja membuat marah kelompok mafia Triad, yang lantas mengutus banyak pembunuh andalan mereka.
Diantara para pembunuh itu adalah Arian (Iko Uwais), yang digambarkan pernah direkrut dan mengangkat sumpah bersama Tio saat pertama kali masuk ke dalam organisasi Triad. Cerita pun berlanjut dengan proses kejar-kejaran antara Tio dan Reina dengan kelompok para pembunuh sadis.
Para algojo Triad datang secara bergelombang. Tio mencoba mengandalkan dan meminta bantuan dari beberapa rekannya, dipimpin Fatih (Abimana Aryasatya). Kemunculan kembali Tio untuk meminta pertolongan itu sempat memicu kembali konflik lama, terutama dengan Bobby (Zack Lee).
Perkelahian antarkelompok dengan membawa senjata tajam, khas film-film laga Hong Kong era 1990-an, mengambil porsi sedikitnya 80 persen dari total jalannya cerita. Tak hanya saling bacok dan tusuk, perkelahian juga melibatkan beragam jenis senjata api, bahkan granat, yang berujung pada darah muncrat serta anggota tubuh tercerai-berai.
Timo menilai, adegan seperti itu wajar terjadi pada perkelahian brutal di garis antara hidup dan mati. Termasuk juga umpatan- umpatan kasar dan jorok, yang, menurut dia, identik dengan dunia kekerasan, termasuk di dunia nyata sehari-hari.
”Gue sendiri, kan, basic-nya film horor. Tambah lagi gue memang dapat banyak influence dari karya-karya film beberapa sutradara, yang menurut gue juga punya kemampuan penggambaran sama, seperti John Woo. Juga ada satu sutradara Jepang, Takahashi Miike, yang level kesadisannya memang dia taruh di depan banget,” ujar Timo.
Sejumlah pemeran bintang dilibatkan dalam film ini, antara lain Julie Estelle, Dian Sastro, Hannah Al Rashid, Salvita Decorte, Morgan Oey, Shareefa Daanish, serta aktor laga asal Singapura, Sunny Pang, yang berperan sebagai perwakilan Triad China. Semua nama itu sebenarnya bukanlah nama baru lantaran beberapa dari mereka pernah terlibat dalam beberapa proyek film layar lebar Timo.
Alur dan plot cerita film ini sebetulnya relatif tak terlalu banyak memberikan kejutan, bahkan cenderung datar. Namun, cukup menarik dicermati, dalam film ini dialog tidak hanya menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris, tetapi juga bahasa Mandarin dan sedikit Perancis. Hal itu, menurut Timo, memang sengaja dia lakukan lantaran film ini juga dia targetkan untuk pangsa pasar luar negeri.
”Apalagi, rencananya juga akan gue buat jadi trilogi. Saat ini, kan, film juga sudah tidak lagi ada batasan wilayah mau diputar di mana (borderless). Gue enggak mau film The Night Comes for Us ini hanya untuk di Indonesia doang,” ujarnya.