Rumah Sakit Mata NTB Permudah Layanan Kesehatan Mata
Oleh
Khaerul Anwar
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Layanan kesehatan mata bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat semakin mudah dengan mulai beroprasinya Rumah Sakit Mata NTB di Mataram. Rumah sakit mata ini bisa menjadi rujukan bagi masyarakat di wilayah timur Indonesia.
Menurut dr Handomi Hasan, Kepala Bidang Kesehatan Mata Rumah Sakit Mata NTB, Minggu (30/12/2018), rumah sakit mata fokus melayani pemeriksaan mata, refraksi mata pada anak-anak, operasi katarak selain melayani rawat inap, dengan kelas I (2 ruangan), kelas II (4), dan kelas III (6). Ada empat dokter spesialis mata dan dua dokter umum.
”Ada satu ruang VIP yang pembangunannya masih dalam proses penyelesaian,” kata Handomi.
Rmah sakit mata yang semula bernama Balai Kesehatan Mata Mataram (BKMM) ini kini menempati bekas gedung Rumah Sakit Umum NTB di Jalan Pejanggik Mataram, Lombok.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah meresmikan kegiatan rumah sakit mata ini, Jumat (28/12/2018). ”Semoga adanya rumah sakit mata ini bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat ke depannya,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB dr Nurhandini Eka Dewi mengatakan, RSM NTB mempermudah layanan kesehatan mata, seperti katarak dan refraksi mata di wilayah NTB, juga menjadi rumah sakit bagi masyarakat di wilayah timur Indonesia.
”Lokasi dan gedung yang representatif Rumah Sakit Mata NTB yang dibangun di lokasi bekas RSU NTB bisa meningkatkan derajat kesehatan mata masyarakat menuju visi 2020,” kata Nurhandini.
Katarak
Penyakit katarak menjadi salah satu basis kegiatan RSM NTB, sama halnya ketika berstatus BKMM. Katarak adalah munculnya bercak putih pada lensa mata yang menyebabkan jarak pandang terganggu. Penyebabnya pada usia lanjut adalah paparan sinar matahari.
Survei Rapid Assissment Avoidable Blindness tahun 2014 menyebutkan, di NTB katarak usia di atas 50 tahun sebanyak 27.000 orang. Dari jumlah itu hanya 4.000 orang yang tertangani, sisanya belum terobati dan terancam buta.
NTB adalah provinsi dengan prevalensi katarak tertinggi di Indonesia dibandingkan Jawa Barat (2,4 persen), dan Sulawesi Selatan (2,8 persen). Tingginya penderita katarak di NTB, menurut dr SpM Sriana Wulansari, disebabkan ketiadaan biaya, kurangnya akses informasi dan kondisi geografis tempat tinggal penderita yang terpapar radiasi sinar ultraviolet.
Di Pulau Sumbawa, misalnya, radiasi sinar ultraviolet bisa mencapai point 7 dari ideal point 4. Terlebih lagi penduduk NTB umumnya petani dan nelayan yang bekerja di bawah sinar matahari sehingga berpotensi menderita katarak.