Lampu-lampu penerangan jalan belum dinyalakan, suara ledakan mercon sudah bersahut-sahutan di sepanjang Jalan Thamrin. Semakin malam, menjelang pergantian tahun, jalan utama Ibu Kota itu berubah menjadi arena ”perang” mercon atau petasan. Ada yang sengaja mengejutkan gadis-gadis yang sedang berjalan. Pengendara mobil yang tidak menutup jendela menjadi sasaran pelemparan mercon, termasuk penumpang becak. Mereka yang punya mobil atau mengendarai sepeda motor menyebar teror mercon sepanjang Jalan Thamrin hingga Jembatan Semanggi.
Saling serang dengan mercon juga berlangsung dengan sengitnya di gedung Sarinah antara anak-anak di lantai atas dan yang di lantai bawah. Begitulah warga menyambut malam pergantian tahun dengan pesta mercon. Sedemikian maraknya, seperti dilaporkan harian Kompas (4 Januari 1968), sehingga jalan-jalan raya, jalanan kampung, dan halaman-halaman rumah hampir dipenuhi kertas-kertas sisa ledakan mercon. Pesta mercon berlangsung hingga subuh.
Pada zaman Gubernur Ali Sadikin, bermain mercon dibatasi tiga hari, yaitu 31 Desember hingga 2 Januari, dengan syarat harus tertib dan menjaga keselamatan orang lain. Namun, jauh sebelumnya, sudah banyak anak yang secara sembunyi-sembunyi menyulut mercon.
Pada malam Tahun Baru 1968, tercatat 300 orang terluka akibat ledakan mercon. Sebuah sepeda motor Matchies hangus terbakar di depan Sarinah. Wartawan Kompas yang meliput malam pergantian tahun menuju 1969 menggambarkan, pesta mercon berlangsung hampir merata di seluruh penjuru Jakarta. Laporannya diberi judul ”Hari Terakhir Tahun 1968 di Ibu Kota: Kebudayaan ’Api’ Meriah dan Merata”.
Detik-detik pergantian tahun di Jakarta hampir setiap tahun ditandai dengan penyulutan petasan dan kembang api oleh Gubernur Ali Sadikin di depan Sarinah. Namun, pada pesta ”old and new” menyambut tahun 1974, Bang Ali sudah tidak muncul lagi di tengah- tengah warganya.
Perayaan pergantian tahun tidak lagi dipusatkan di Jalan Thamrin. Bang Ali meminta kepada lima wali kota untuk menyelenggarakan pesta di wilayah masing-masing dengan menampilkan kesenian dan kebudayaan lokal. Pesta petasan dan kembang api hanya satu hari saja. Dengan alasan menjaga ketertiban dan keamanan, Bang Ali melarang impor petasan. Pembuatan petasan di wilayah DKI Jakarta hanya boleh ukuran kecil dengan izin dari gubernur. Segala jenis kembang api dengan efek ledakan di udara dilarang. Pada malam Tahun Baru 1974 bahkan hanya terjadi ”perang” terompet, menggantikan ”perang” petasan.