HODEIDAH,SABTU— Milisi pemberontak Houthi mulai ditarik dari pelabuhan utama di kota Hodeidah di tepi Laut Merah, Yaman, Sabtu (29/12/2018). Langkah ini merupakan bagian dari kesepakatan damai yang disponsori PBB dan ditandatangani di Swedia, 6-13 Desember lalu. Sesuai kesepakatan, para pemantau internasional akan ditempatkan di Hodeidah, dan Komite Koordinasi Pemindahan Pasukan (RCC) pimpinan Patrick Cammaert mengawasi implementasi kesepakatan damai.
Penarikan milisi Houthi itu merupakan langkah awal untuk membangun rasa saling percaya di antara dua pihak yang berkonflik di Yaman, yakni milisi Houthi dan pemerintahan Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi. Diharapkan, hal ini bisa meretas jalan menuju kesepakatan politik untuk mengakhiri perang yang telah berkecamuk selama empat tahun di Yaman.
Sumber di kalangan pejabat PBB dan jubir militer Houthi mengungkapkan, milisi Houthi mulai menarik diri pada Jumat (28/12) malam. ”Pasukan kami sudah mulai ditarik sejak tadi malam dari Pelabuhan Hodeidah, seperti yang disepakati di Swedia,” kata seorang jubir militer Houthi pada al-Masirah TV.
Sesuai kesepakatan, Houthi bersedia menyerahkan kota Hodeidah dan pelabuhannya kepada PBB. Selain Pelabuhan Hodeidah, ada dua pelabuhan lainnya, yakni Salif dan Rass Isa. Sekitar 70 persen impor Yaman masuk lewat Hodeidah. Kesepakatan di Swedia dirancang untuk memfasilitasi kedatangan pasokan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan warga Yaman di tengah ancaman kelaparan.
Masih belum jelas, hingga sejauh mana milisi Houthi menarik pasukan mereka serta siapa yang mengawasi tiga pelabuhan dan kota Hodeidah, atau apakah kedua pihak yang bertikai akan berbagi wilayah kontrol di bawah pengawasan para pemantau pada posisi di antara dua kubu.
Menurut PBB, tim pemantau di bawah koordinasi Cammaert tidak akan memakai seragam dan tidak dipersenjatai. Tim itu bakal memberikan dukungan pada manajemen dan pengawasan di pelabuhan, serta memperkuat kehadiran PBB di Hodeidah.
Sejumlah pejabat militer pasukan pemerintah Yaman, yang mengontrol sebagian daerah selatan kota, mengatakan, mereka butuh waktu untuk menyiapkan personel jika milisi Houthi benar-benar menarik diri dari pelabuhan-pelabuhan. ”Mereka mungkin hanya mengganti orang dengan orang lain yang biasa disebut pasukan penjaga pantai,” kata seorang pejabat.
Cammaert, jenderal purnawirawan dari Belanda, memimpin tim pendahulu dari PBB yang memantau gencatan senjata di Hodeidah. Ia sudah tiba di kota itu, pekan ini. Komite Koordinasi Pemindahan Pasukan (RCC), yang dipimpinnya, antara lain beranggotakan milisi Houthi dan pasukan pemerintah Yaman. Komite tersebut telah memulai serangkaian pertemuan.
Koridor untuk bantuan
Gencatan senjata di Hodeidah mulai berlaku pada 18 Desember lalu. PBB mengatakan, Jumat lalu, kedua pihak telah sepakat untuk membuka pintu koridor untuk bantuan kemanusiaan, dimulai dengan pembukaan jalan utama sepanjang pantai antara Hodeidah dan Sana’a. Kedua pihak akan menyerahkan rencana detail tentang penarikan pasukan kepada ketua pengawas PBB Patrick Cammaert pada pertemuan 1 Januari mendatang.
Perang di Yaman mulai meletus tahun 2014 dan telah mengakibatkan malapetaka kemanusiaan yang sangat besar. PBB menyebut konflik di Yaman sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Penarikan pasukan merupakan salah satu butir kesepakatan. Kesepakatan lain terkait tukar-menukar tawanan.
Perundingan damai di Swedia merupakan perundingan pertama di antara kedua pihak yang membuahkan hasil kesepakatan. Kesepakatan itu diharapkan menjadi terobosan yang bisa membangun kepercayaan baru demi tercapainya perdamaian di Yaman. Konflik di Yaman semakin rumit karena juga melibatkan negara luar. Pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi sejak 2015 ikut campur tangan untuk membantu pasukan pemerintah Yaman. Adapun milisi Houthi disebut mendapat dukungan Iran, membuat konflik Yaman menjadi bagian dari pertarungan pengaruh dua negara rival di kawasan, Arab Saudi dan Iran.